Dian Sastrowardoyo dalam acara gala premiere film Ada Apa Dengan Cinta 2/Antara-Andreas Fitri Atmoko
Entertainment

DPR: Industri Film Indonesia Masih Andalkan Impor

John Andhi Oktaveri
Rabu, 27 April 2016 - 18:57
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Wakil Ketua Panja Perfilman Nasional Komisi X DPR, Teuku Riefky Harsya mengatakan perfilman nasional hingga kini masih dirundung berbagai masalah di tengah liberalisasi industri perfilman.

Dia menyebutkan salah satu kendala yang tengah dihadapi industri itu adalah soal teknologi peralatan syuting film yang sudah tertinggal di samping proses produksi di Indonesia yang mengandalkan produk impor.

Kebijakan perfilman seharusnya mendorong penggunaan desian produksi yang lebih bernuansa lokal sehingga mengurangi komponen impor dan lokasi syuting di luar negeri, ujarnya.

Menurutnya, perfilman nasional tidak hanya terkait dengan proses produksi, tapi juga menyangkut distribusi dan eksibisi. Perfilman Nasional tak bisa bertahan tanpa dukungan distribusi dan eksibisi yang kuat, ujarnya.

"Namun pada kenyataannya dengan segala keterbatasan yang ada tercatat sekitar 110 film Indonesia untuk layar lebar beredar di tahun 2015, kata Teuku Riefky di kompleks parlemen, Rabu (27/4/2016).

Jumlah layar bioskop yang ada di Indonesia saat ini, kata Teuku Refki, masih sangat sedikit dibanding dengan jumlah penduduk yang ada. Dia membandingkan dengan populasi 250 juta penduduk, Indonesia hanya memiliki 1.117 layar bioskop. Itu pun hanya ada di mal-mal besar dimana masyarakat secara umum segan untuk masuk, ujarnya.

"Relatif rendahnya tingkat pendapatan rata-rata masyarakat dan masih lemahnya penegakan hukum terhadap pembajakan film merupakan kendala terbesar pertumbuhan bioskop di Indonesia," katanya.

Seiring dengan pertumbuhan ekonomi dan perbaikan penegakan hukum, Indonesia memerluka sekitar 20.000 layar bioskop untuk melayani kebutuhan masyarakatnya. Sebagai perbandingan, Korea Selatan yang berpenduduk 51 juta jiwa memiliki 5.000 layar bioskop, ujarnya.

Sementara itu, Ketua Panja Perfilman Komisi X DPR Abdul Haris Almansari mengatakan bahwa pembukaan 100 % investasi asing di bidang perfilman yang dikeluarkan pemerintah mengakibatkan berbaga implikasi. Salah satunya adalah pada perubahan ketentuan mengenai daftar bidang usaha tertutup dan bidang usaha terbuka.

Karena itu, kata Abdul Haris, harus ada muatan film Indonesia dan nilai-nilai budaya bangsa sehingga menuju peningkatan kualitas produksi film Indonesia. Film Indonesia, ujarnya, berkewajiban mengutamakan pekerja film Indonesia dan penggunaan pola kerjasama yang tidak merugikan pekerja film.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Fatkhul Maskur
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro