Kepala BPOM Penny K. Lukito (ketiga kiri) dan Direktur Jenderal Kerja Sama Multilateral Kementerian Luar Negeri Febrian A. Ruddyard (ketiga kanan) berfoto bersama dalam konferensi pers the first Meeting of the Heads of National Regularoty Authorities (NMRAs) from the Organization of Islamic Cooperation (OIC) di Jakarta, Senin (19/11/2018)./Bisnis-Iim Fathimah Timorria
Health

Masih Hadapi Masalah Kesehatan, Kerja Sama Antara BPOM Negara OKI Relevan

Iim Fathimah Timorria
Senin, 19 November 2018 - 15:00
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA -- Penyelenggaraan pertemuan kepala otoritas pengawasan obat dan makanan negara-negara anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) pada 21-22 November 2018 dinilai dapat membuat OKI lebih relevan.

Hal tersebut dikemukakan Direktur Jenderal (Dirjen) Kerja Sama Multilateral Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Febrian Alphyanto Ruddyard.

Dia mengatakan sejak dibentuk pada 1969, kerja sama dalam tubuh OKI lebih menyasar pencapaian stabilitas politik di negara-negara Islam. Penyelenggaraan pertemuan kali ini adalah momentum bagi OKI untuk menyasar kerja sama di bidang yang lebih relevan.

"Kegiatan ini sangat istimewa karena bagian dari usaha mengangkat kerja sama di kerangka OKI ke level yang lebih jauh," papar Febrian dalam konferensi pers "the first Meeting of the Heads of National Regularoty Authorities (NMRAs) from the Organization of Islamic Cooperation (OIC)" di Jakarta, Senin (19/11/2018).

Kemlu melihat posisi OKI sebagai organisasi yang strategis karena mewadahi negara berkembang. OKI juga menyambung persaudaraan negara-negara dengan populasi Muslim yang besar.

Selain itu, bertemunya Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dari berbagai negara OKI merupakan perwujudan kerja sama di bidang pengembangan ilmu pengetahuan dan sosial budaya organisasi tersebut. Melalui transfer informasi dan teknologi, pertemuan tersebut diharapkan dapat membuat OKI lebih relevan karena isu kesehatan masih menjadi masalah yang dihadapi bersama.

"Kalau kita lihat, sebagian besar anggota OKI adalah negara berkembang dan isu utama yang mejadi perhatian salah satunya yang terkait dengan masalah kesehatan. Kelemahan negara berkembang adalah soal regulasi dan tidak semua memiliki badan pengawasan yang kuat seperti Indonesia," lanjutnya.

Saat ini, Indonesia telah memosisikan diri sebagai donor lewat mekanisme peningkatan kapasitas negara OKI lainnya. Sejauh ini, Indonesia telah melakukan asistensi pengawasan obat dan makanan ke sejumlah negara anggota OKI seperti Palestina, Tunisia, dan Yordania.

Peran sentral ini turut diamini oleh Kepala BPOM Penny K. Lukito yang mengatakan keunggulan Indonesia dalam hal regulasi obat dan makanan dapat menjadi modal penguatan kerja sama dengan negara lain, khususnya negara OKI.

"Pertemuan ini menjadi harapan bagi kita semua. Selain untuk kepentingan diplomasi, juga perdagangan dan industri. Yang terpenting adalah aspek pembangunan kesehatan karena menyangkut kemandirian akses obat dan vaksin," jelasnya.

Sejauh ini, 32 dari 57 delegasi negara OKI telah mengonfirmasi kehadiran di pertemuan yang juga akan dihadiri perwakilan Bank Pembangunan Islam (Islamic Development Bank/IDB) tersebut. Negara peserta rencananya akan mengeluarkan Deklarasi Jakarta yang berisi komitmen penguatan kerja sama pengawasan obat serta sebuah rencana aksi guna merealisasi kerja sama pada masa mendatang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bagikan

Tags :


Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro