Bayi/independent.co.uk
Health

Ikut Tren Sekolahkan Bayi, Perlukah?

Wike Dita Herlinda
Senin, 25 April 2016 - 16:20
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Belakangan ini, semakin marak didirikan sekolah khusus bayi di bawah usia 12 bulan di berbagai kota besar. Menariknya, pengguna jasa baby schooling pun cukup banyak, dan biasanya berasal dari kalangan menengah atas.

Fenomena tersebut dipicu oleh semakin tingginya keinginan orang tua pada era modern untuk memiliki anak super alias anak yang kompetitif. Namun, jika ditinjau dari segi psikologis, memaksakan anak untuk bersekolah sejak dini mengandung berbagai konsekuensi.

Psikolog anak dan keluarga Lembaga Psikologi Terapan (LPT) Universitas Indonesia Mira D. Amir menjelaskan salah satu dampak negatif yang dapat terjadi adalah hilangnya attatchment atau keterikatan antara anak pada masa tumbuh kembang dengan orang tuanya.

Bagaimanapun, dia tidak menampik bawasannya pendidikan sejak dini adalah hal yang baik. Hanya saja, dia menegaskan agar para orang tua tetap terlibat dalam proses mendidik dan tidak melimpahkan tanggung jawabnya ke pihak sekolah.

Berikut penuturannya:

Perlukah menyekolahkan bayi pada usia di bawah 12 tahun?

Harus diakui, sekarang ini tren [parenting] sudah semakin bergeser. Saya coba melihatnya dari sudut pandang orang tua sebagai pengguna jasa sekolah bayi. Mungkin, yang mereka kejar adalah menstimulasi anak sejak dini. Prinsipnya adalah the sooner the better.

Sebab, pada usia tiga tahun pertama, jumlah sinapsis yang dimiliki oleh anak dua kali lipat lebih banyak dibandingkan jumlah yang dimiliki orang dewasa. Jadi, [stimulasi syaraf] itulah yang ingin dikejar dan diperkuat.

Nah,pada usia di bawah satu tahun, sebenarnya [fase] kecerdasan yang paling prinsip adalah psikomotorik. Hal-hal yang sifatnya motorik. Jadi, [pendidikan yang diperlukan] mungkin lebih banyak berupa latihan untuk menstimulasi tubuh.

Namun, itu juga masih tergantung dengan tingkat kematangan pada anak. Kalau memang dia baru siap pada usia satu tahun, ya jangan memaksakan untuk mempercepat pendidikannya pada usia sebelum itu.

Ditinjau dari segi psikologi, apa yang memicu orang tua zaman sekarang untuk menyekolahkan anaknya sejak dini?

Orang tua zaman sekarang sudah semakin teredukasi. Banyak orang tua yang baru memiliki putra pertama, memikirkan bagaimana mendidik anak-anaknya dengan pola yang lebih terstruktur dan terprogram.

Dengan gaya hidup perkotaan yang sibuk, mungkin sekolah bayi menjadi tempat para orang tua [khususnya ibu] muda untuk bertemu dengan orang tua lain yang memiliki anak yang seusia putra mereka.

Menurut saya, sebenarnya menyekolahkan anak sejak usia dini itu tidak apa-apa. Namun, yang harus dipertimbangkan adalah bagaimana tumbuh kembang anak itu sendiri.

Sebab, pada tahun-tahun awal kehidupan anak, itu adalah periode emas pembentukan kelekatan atau attatchment dengan orang tua. Jadi, orang tua tidak bisa melepaskan sepenuhnya saja tanggung jawab untuk mendidik anaknya kepada guru atau pengasuh.

Jadi, yang harus menjadi catatan bagi orang tua adalah tidak apa-apa menyekolahkan anak, tetapi tetap orang tua harus berpartisipasi di dalamnya. Jadi, untuk menstimulasi bayi, bukan lantas melempar tanggung jawab ke pengasuh atau guru di sekolah.

Berapa usia yang sesuai bagi anak untuk menerima pendidikan di sekolah?

Pada usia 6 bulan, seorang bayi sudah bisa disekolahkan. Sebab, pada usia tersebut, bayi sudah bisa membedakan serta mengetahui siapa caregiver-nya dan siapa orang yang asing baginya. Mereka sudah bisa menangis saat bersama orang asing.

Namun, yang menjadi catatan dari saya adalah agar orang tua tetap harus berpartisipasi untuk menstimulasi anaknya. Kalau perlu, [orang tua] terlibat langsung di kelas saat proses belajar di sekolah.

Kemungkinan dampak negatif sekolah bayi bagi anak?

Dampak psikologis yang paling rentan adalah mengendornya kelekatan atauattatchmentanak terhadap orang tuanya. Seharusnya, orang tua lebih mengutamakan anaknya untuk ter-attatch dengan ortunya.

Secara sosial, sebenarnya bayi belum perlu disekolahkan, karena dia belum berorientasi pada lingkungan eksternalnya. Aspek sosial anak di bawah usia setahun itu lebih terpusat pada caregiver-nya, terutama kelekatannya dengan kedua orang tua.

Jika kontak fisik untuk mendidik anak digantikan oleh orang lain yang bukan orang tuanya, tidak menutup kemungkinan anak itu akan merasa kurang terikat atau ter-attatchdengan orang tuanya.

Sebagian besar sekolah bayi menggunakan bahasa asing sebagai pengantar, yang berbeda dengan bahasa ibu. Apakah ini juga bisa memberi dampak bagi tumbuh kembang anak?

Kalau si anak memiliki kemampuan bahasa yang baik, sebenarnya itu bukan masalah berarti. Namun, tidak sedikit anak yang kemampuan bahasanya tidak terlalu menonjol, sehingga terjadi kesenjangan. Apalagi, kalau lingkungan di sekolah beda bahasa dengan di rumah.

Masalahnya, fenomena sekolah bayi ini terkait erat dengan urusan demand atau permintaan pasar. Sehingga, ini tidak terelakkan. Banyak orang yang ingin punya anak super di dunia yang semakin kompetitif ini.

Sayangnya, semakin banyak orang tua yang ingin punya anak super, tapi enggak mau repot.

Kalau begitu, apakah ada saran atau tips apa yang sebaiknya dilakukan orang tua untuk menjadikan anaknya lebih kompetitif, dengan cara yang benar?

Sebenarnya boleh saja kalau ingin memiliki anak super. Silakan saja. Terkadang orang tua merasa tidak cukup mendidik anak hanya berdasarkan membaca kiat-kiatparentingdi buku atau internet.

Terkadang, orang tua butuh praktik langsung untuk merangsang motorik buah hatinya. Namun, sebaiknya lakukanlah sendiri. Jangan sepenuhnya dipasrahkan ke guru di sekolah, apalagi sampai lepas tangan dari tanggung jawab mendidik anak.

Apalagi, kalau sampai menggantikan kontak fisik selama periode tumbuh kembang anak. Misalnya, berpikir tidak apa-apa minum ASI dari botol terus, toh yang penting bayinya minum ASI.

Bagaimanapun, bonding dan kedekatan dengan anak itu terbangun dari emosi dan kelekatan fisik. Dan itu tidak bisa dibohongi. Jadi, tidak cukup menstimulasi anak hanya dengan mengandalkan atau menyerahkan kepada tenaga ahli seperti guru. Orang tua tetap harus terlibat langsung. ()

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Fatkhul Maskur
Bagikan

Tags :


Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro