Internet/Ilustrasi
Entertainment

Sulitnya Memblokir Situs Film Bajakan di Indonesia

Wan Ulfa Nur Zuhra
Jumat, 4 September 2015 - 12:58
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA--Sebanyak 22 situs penyedia film bajakan diblokir pemerintah pekan lalu, lalu apa? Berkaca dari penutupan dan pemblokiran situs-situs porno yang tetap memiliki celah, apakah pemblokiran situs pembajak film juga akan menjadi pekerjaan yang sia-sia?

Selang beberapa hari, sejumlah situs yang telah diblokir Kementerian Komunikasi dan Informatika bersama Kementerian Hukum dan HAM segera bergegas. Mereka tidak diam. Dengan sigap, mereka akan pindah dari satu domain ke domain lain.

Situs www.ganool.com misalnya, salah satu situs pembajak film ini kini sudah berganti domain menjadi www.ganool.video. Para penikmat film bajakan, baik film Indonesia maupun film asing masih bisa leluasa mengunduh film dari situs ini.  

Situs pembajak lainnya, www.nontonmovie.com juga langsung mengganti domainnya menjadi nontons.tv. Hal serupa juga dilakukan oleh situs-situs lainnya selama mereka punya uang cukup banyak untuk membayar.

Antisipasi pemerintah terhadap gonta-ganti domain ini sudah ditanyakan sejumlah wartawan pada konferensi pers pekan lalu, saat Kemenkominfo dan Kemenkumham mengumumkan penutupan 22 situs tersebut.

“Kalau mereka ganti, kami akan blokir lagi,” ujar Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara saat ditanya apayang akan dilakukan jika situs-situs ini kemudian mengganti domainnya. Pertanyaan yang bisa muncul kemudian adalah ‘sampai kapan?’.

Penutupan situs pembajak film ini merupakan amanah dari Undang-undang No. 28/2014 tentang Hak Cipta. UU tersebut mengatur penutupan konten dan/ atau hak akses yang terkait dengan pelanggaran hak cipta dalam sarana multimedia.

Seperti diketahui, pada 2 Juli lalu telah diluncurkan peraturan bersama antara Kemenkumham dan Kemenkominfo. Peraturan tersebut mengatur pelaksanaan penutupan konten atau hak akses pengguna pelanggaran hak cipta dalam sistem elektronik.

Peraturan Menteri Bersama itu memiliki nilai strategis karena memberikan kewenangan kepada Kemenkominfo untuk menutup konten pelanggaran hak cipta. Penutupan tersebut tentu saja harus berdasarkan rekomendasi Kemenkumham.

Sekjen Asosiasi Produser Film Indonesia (Aprofi) Fauzan Zidni mengatakan sejak maraknya pembajakan, produser film hanya bergantung pada bioskop dalam mencari keuntungan. “Kalau dulu kami bisa jual CD/DVD ketika film sudah tidak tayang di bioskop, sekarang siapa yang mau beli?” ungkapnya.

Dia menjelaskan, sejumlah produser juga mencoba mencari keuntungan lewat streaming, tetapi maraknya situs pembajak film di dunia maya membuat penonton enggan membayar apa-apa yang bisa mereka peroleh dengan cuma-cuma.

Pembajakan tentu merupakan kejahatan yang merugikan dan harus diberantas. Tapi mencari penyebabnya dan menyelesaikan akar persoalan tentu lebih penting.

“Menonton di bioskop itu mahal, makanya banyak masyarakat Indonesia yang memilih membeli bajakan,” ujar Wakil Presiden Jusuf Kalla pada suatu kesempatan di hadapan sejumlah pelaku industri film dan pembuat kebijakan.

Pernyataan JK tampaknya ingin menjawab akar persoalan tentang mengapa orang-orang lebih memilih menonton film bajakan dibandingkan nonton di bioskop?

Di Jakarta saja, untuk menonton film di bioskop, kita harus merogoh kocek paling sedikit Rp30.000. Itu pun di hari-hari biasa. Jika ingin menonton di akhir pekan, maka harus rela membayar Rp50.000 untuk satu film.

“Masih banyak buruh yang penghasilannya mungkin Rp50.000 per hari. Tidak mungkin mereka bisa nonton di bioskop, jadilah mereka membeli film bajakan yang Rp7.000 saja,” kata JK.

Dia juga mengkritik penyebaran bioskop yang hanya di kota-kota besar. Sementara sasaran penonton juga ada di seluruh pelosok negeri. “Mereka yang di kotanya tidak punya bioskop mau menonton di mana? Pilihan mereka ya hanya membeli film bajakan,” ungkapnya.

Apa yang dipaparkan JK agaknya cukup menggelitik. Salah satu cara meminimalkan pembajakan film adalah tersedianya bioskop di berbagai penjuru negeri dengan harga yang terjangkau masyarakat. Bioskop tidak perlu mewah dan berada di dalam mall. Selama layak dan harganya terjangkau, orang-orang pasti akan berbondong ke bioskop. Di titik ini seharusnya pemerintah ada.

Memberantas pembajakan film di dunia maya mungkin tetap diperlukan. Tetapi selama pemerintah tidak menyelesaikan persoalan yang menjadi akar, pemberantasan pembajak film hanya menjadi drama tutup menutup situs yang seperti kata pepatah, ibarat meggarami air laut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bagikan

Tags :


Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro