Sepeda Bambu Singgih Susilo Kartono/Wike D. Herlinda
Fashion

Karya Visioner 3 Seniman di Olveh Flagship

Wike Dita Herlinda
Selasa, 13 Desember 2016 - 05:52
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA-Sepasang sepeda dari bambu berdiri gagah di pojokan ruang pamer Gedung Olveh, kawasan Kota Tua Jakarta. Siapapun yang melihatnya dibuat tak tahan ingin menyentuhnya, lalu membayangkan; ‘Bagaimana ya rasanya naik sepeda dari bambu?’

Sepeda yang diberi nama Spedagi itu adalah buah tangan Singgih Susilo Kartono; seniman muda asal Desa Kandangan, Temanggung, Jawa Tengah. Karyanya itu terinspirasi dari sepeda bambu buatan Craig Calfee dari Amerika Serikat yang dia jumpai di internet.

Takjub, Singgih pun memutuskan untuk membikin sepeda bambu versinya sendiri. Sepeda buatannya sekaligus menjawab keprihatinannya melihat begitu banyak sumber daya alam seperti bambu di Indonesia yang tidak diolah menjadi produk bernilai seni dan jual tinggi.

Sepeda bambu karya Singgih sepenuhnya buatan tangan, dan merupakan jenis yang perdana diproduksi di Tanah Air. Istimewanya lagi, dia membongkar fakta bahwa bahan baku bambu ternyata mampu menyerap getaran dengan sangat baik, melebihi logam maupun serat karbon.

Karya unik yang mulai dikembangkan sejak 2013 itu menggunakan material bambu petung dengan konstruksi bilah tangkup sebagai bahan bakunya. Bambu petung dipilih karena merupakan salah satu spesimen bambu paling kuat dan mudah diperoleh di Indonesia.

“Konstruksi ini menghasilkan desain geometri sepeda yang tidak hanya kuat, tetapi terlihat ramping dan indah. Keuntungan lainnya, ukuran dan bentuk batangnya dapat distandarkan dan dalam 1 batang bambu dapat dihasilkan 5-7 kerangka sepeda,” jelasnya.

Untuk merakit sepeda dari bambu petung pertama di dunia itu, Singgih merekrut perajin-perajin terlatih di desanya untuk berkarya di bengkel Magno-Piranto Works miliknya. Konstruksi sepeda direkatkan dengan lem Epoxy untuk membuat sambungan lebih halus.

Sebagai perajin sekaligus seniman, Singgih memang memiliki misi untuk mengangkat derajat desanya melalui karya-karya bernilai tinggi yang banyak diminati negara-negara lain. Melalui tangan kreatifnya, berbagai produk berbahan kayu asli Indonesia telah dia hasilkan.

Salah satu yang paling fenomenal adalah produk radio kayu Magno, yang dibagi menjadi berbagai seri seperti; KuBo, MiNo, IkoNO ++, dan ReKTO. Ada juga produk pengeras suara bluetooth,stationery, jam, pisau, kompas, hingga berbagai permainan tradisional.

Singgih mengkorporasikan teknologi kekinian ke dalam produk bernuansavintage dari bahan baku alam Nusantara, utamanya kayu mahoni dan pinus. Sebagai timbal balik, dia juga menggalakkan program penanaman ulang (reboisasi) untuk pohon sejenis.

Berkat karya-karyanya visionernya, alumni Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Teknologi Bandung itu pernah dinobatkan sebagai juara kedua International Design Resource Award (IDRA) di Seattle pada 1997, juara Indonesian Good Design Selection pada 2006, dan pemenang Grand Award ‘Design for Asia Awards’ dari Hong Kong Design Centre pada 2008.

“Bagi saya, produk merupakan alat sebuah gerakan. Itulah mengapa saya memilih bahan-bahan dari alam, seperti kayu dan bambu. Teknik dan teknologinya boleh saja dari Barat, tetapi bahan bakunya memanfaatkan dari yang kita punya di Indonesia.”

ARSITEKTUR DAN RUPA

Singgih adalah salah satu dari tiga seniman yang unjuk karya di pameranOLVEH Flagship: The Trade of Innovations. Jika Singgih mewakili lini desain, dua lainnya; Muhammad Thamrin dan Riduan masing-masing merepresentasikan bidang arsitektur dan seni rupa

Pameran yang digelar sepanjang 24 November 2016—10 Januari 2017 di Gedung Olveh itu menghadirkan karya arsitektural Thamrin, yang dipersembahkan dalam bentuk maket unik dari material kayu dan fiber.

Senada dengan Singgih, Thamrin mengusung semangat muatan lokal dalam desain ruang ciptaannya. Arsitek yang aktif selama lebih dari 25 tahun itu terinspirasi dari proyek-proyek revitalisasi serta pergerakan urbanisme dalam dunia arsitektur di Indonesia dewasa ini.

“Sekarang saya sedang menangani proyek revitalisasi pabrik kina di Bandung. Saat kecil, ayah saya sering menunjukkan bangunan itu semasa aktif. Saat saya diminta merevitalisasi pabrik itu,  kenangan masa kecil saya tentang era kejayaan pabrik itu terkuak lagi.”

Di dalam bayangnnya, revitalisasi pabrik kina seluas 7 hektare itu dirancang sebagai kawasan sentra bisnis, konvensi, ritel, seni, dan pertunjukan karena letaknya di tengah kota. Baginya, proyek itu sangat menarik karena berkaitan langsung dengan sejarah dan cagar budaya.

Selain desain revitalisasi pabrik kina Bandung, Thamrin memamerkan visinya tentang proyek tata kota Bandung yang berbasis pedestrian untuk menghidupkan kembali ruang-ruang kota dengan hunian di lantai atas bangunan-bangunan di pusat Kota Kembang.

“Fungsi campur hunian di pusat kota akan menghidupkan perekonomian, merangsang interaksi yang dapat menuntun pada inovasi; di samping meningkatkan efisiensi dan kenyamanan tinggal warganya,” jelasnya tentang desain kota tersebut.

Thamrin turut memamerkan master planKampus Arjasari Universitas Padjajaran di Kabupaten Bandung, yang dirancangnya sebagai sebuah kota dengan siklus air dan prinsip low input sustainable agriculture (LISA).

Salah satu karyanya yang menarik perhatian adalah maket bertajuk 17.000 Island of Imagination yang didesainnya untuk paviliun Indonesia di Frankfurt Book Fair 2015. Desain itu juga yang membawanya sebagai pemenang sayembara di ajang bergengsi Jerman itu.

Dari lini perupa, Riduan tak ketinggalan dengan persembahan karya-karya lukisnya yang terinspirasi dari keindahan alam lereng Gunung Merapi, Yogyakarta. Dia menangkap lanskap tradisional di sana yang kental aura mistis sekaligus penuh keagungan.

Sebelum proses pengerjaan, Riduan mengaku mengikuti upacara pembersihan diri di Kali Kuning Merapi. “Saya diajak untuk berendam di sana oleh juru kunci Merapi. Selama di perjalanan, sama sekali tidak  ada cahaya, tetapi anehnya kita bisa berjalan tanpa menabrak.”

Pengalaman misterius tersebut menjadi inspirasi lukisan di atas kanvasnya yang berpalet muram dan cenderung mistis. Dia mengekspresikan apa yang dirasakannya saat upacara tersebut ke dalam karya bertajuk Dialog Bumi, Faye Le Morgana, dan Spektrum.  

Baik Singgih, Thamrin, maupun Riduan merupakan talenta-talenta yang mampu mengembangkan kekayaan terpendam Indonesia menjadi karya-karya bercitarasa seni dan bernilai ekonomi tinggi.

Selaras dengan program pemerintah untuk menopang industri kreatif; dibutuhkan lebih banyak lagi talenta seperti ketiga seniman itu guna mengolah, memproduksi, mengemas, mengkurasi, memasarkan, dan mempromosikan karya-karya visioner berdaya saing tinggi di dunia desain.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bagikan

Tags :


Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro