Acara temu media dalam rangka Hari Pendengaran Sedunia di Gedung Kementerian Kesehatan, Jakarta, Jumat (22/3/2019)/Denis Riantiza M
Health

Begini Cara Observasi Pendengaran Bayi Baru Lahir

Denis Riantiza Meilanova
Sabtu, 23 Maret 2019 - 07:20
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA--Menderita gangguan pendengaran memiliki berbagai macam dampak, mulai dari gangguan komunikasi, psikologi, ekonomi, hingga sosial.

Gangguan pendengaran pada dasarnya dapat diminimalisir melalui upaya pencegahan dan pengendalian penyakit, terutama pada bayi atau tuli kongenital.

Wakil Ketua Penanggulangan Gangguan Pendengaran dan Ketulian (PGPKT) dr. Hably Warganegara, Sp.THT-KL mengatakan, tuli kongenital dapat terjadi pada bayi sejak lahir. Ketulian itu bisa diakibatkan karena bawaan seperti riwayat hamil atau riwayat lahir, bisa juga disebabkan karena infeksi.

Gejala yang terjadi adalah anak belum dapat bicara sesuai usianya. Bahkan berpotensi menimbulkan masalah lain seperti gangguan THT, dan psikologi.

“Tuli kongenital paling bahaya, jika tidak ditolong kemungkinan terjadi gangguan perkembangan kognitif, psikologi, dan sosial,” kata Hably pada temu media dalam rangka Hari Pendengaran Sedunia di Gedung Kementerian Kesehatan, Jakarta, Jumat (22/3/2019).

Anak akan mengalami gangguan proses bicara, gangguan perkembangan kemampuan berbahasa, gangguan komunikasi, gangguan proses belajar, dan perkembangan kepandaian.

Karena itu, kata Hably, yang perlu diketahui oleh bidan dan masyarakat adalah cara mendeteksi pendengaran bayi baru lahir secara sederhana. Bayi memang belum bisa berbicara, namun dia bisa menunjukkan refleks jika mendengar suara keras.

Cara observasi bayi umur 0-1 bulan terhadap suara dapat dilihat dari refleks bayi ketika mendengar suara keras atau disebut refleks moro (bayi kaget).

“Refleks moro itu kalau bayi tidak memakai bedong, tangannya seperti mau meluk, kaget,” kata Hably.

Ada juga tanda lain berupa auropalpebra atau mengejapkan mata, grimacing atau mengerutkan wajah, berhenti menyusu atau mengisap lebih cepat, bernapas lebih cepat, dan ritme jantung bertambah cepat.

“Jangan dites di depan bayi tapi di belakang bayi, biasanya kalau bayi mendengar klakson atau tepuk tangan dari belakang bayi, biasanya dia menunjukkan refleks. Nah, kalau refleksnya tidak ada segerakan kontrol ke fasilitas kesehatan untuk diperiksa,” katanya.

Deteksi gangguan pendengaran pada bayi baru lahir juga bisa dilakukan melalui skrining pendengaran bayi, yakni otoacoustic emissions (OAE). Hasil skrining ini sudah bisa memprediksikan apakah saraf pendengaran bayi sudah bagus atau belum. Namun sayangnya, belum semua rumah sakit di Indonesia menerapkan skrining tersebut pada bayi baru lahir.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan Cut Putri Arianie menambahkan, semakin dini deteksi tuli kongenital pada bayi, maka semakin baik.

“Kalau bisa ditemukan cepet di bawah 3 bulan koreksinya akan lebih baik sehingga pendengarannya meskipun tidak senormal yang tidak terkena, tapi minimal dapat dikoreksi dengan optimal,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bagikan

Tags :


Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro