Seorang peneliti bekerja di laboratorium pusat pencegahan dan pengendalian penyakit di Nanyang, Provinsi Henan, China tengah, pada 4 Februari 2020./Antara-Xinhua
Health

Berhasil Lindungi Paru-Paru Tikus, Ini Calon Kuat Obat Covid-19

Newswire
Jumat, 17 April 2020 - 17:32
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Tim peneliti di Emory University, Atlanta, Amerika Serikat, telah menemukan obat yang dapat mengubah cara dokter mengobati pasien positif terinfeksi virus Corona (Covid-19). Obat itu telah diuji pada tikus dan akan segera diuji klinis pada manusia.

Obat yang baru sebatas disebut EIDD-2801 tersebut menunjukkan harapan dalam mengurangi kerusakan paru-paru. Para peneliti di University of North Carolina-Chapel Hill Gillings School of Global Public Health disebut memainkan peran kunci dalam pengembangan EIDD-2801.

Ahli epidemiologi virus di Laboratorium Ralph Baric di universitas itu, William R. Kenan Jr., bekerja sama dengan peneliti di Vanderbilt University Medical Center (VUMC) dan lembaga nirlaba DRIVE untuk menguji obat yang ditemukan oleh para ilmuwan di Emory Institute for Drug Development (EIDD) itu.

Studi ini menemukan bahwa, ketika digunakan sebagai profilaksis, EIDD-2801 dapat mencegah cedera paru-paru yang parah pada tikus yang terinfeksi. EIDD-2801 adalah bentuk senyawa antivirus EIDD-1931 (yang ditemukan sebelumnya) yang tersedia secara oral; dapat diminum sebagai pil dan dapat diserap dengan baik untuk mencapai paru-paru.

Ketika diberikan sebagai pengobatan 12 atau 24 jam setelah infeksi dimulai, EIDD-2801 dapat mengurangi tingkat kerusakan paru-paru dan penurunan berat badan pada tikus. “Obat baru ini tidak hanya memiliki potensi tinggi untuk mengobati pasien Covid-19, tetapi juga tampaknya efektif untuk pengobatan infeksi virus Corona serius lainnya,” kata Kenan di laman Universitas Emory, dikutip Jumat (17/4/2020).

Dibandingkan dengan perawatan Covid-19 potensial lainnya yang harus diberikan secara intravena, EIDD-2801 berbeda karena dapat diberikan melalui mulut sebagai pil. Selain kemudahan perawatan, ini menawarkan keuntungan potensial untuk merawat pasien profilaksis, misalnya, di panti jompo di mana banyak orang telah terpapar tetapi belum merasakan sakit.

“Kami kagum pada kemampuan EIDD-1931 dan EIDD-2801 untuk menghambat semua virus Corona yang diuji dan potensi untuk pengobatan oral Covid-19," kata Andrea Pruijssers, peneliti utama bidang antivirus di Laboratorium Mark Denison--nama yang diambil dari peneliti yang pertama kali melaporkan bahwa EIDD-1931 memblokir replikasi spektrum luas virus Corona.

Pekerjaan ini, kata dia menambahkan, menunjukkan pentingnya dukungan National Institutes of Health (NIH) yang sedang berlangsung untuk penelitian kolaboratif untuk mengembangkan antivirus untuk semua virus pandemi. "Bukan hanya virus Corona,” katanya.

Kolaborator antarinstitusi ini didukung oleh hibah NIH melalui University of Alabama di Birmingham. Universitas yang satu ini juga melakukan pengembangan praklinis remdesivir, obat antivirus lain yang saat ini dalam uji klinis pasien Covid-19.

"Virus yang membawa mutasi resistansi remdesivir sebenarnya lebih rentan terhadap EIDD-1931 dan sebaliknya, memberi kesan bahwa kedua obat dapat dikombinasikan untuk kemanjuran yang lebih besar dan untuk mencegah munculnya resistansi,” kata George Painter, Direktur EIDD. 

Studi klinis EIDD-2801 pada manusia diperkirakan akan dimulai akhir musim semi tahun ini. Jika berhasil, obat ini tidak hanya dapat digunakan untuk membatasi penyebaran SARS-CoV-2 penyebab pandemi saat ini, tetapi juga dapat mengendalikan berjangkitnya virus Corona lain yang mungkin muncul di masa depan.

Seperti diketahui sudah ada tiga tipe virus Corona yang muncul dan menyebabkan wabah di dunia dalam 20 tahun terakhir. Sebelum Covid-19 adalah SARS dan MERS. 

“EIDD-2801 menjanjikan tidak hanya untuk mengobati pasien Covid-19 hari ini, tetapi juga untuk mengobati Coronavirus baru yang mungkin muncul di masa depan,” kata Timothy Sheahan, PhD, asisten profesor epidemiologi dan kolaborator di Baric Lab.

Sampai siang ini, virus Corona Covid-19 telah menjangkiti 2,1 juta orang di seluruh dunia, dengan 543 ribu di antaranya dinyatakan sembuh, dan 144 ribu meninggal.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Newswire
Editor : Andya Dhyaksa
Sumber : Tempo
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro