Bisnis.com, JAKARTA--Sebuah karya seni tiga dimensi terlihat seperti sesosok pria yang mengenakan seragam Pegawai Negeri Sipil. Tubuhnya terbalut celana panjang hitam dan kemeja biru dengan motif berwarna hitam, pria itu tengah memeluk guling merah bercorak bunga. Wajah si pria tak terlihat jelas karena tertutup benda berbentuk kotak-kotak, sehingga terkesan seperti kepala robot.
Karya tersebut berjudul Hati, Jiwa dan Harapan Generasi Bantal (2015) terbuat dari serat kaca dan cat akrilik. Kaitan antara seragam PNS dan guling tersirat dengan jelas yaitu citra PNS di tengah masyarakat, yaitu anggapan bahwa PNS itu malas. Bentuk kotak seperti kepala robot mungkin saja mewakili sosok pekerja, yang bekerja sesuai perintah layaknya robot. Namun, dibalik robot itu, ada sifat-sifat kemalasan yang merusak citra PNS.
Seniman yang membuatnya adalah Eko Nugroho. Lewat sebuah pameran bertajuk Landscape Anomaly yang berlangsung 22 November 2015- 21 Februari 2016 di Galeri Salihara, Eko menampilkan lebih dari 20 karya yang mempesona.
Dia merupakan seniman yang dikenal setelah era reformasi 1998. Menurut Dian Ina Mahendra, Manager Galeri Salihara, Komunitas Salihara, seniman yang muncul setelah reformasi memiliki kepekaan tinggi terhadap persoalan masyarakat.
Lewat karya-karyanya, lanjutnya, Eko mengangkat hal-hal seperti penindasan terhadap yang lemah, monopoli sumber daya, kehidupan agraris yang terpinggirkan baik secara sosial maupun ekonomi hingga korupsi.
“Semacam perwujudan dari gagasan dan pemikiran terkait persoalan yang ada di masyarakat,” katanya.
Menilik karya lain, ada instalasi berbentuk tumpukan tabung gas berwarna biru. Tak sekedar tabung gas, di dalamnya ada lubang persegi panjang yang memperlihatkan dua pasang mata. Tabung gas yang bertumpuk itu diberi rantai yang menyatukan satu sama lainnya. Karya itu berjudul Hierarchy of Prosperity #2 (2015) dibuat dari serat kaca dengan cat semprot. Jika diartikan, Hierarchy of Prosperity dapat bermakna tingkatan kemakmuran.
Karya lain berjudul 70 Tahun Dibuai sangat terasa sindirannya. Bentuknya persis kios penjual rokok dengan ukuran 284 cm x 190 cm x 160 cm. Karya itu terbuat dari kayu, hardboard, majalah, akrilik, cat semprot, besi, dan ban. Jika diperhatikan, terdapat potongan lambang kemerdekaan Indonesia yang ke-70, serasi dengan judul karyanya. Kios rokok yang mungil sangat representatif untuk menggambarkan rakyat kecil. Faktanya, Indonesia memang sudah merdeka sekian lama, tetapi kemiskinan masih jadi PR di mana-mana.
Di pameran tersebut, Eko juga memajang tiga karya yang hampir mirip, yaitu bordiran tangan berukuran raksasa dengan judul Cash of Clash (2014), Share Heart Shrink Heart (2014), dan I Love You , Really Love You (2015). Ketiganya memperlihatkan dua sosok pria berpakaian rapi berwarna hitam, tetapi bentuk kepalanya abstrak dengan warna merah menyala, pada Share Heart Shrink Heart (2014) bahkan nampak seperti mengeluarkan darah.
Pada Cash of Clash, kedua pria nampak tidak akur. Terlihat dari tangan salah satu pria yang akan mencekik pria di sebelahnya sambil memegang sebuah buku di tangan lainnya. Sementara pada Share Heart Shrink Heart, kedua pria mengepalkan tangan layaknya orang marah, dan kepala mereka bertemu sepert akan beradu. Pada I Love You , Really Love You, kedua pria justru berpelukan sembari membawa bendera.
Pakaian yang rapi terkesan seperti pejabat dan buku melambangkan sesuatu yang terpelajar. Karya-karya itu pun mengingatkan pada orang-orang terpelajar yang duduk di bangku kekuasaan tetapi seringkali menciptakan pertengkaran yang kekanak-kanakan.