Instalasi Gawat Darurat (IGD) di rumah sakit./Istimewa
Health

Ini Bukti Masih Banyak Persoalan BPJS Kesehatan di Lapangan

Newswire
Minggu, 22 Juli 2018 - 18:49
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Lembaga Pengawas Jaminan Kesehatan Nasional, Jamkes Watch mengungkapkan pasien masih sulit mendapatkan kamar rawat inap dan ICU/NICU di rumah sakit.

"Persoalan kebutuhan kamar rawat inap dan ICU/NICU masih sering kami temui kendala di rumah sakit," ujar Sekretaris Jenderal Jamkes Watch KSPI, Sabda Pranawa Djati di Jakarta, Minggu (22/7/2018).

Ia mengatakan banyak sekali pasien yang meminta advokasi kepada relawan Jamkes Watch untuk membantu koordinasi dengan pihak rumah sakit dan PIC BPJS Kesehatan yang bertugas di rumah sakit.

"Bahkan tidak jarang kami berkoordinasi dengan kepala cabang BPJS Kesehatan setempat atau Deputi Direksi BPJS Kesehatan di wilayah setempat untuk bisa mendapatkan perawatan di ruang ICU di rumah sakit," kata Sabda.

Sejak BPJS Kesehatan diberlakukan, hingga kini ternyata implementasinya masih banyak persoalan, antara lain ketersediaan obat di rumah sakit, pasien yang masih diminta membayar, karena alasan ada beberapa obat atau tindakan yang tidak ditanggung oleh BPJS Kesehatan terutama terkait ketersediaan kamar rawat inap dan ruang ICU.

Belum lagi persoalan dengan pekerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak dari perusahaan.

ICU

Senada dengan Sabda, Direktur Media dan Propaganda Jamkes Watch KSPI, Abdul Gofur mengatakan bahwa kasus yang sering terjadi dan hingga kini belum ada jalan keluarnya ialah kasus kebutuhan ruang ICU/NICU yang dibutuhkan pasien.

"Tidak sedikit pasien yang kami bantu advokasi untuk mendapatkan ruang ICU/NICU di rumah sakit besar, berakhir dengan kematian karena banyak rumah sakit yang menolak dengan alasan ruangan penuh," ujar Gofur.

Seperti kasus yang saat ini sedang ditangani, pasien Ajat Sudrajat yang sedang menjalani perawatan di Rumah Sakit Medistra Kuningan, Jakarta, harus dirujuk ke rumah sakit lain yang lebih besar dan memiliki peralatan yang dibutuhkan untuk penanganan penyakit pasien.

"Lagi-lagi kami tidak bisa mendapatkan ruang penanganan tersebut dengan dalih kamar ICU/NICU di rumah sakit tersebut penuh," ungkap Gofur.

Terpaksa keluarga harus pasrah, pasien tetap berada di rumah sakit awal yang selain tidak memiliki alat, juga belum bekerja sama dengan BPJS Kesehatan.

Akibatnya, biaya perawatan terus membengkak dari hari ke hari hingga saat ini. Abdul Gofur menegaskan bahwa Jamkes Watch sudah berupaya semaksimal mungkin untuk membantu pasien agar bisa mendapatkan rumah sakit rujukan yang bisa menerima pasien sesuai kebutuhan.

"Namun segala cara yang kami tempuh tetap terasa sulit, mulai dari melihat daftar ketersediaan kamar rawat inap di rumah sakit melalui aplikasi Aplicare JKN yang datanya sering tidak update," kata dia.

Hingga meminta bantuan dengan PIC BPJS Kesehatan di rumah sakit maupun pimpinan BPJS Kesehatan di wilayah tugasnya dan tetap menemui jalan buntu, karena petugas BPJS Kesehatan tidak bisa mengintervensi pihak rumah sakit terkait kebijakan medis maupun ketersediaan kamar karena keterbatasan kewenangan.

Jamkes Watch meminta kepada Pemerintah agar BPJS Kesehatan bisa memiliki peran pengawasan terhadap kebutuhan medis dan non medis peserta JKN di rumah sakit.

"Jangan sampai BPJS Kesehatan hanya sebatas menjadi tukang pengumpul uang iuran dari peserta, lalu membayarkan sesuai klaim rumah sakit," pungkas Gofur.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Newswire
Editor : Nancy Junita
Sumber : Antara
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro