The Gift
Entertainment

Film The Gift: Pede Dengan Kisah Orisinal

Dika Irawan
Jumat, 25 Mei 2018 - 00:45
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Mengadaptasi cerita dari novel, legenda urban, remake ke dalam film seakan menjadi resep mujarab meraup kesuksesan di perfilman Tanah Air. Resep itu ternyata tidak berlaku pada film The Gift yang tayang pada 24 Mei mendatang. Film yang menyedot ongkos produksi Rp6,5 miliar ini percaya diri tampil dengan kisah orisinal.

Apalagi The Gift didukung oleh sutradara dan pemeran-pemeran beken saat ini. Di posisi sutradara ada nama Hanung Bramantyo. Sedangkan di posisi pemain ada aktor Reza Rahadian, aktris Ayushita Nugraha, aktor Dion Wiyoko, dan aktris senior Christine Hakim. Rasanya tak berlebihan bila manajemen rumah produksi Seven Sunday Films optimis The Gift menuai kesuksesan.

Membawa kisah asli ke dalam layar lebar memang pola yang kurang lumrah ditempuh oleh pelaku industri perfilman Tanah Air saat ini. Mereka cenderung enggan bermain-main dengan api, karena menyuguhkan cerita baru belum tentu diterima oleh publik. Cara aman pun ditempuh. Mengadaptasi cerita dari novel-novel best seller, remake, atau cerita legenda urban yang kadung dikenal oleh masyarakat. Ongkos promosi menjadi lebih hemat.  

Faktanya memang berkata demikian. Dalam beberapa tahun belakangan, film-film terlaris di Indonesia berasal dari adaptasi. Baik itu produk terbitan maupun cerita lainnya. Misalnya, Dilan 1990 peraih 6,5 juta penonton diadaptasi dari novel karya Pidi Baiq. Pengabdi Setan, meraupk 4,2 juta penonton merupakan film remake. Begitu juga dengan Warkop DKI Reborn: Jangkrik Boss! Part 1  ditonton 6,8 juta penonton adalah film remake.

Produser Anirudhya Mitra rupanya enggan ambil pusing dengan tren tersebut. Dia percaya, cerita film yang kuat tanpa harus berasal dari novel berpeluang mencuri perhatian para penonton.

Setidaknya Anirudhya berkaca pada kesuksesan industri film di India.  Dia melihat industri film di sana berkembang salah satunya karena banyak hadirnya film-film bercerita orisinal. Cerita-cerita itu menyajikan sesuatu yang baru sehingga menarik perhatian penonton.

Anirudhya juga percaya para penulis skenario film memiliki kualitas tak jauh berbeda dengan novelis dalam menghasilkan cerita menarik.

“Saya percaya bila penulis novel bisa membuat cerita bagus kenapa penulis film tidak. Saya pun percaya kalau ceritanya bagus penonton pasti suka,” tuturnya saat berbincang-bincang dengan Bisnis.

Ya dalam film ini selain memproduseri The Gift, Anirudhya terlibat pula dalam penulisan ceritanya. Diungkapkannya kisah The Gift terinspirasi dari perjalanan hidupnya. Di usianya yang menginjak 58 tahun, dia mengalami berbagai kisah dan menemui bermacam-macam karakter seorang. 

“Mungkin dari sana inspirasinya berasal. Tetapi film ini ceritanya fiksi,” tuturnya.

Sebetulnya, Anirudhya memiliki dua cerita lainnya tentang sepasang pemuda-pemudi dan komedi. Ketiga naskah film ini kemudian diserahkan ke Hanung untuk dipilih mana yang akan diangkat ke layar lebar.

Dari dua cerita itu, lanjut Anirudhya, Hanung memilih The Gift karena tertarik dengan kisah seorang disabilitas. Ceritanya kuat dibandingkan dua cerita lainnya.

Setelah itu, Anirudhya mempercayakan proses syuting film ini kepada Hanung. Dia yakin Hanung meramu film ini menjadi berkualitas. Prinsipnya, dengan sutradara berpengalaman dan kompeten maka film yang digarapnya pun akan berkualitas.

“Saya sudah beberapa kali kerja dengan Mas Hanung. Saya nyaman sekali kerja dengannya. Dia selalu memperliihatkan kemajuan,” ujarnya.

Soal hadirnya Reza sebagai pemeran utama, Anirudhya mengatakan, pertimbangannya aktor peraih penghargaan Pemeran Utama Pria Terbaik Festival Film Indonesia ini  mampu memainkan berbagai karakter. Kali ini dia pun tak kesulitan memerankan karakter penyandang disabilitas.

Begitu juga dengan pemeran-pemeran lainnya seperti Ayushita, Dion Wiyoko, dan Christine Hakim. Selain berpengalaman, kualitas akting mereka telah teruji.

Memilih nama-nama beken ini diakui oleh Anirudhya memiliki tantangan tersendiri. Jadwal mereka cukup padat. Efeknya tim produser harus mencari waktu yang sesuai agar mereka dapat terlibat dalam proyek ini. Untungnya di tengah kesibukan syuting di film lain mereka memiliki waktu bermain di film ini.

“Untuk mendapatkan mereka kumpul itu susah,” tuturnya.

Film The Gift: Pede Dengan Kisah Orisinal

SYUTING

Proses syuting The Gift memakan waktu selama 23 hari pada Mei dan Juni tahun lalu. Sebanyak 18 hari syuting di Yogyakarta dan 5 hari di Italia.

Syuting pertama dilangsungkan di Menara Pisa, Italia. Baru kemudian syuting di Yogyakarta. Kedua kota ini dipilih untuk merepresentasikan cerita dalam film ini. Syuting di Italia didahulukan karena perizinannya tidak mudah. Produser harus menyodorkan naskah film kepada pengelola. Setelah itu izin diperoleh.

“Mungkin tidak banyak film Asia syuting di Menara Pisa karena susah sekali [perizinannya],” ujarnya.

Rudi menjalaskan terpilihnya Yogyakarta dan Italia tak lepas demi menguatkan cerita The Gift. Kedua lokasi ini jaraknya sangat jauh. Dalam film ini hendak digambarkan pengorbanan cinta seseorang yang tak terbatas ruang dan waktu.

Secara keseluruhan produksi film ini menghabiskan anggaran Rp6,5 miliar. Bila ditambah dengan promosi maka totalnya mencapai sekitar Rp8 miliar. Dengan nominal yang tidak sedikit, Anirudhya memiliki ekspektasi besar dengan garapannya tersebut.

 “Bagi saya ini adalah karya terbaik. Narasi dan story telling-nya luar biasa,” ujarnya.

Bahkan dia optimis meski film ini tayang pada Ramadan, waktu yang jarang dimanfaatkan oleh produser film lain, The Gift dapat menuai kesuksesan.

Soal tayang di bulan kurang favorit, Sutradara Hanung mengatakan, film ini harus mengantre. Usai lama menunggu, film ini baru dapat jadwal pada bulan ini. “Antriannya sangat panjang,” tuturnya.

Bagi Hanung The Gift salah satu karya terbaiknya karena diberi kesempatan untuk bereksplorasi. Saat disodorkan naskah ini, dia langsung jatuh hati dan berjanji memberikan sentuhan estetika di dalamnya. “Saya buat sungguh-sungguh,” ujarnya.

Istimewanya, lanjut Hanung, film ini tidak diangkat dari novel atau cerita sejenisnya. Hanung mengatakan, dengan adanya film menandai tumbunnya skenario baru. Dia pun menggarapnya bisa lebih leluasa tanpa harus berurusan dengan penulis novel.

 “Kalau garap film dari adaptasi dari novel. Dibuang sedikit penulisnya ngambuk-ngamuk. Hal itulah yang membuat saya bersemangat. Salah satu karya terjujur. Saya merasa kembali menjadi diri sendiri,” tuturnya.

Sementara itu ditawari berperan sebagai pria disabilitas, Aktor Reza tak dapat menolaknya. Dia tertantang memainkan peran ini. Sepanjang kariernya peran tersebut merupakan yang pertama baginya.

Untuk pendalaman peran, Reza terlebih dahulu menjalin interaksi dengan para penyandang disabilitas. Dari pertemuan itu Reza mengamati dan berbicara kepada mereka. “Bagaimana mereka respon ruang dan tongkat mengarah ke mana. Hal itulah yang menjadi nilai tambah,” tuturnya.

Dalam film ini aktor laris Reza berperan sebagai Harun, pria tunanetra yang memiliki masa lalu kelam. Akting Reza cukup mumpuni memerankan seorang tunanetra. Mimik wajah dan matanya mencitrakan bahwa dia adalah penyandang disabilitas.

Di sini, Reza beradu peran dengan Ayushita yang berperan sebagai Tiana penulis novel yang menyewa kos di rumah Harun. Akting aktris ini pun sukses menyuguhkan karakter perempuan yang masa kecilnya menyedihkan.

Keduanya merasa memiliki kesamaan. Sama-sama mempunyai masa lalu kelam. Namun, Tiana harus berpisah. Dia ikut dengan Arie (Dion), pria yang ditemuinya ketika masa kanak-kanak ke Italia. Di negeri Pisa itulah, momen paling menentukan dalam hidup mereka.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dika Irawan
Editor : Fajar Sidik
Bagikan

Tags :


Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro