Pura Tanah Lot/Antara
Relationship

Pesona Bali Dulu dan Kini, Tetap Jadi Inspirasi Pelukis

Tisyrin Naufalty Tsani
Jumat, 20 Mei 2016 - 11:58
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA- Kedamaian dan ketenangan. Dua kata tersebut mampu menggambarkan situasi di masa lalu, ketika manusia tidak sesibuk sekarang. Masa lalu juga menyajikan kesederhanaan. Sedangkan pada masa kini, semua seakan berjalan sangat cepat.

Perupa Huang Fong mengajak mengintip masa lalu, kedamaian dan ketenangannya. Pada karyanya berjudul Angon Bebek (cat air di atas kanvas, 80 cm x 100 cm, 2013), seorang perempuan bertelanjang dada berdiri menggiring puluhan bebek. Penampilan sang perempuan menggambarkan Bali di masa lalu. Dengan pemilihan warna sederhana, kesan klasik semakin terasa kental.

“Saya mengenal masa lalu itu dari sisi ketenangan dan kedamaiannya. Kalau sekarang itu orang-orang sepertinya sibuk sekali, mau ngobrol atau ketemu saja susah,” ungkapnya.

Kedamaian dan ketenangan pun tergambar dalam karya berjudul Panen (cat air di atas kanvas, 80 cm x 100 cm, 2010). Para perempuan Bali pada lukisan tersebut memang nampak sibuk, sibuk memanen padi. Namun, sisi kedamaian dan ketenangan tetap terlihat, yaitu mereka juga melakukan aktivitas sembahyang. Sembahyang untuk mengucapkan terima kasih kepada Dewi Sri.

Biasanya, para perupa menggunakan cat air untuk melukis di atas kertas. Kali ini, dia menampilkan sesuatu yang berbeda. Kedua lukisan tersebut mengaplikasikan cat air di atas kanvas. Menurutnya, untuk melakukan hal tersebut penuh tantangan.

Saat melukis, dia harus teliti, tepat sesuai sketsa, tidak boleh ada kesalahan. Karena jika salah sedikit saja, tidak bisa dirubah kembali. Berbeda dengan cat minyak misalnya, yang apabila pelukisnya melakukan kesalahan maka masih bisa ditumpangi.

Kedua lukisan tersebut terpajang dalam Pameran Sanggar Kambodja 2016 yang diadakan di Balai Budaya, Jakarta, belum lama ini.

Suasana Bali masa lalu juga tergambar pada lukisan Pasar (oil on canvas, 110 cm x 90 cm, 2016) karya Adi Sutarmo. Dalam lukisan realis itu terlihat para pedagang yang bercakap-cakap dengan pembeli, orang-orang yang membawa barang-barang di atas kepalanya, hingga pedagang yang duduk diam menanti pembeli. Barang-barang dagangan seperti ikan dan buah-buahan tertata dalam aneka rupa keranjang.

Lukisan hanya terdiri dari dua warna yaitu coklat dan putih. Warna coklat memperkuat kesan klasik pada lukisan tersebut. Sedangkan warna putih untuk memberi unsur sinar pada lukisan.

Kesan klasik juga terlihat pada pakaian para pedagang dan pembeli. Perempuan-perempuan dalam lukisan menggunakan kain dan kebaya. Namun, ada pula sosok yang menggunakan baju bertuliskan Bali.

Bagi Adi, melukis realis hanya menggunakan dua jenis warna mungkin saja terlihat mudah, tetapi pada dasarnya tidak. Karena pada lukisan realis, warna dan sinar menjadi unsur penting yang menghidupkan lukisan.

Agar lukisannya tetap hidup, dia pun memperkuat dari sisi anatomi. Hasilnya, dia melukiskan suasana pasar di desa-desa di Bali pada era 1970-an yang masih terekam jelas di otaknya ke atas kanvas.

Tak cuma soal masa lalu, dia juga menyajikan keindahan dalam karya berjudul Anggrek (oil on canvas, 100 cm x 100 cm, 2013). Sekumpulan anggrek mekar berwarna keunguan, berdempetan di sebuah batang pohon. Cat pada bagian batang pohon terlihat timbul, sehingga membuatnya terlihat sangat nyata.

“Saya suka keindahan,” katanya.

Menilik karya lainnya, lagi-lagi soal Bali. Kali ini pada lukisan Anak Tenganan (mixed media on canvas, 100 cm x 245 cm, 2016). Beberapa anak perempuan duduk berjajar, mereka mengenakan kemben khas Bali serta hiasan bunga di rambut mereka yang tergelung dengan rapi. Mereka nampak polos dan ceria.

Pelukisnya adalah S. Yadi K, pria yang sudah total melukis sejak 1980-an. Dia terinspirasi dari Desa Tenganan di Bali, yang merupakan desa tertua. “Kebetulan saya mengalami tinggal di Bali sejak muda hingga sekarang,” katanya.

Dia mencoba menangkap kelucuan anak-anak desa tersebut. Dia lalu melukiskannya di atas kanvas dengan teknik mixed media. Prosesnya mulai dari pewarnaan dengan pastel hingga lukisan sempurna, kemudian diberi air hingga mengering. Proses berlanjut, dengan cara memberi sentuhan dengan cat akrilik, dan bila perlu maka ditambah pula dengan cat minyak.

Sebelum menonjolkan teknik mixed media sebagai jati dirinya, dia pun pernah melukis dengan cat minyak saja, cat air saja, atau pastel saja. Pada 1989, dia menemukan teknik mixed media dan mengaplikasikannya hingga saat ini.

Lukisan-lukisan tersebut hanyalah segelitir karya dari Sanggar Kambodja. Dalam buku Panorama Sanggar Kambodja, Agus Dermawan T mengungkapkan Sanggar Kambodja berdiri pada 1984. Menurutnya, sebuah sanggar berhasil mengarungi kehidupan selama lebih dari dua dekade dengan berbagai aktivitas, adalah reputasi tersendiri.

“Apalagi di Indonesia, yang selalu mencatatkan kehidupan sanggar dengan umur yang serba pendek,” tulisnya.

Masih dalam buku tersebut, dijelaskan bahwa Sanggar Kambodja tercatat sebagai institusi yang selalu mencatat sukses komersial yang fenomenal dalam setiap pamerannya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro