Cuplikan film restrospektif Sardono W Kusumo/youtube-sifa.sg
Entertainment

Film 40 Jam Sardono W Kusumo: Napak Tilas Raden Saleh, Diponegoro dan Nasionalisme

Azizah Nur Alfi
Minggu, 14 Agustus 2016 - 08:14
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Maestro seni Indonesia Sardono W Kusumo memamerkan karya-karya besarnya yang diciptakan selama puluhan tahun di Singapore International Festival of Arts (SIFA) 2016, pada 13 Agustus - 28 Agustus 2016.

Karya-karya berupa tarian, seni rupa, dan film yang diproduksi bersama Sardono W Kusumo dan sineas Faozan Rizal terangkum dalam tiga program Sardono's Retrospective.

Salah satu program Sardono's Restrospective yakni Expanded Cinema, menjadi begitu spesial karena film dikerjakan selama sepuluh tahun. Pengunjung festival akan dibawa pada perjalanan seorang penyair yang menelusuri jejak pelukis Raden Saleh.

Dia bersama sineas Faozan Rizal yang bertindak sebagai kameramen, melakukan napak tilas dengan mengunjungi Paris dan Ceko sebagai tempat penting bagi Raden Saleh, berlanjut ke lukisan-lukisan yang tersimpan di Istana.

Napak tilas yang dimulai sejak 2006 itu terangkum dalam film berdurasi 40 jam. Namun di SIFA 2016, Sardono menurut rencana akan memutar dengan durasi 6 jam, tergantung ketersediaan proyektor.

Film tentang Raden Saleh belum diputar secara umum di Indonesia, sebab Sardono menilai sangat sulit mengkategorikan film tersebut sebagai film industri atau dokumenter. Dia baru kali pertama memutar film tersebut pada perhelatan seni Sardono's Retrospective: Fabriek Fikr di bekas Pabrik Gula Colomadu, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah pada November 2015.

"Lukisan Penangkapan Pangeran Diponegoro itu penting, menjadi pemahaman apa itu kolonialisme. Di lukisan itu, Belanda dilukiskan seperti wayang golek, kepalanya gede. Dalam sastra, itu mengejek Belanda. Dari lukisan itu bisa dipelajari kita ini siapa, bangsa ini siapa. Ini yang membuat saya terdorong napak tilas Raden Saleh," terang Sardono ditemui sebelum keberangkatannya.

 

Selain film tentang Raden Saleh, Expanded Cinema yang digelar selama festival juga menayangkan film dokumenter karya Sardono sejak 1970. Jelang pementasan, film-film yang tergeletak puluhan tahun itu kini telah direstorasi.

Di masa tersebut, Sardono masih berusia 25 tahun. Dia melakukan perjalanan ke berbagai pulau dan area terpencil, serta bertemu dengan suku-suku pedalaman seperti Nias, Papua, Dayak. Perjalanan ini direkam dengan menggunakan kamera film 8mm.

Salah satu filmnya yakni memuat tentang Candi Borobudur sebelum dipugar pada 1970an. Bagi Sardono, film bukan hanya sebuah karya, tetapi juga proses riset. "Film membuat penontonnya berpikir dan mendapatkan inspirasi dari film tersebut. Indonesia yang memiliki jejak kebudayaan panjang sehingga dapat menjadi sumber inspirasi," imbuhnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Azizah Nur Alfi
Editor : Saeno
Bagikan

Tags :


Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro