CEO Facebook Mark Zuckerberg bersaksi di depan sidang Komite Energi dan Perdagangan DPR AS mengenai penggunaan dan perlindungan data pengguna Facebook, di Capitol Hill di Washington, 11 April 2018./Reuters
Fashion

Hasil Riset Memperlihatkan Facebook Mulai Membosankan. Kenapa Ya?

Newswire
Kamis, 14 Juni 2018 - 20:12
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA -- Banyak orang beralih dari Facebook ke ajang tertutup, seperti WhatsApp, untuk membahas berita harian karena kekhawatiran tentang privasi, cerita palsu, dan perbantahan sengit, kata jajak pendapat, Kamis.

Laporan Berita Digital terbaru dari Lembaga Reuters untuk Kajian Jurnalisme menemukan bahwa konsumsi berita melalui Facebook menurun, terutama di kalangan anak muda, yang lebih menyukai WhatsApp, Instagram, dan Snapchat.

"Orang sedikit bosan dengan Facebook," kata Nic Newman, penulis utama laporan tahunan ketujuh itu kepada Thomson Reuters Foundation.

Facebook tetap menjadi jejaring gaul paling disukai untuk berita, dengan yang menggunakannya sebanyak 36 persen dalam minggu belakangan. Tapi, mereka kehilangan genggaman dari ajang lain, terutama WhatsApp, yang ketenarannya melonjak 15% sebagai sumber berita dalam empat tahun belakangan.

Orang di negara dengan perpecahan kelompok merasa lebih nyaman mengobrol di ajang tertutup agar tidak memunculkan bahaya dalam mengungkapkan pandangan politik secara terbuka, di Malaysia dan Turki, misalnya, kata kajian itu.

Petanggap mengatakan sering menemukan cerita di Facebook dan Twitter dan mengunggahnya ke grup WhatsApp untuk dibahas dengan sekelompok lebih kecil teman.

Meskipun banyak kegagaln Facebook disebabkan oleh perubahan algoritma, yang memprioritaskan interaksi dengan keluarga dan teman, kepercayaan juga menjadi perhatian utama.

Hanya 23% dari 74.000 orang yang disurvei di 37 negara mengatakan mereka percaya berita di media sosial, dibandingkan dengan kepercayaan 44% dalam berita secara keseluruhan.

Lebih banyak orang membayar untuk berita daring di beberapa negara, contohnya di Norwegia yang mencapai 30%, dengan sumbangan juga muncul sebagai strategi alternatif, kata studi oleh Institut Reuters, yang didanai oleh Thomson Reuters Foundation.

"Orang-orang menemukan bahwa beberapa berita layak untuk dibayar, tetapi sebagian besar tidak," kata Direktur Penelitian Institut Reuters, Rasmus Kleis Nielsen, dalam sebuah pernyataan.

"Tantangan bagi penerbit sekarang adalah memastikan bahwa jurnalisme mereka betul-betul berbeda, relevan, dan berharga, dan kemudian secara efektif mempromosikannya untuk meyakinkan orang untuk menyumbang atau berlangganan," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Newswire
Editor : Maftuh Ihsan
Sumber : Antara/Reuters
Bagikan

Tags :


Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro