Ilustrasi/Antara-Widodo S. Jusuf
Health

Biaya Pendidikan di Indonesia Tinggi, Pakar Ingatkan Agar Tidak Dikomersialisasi

Asteria Desi Kartika Sari
Kamis, 20 Juni 2019 - 17:46
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA--Pendidikan bisa menjadi salah satu hal penting untuk menciptakan masa depan anak terjamin. Namun, yang sering kali menjadi permasalahan adalah biaya pendidikan yang melambung tinggi di Indonesia.

Dilansir dari HSBC Global Report 2017, rata-rata orangtua mengeluarkan biaya untuk Pendidikan setiap satu anaknya mulai dari PAUD hingga sarjana mencapai Rp269 Juta. Jumlah ini menempatkan Indonesia di urutan ketiga setelah Singapura dan Malaysia di negara ASEAN.

Di dunia, Indonesia menempati urutan ke-13 sebagai negara dengan biaya pendidikan termahal di dunia. Bahkan biaya pendidikan di Indonesia lebih mahal dari pada biaya Pendidikan di Prancis yang hanya Rp237 Juta.

Urutan pertama biaya Pendidikan termahal adalah Hongkong Rp 1,8 Miliar, disusul dengan Uni Emirat Arab (UAE) Rp1,4 Miliar, Singapura Rp1 Miliar, USA Rp832 Juta, Taiwan Rp803 Juta, Tiongkok Rp610 Juta, Australia Rp518 Juta, Malaysia Rp362 Juta, UK dan Mexico Rp354 Juta, Canada Rp324 Juta, India Rp321 Juta, Indonesia Rp269 Juta, Egypt Rp240 Juta dan Perancis Rp237 Juta.

Mengingat biaya pendidikan yang tinggi, pengamat pendidikan Budi Trikorayanto menilai pemerintah telah meningkatkan beberapa layanan untuk membantu meringankan beban tersebut. Misalnya melalui program Indonesia pintar dan juga Kartu Jakarta Pintar.

Pagu anggaran untuk pendidikan dalam RAPBN 2019 dipatok senilai Rp487,9 triliun, atau naik 12,3% dibandingkan dengan pagu tahun ini senilai Rp434,6 triliun.

Adapun, anggaran pendidikan tahun depan tersebut mencakup belanja pusat senilai Rp158 triliun. Angka tersebut dibagi-bagikan ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sejumlah Rp36 triliun.

Selain itu, anggaran pendidikan 2019 mencakup dana transfer senilai Rp309,9 triliun yang teridiri atas dana alokasi umum untuk gaji dan tunjangan guru sejumlah Rp168,6 triliun, dana alokasi khusus fisik Rp18,7 triliun, dan dana alokasi khusus nonfisik Rp117,7 triliun. Adapun, biaya untuk pengembangan pendidikan nasional dipagu senilai Rp20 triliun.

Kendati begitu, menurut Budi, alokasi anggaran pendidikan tersebut harus digunakan secara optimal dan merata oleh pemerintah. Tak hanya itu, harapannya, dana tersebut dialokasikan tepat sasaran. Atau dapat membantu meningkatkan kualitas pendidikan dari sekolah negeri ataupun swasta yang kurang mampu.

“Anggaran sebesar itu mestinya digunakan dengan kreatif, bukan sekadar menaikan gaji dan memperbanyak ruang kelas,” katanya kepada Bisnis. Kamis (20/6/2019).

Lebih lanjut, dia menilai kenaikan biaya pendidikan secara signifikan hanya terjadi pada sekolah swasta. Menurutnya, hal tersebut dibutuhkan sebagai salah satu pembeda antara sekolah yang ditujukan untuk anak-anak kelas ekonomi menengah ke atas dengan ekonomi menengah ke bawah.

“Tapi memang mereka [sekolah swasta] tidak hanya menyiapkan fasilitas yang lengkap, tetapi juga menciptakan lingkungan bagi kelas mereka,” jelasnya.

Tak hanya itu, dia menegaskan sekolah baik negeri ataupun swasta dilarang untuk mengkomersialisasikan pendidikan. Ketika sekolah mengalami surplus dari biaya pendidikan yang melambung, biaya tersebut harus dikembalikan untuk urusan sekolah.

“Jadi biaya tersebut tidak boleh dinikmati oleh pengurus yayasan. Saya setuju apabila sekolah –sekolah swasta juga dilakukan audit. [Bagi pelanggar] Tapi memang belum ada sanksi yang tegas untuk itu,” jelasnya.

Menurutnya, apabila pemerintah benar-benar ingin menciptakan keadilan bagi pendidikan semestinya melakukan audit terhadap sekolah-sekolah berbiaya tinggi. Hal tersebut meminimalisir terjadinya komersialisasi pendidikan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bagikan

Tags :


Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro