Bisnis.com, JAKARTA- Keberadaan museum selama ini dipandang sebagai tempat kurang menarik bagi pengunjung sehingga berbagai sarana dan fasilitas di dalamnya kurang terjamah masyarakat.
Padahal, peninggalan sejarah yang terdapat di museum memiliki nilai edukasi yang berlimpah. Hanya saja, konsep yang diusung dalam museum hingga kini masih menggunakan konsep abad 19 yang tak lebih hanya mengumpulkan dan pemajangan koleksi.
Perlu diakui, fungsi museum memang antara lain untuk mengoleksi, merawat, dan memamerkan karya peninggalan sejarah.
Persoalan yang muncul adalah bagaimana pihak museum menjelaskan secara mendetail ihwal informasi koleksi yang dimiliki museum kepada pengunjung.
Yudhi Soerjoatmodjo, Produser Akhir Pekan at Museum Nasional memiliki trik sendiri bagaimana dia menjaring pengunjung museum. Tak tanggung-tanggung, Yudhi menggaet Teater Koma, salah satu teater terbesar yang masih eksis di Indonesia.
Keduanya sepakat untuk membuat pertunjukan teater mini yang diambil dari inspirasi koleksi artefak yang ada. Naskah-naskah garapan tersebut dipentaskan setiap minggunya dengan durasi 15 menit.
Pementasan sendiri dimulai pada pukul 08.30, 09.30 dan 10.30 dengan jumlah penonton terbatas 40-100 orang.
Keterlibatan Yudhi dalam menggagas program tersebut berawal saat dia terlibat di British Council.
Dia saat itu menggarap proyek video mapping pada 2010 dan Mystery of Batavia pada 2011 di Museum Fatahilah Jakarta bekerja dengan Teater Koma.
Dia menilai sepak terjang Teater Koma memiliki tingkat profesionalitas yang tinggi. Lihat saja, dari sejumlah teater yang ada, Teater Koma dalam satu tahun bisa memproduksi beberapa karya.
Yudhi mengklaim, selama program Akhir Pekan at Museum, jumlah pengunjung museum naik hingga 50%. Sebuah pencapaian yang cukup fantastis jika dibandingkan dengan jumlah sebelumnya.
Meskipun, lanjutnya, dia sendiri tidak tahu persis berapa jumlah pengunjung secara utuh.
“Tetapi sejak September 2013, pengunjung yang datang ke Museum Nasional sudah mencapai 2.000 orang. Belum lagi yang lihat di internet. Jika ditotal sudah hampir 7.000 orang. Karena mau gak mau media sosial akan lebih luas,” ujarnya kepada Bisnis.
Konsep program Akhir Pekan at Museum garapannya dibuat berbentuk organisasi. Dia tidak ingin membangun komunitas seperti museum pada umumnya, lantaran dia menilai komunitas atas nama museum sudah sangat banyak.
Justru, katanya, pihaknya mencoba untuk menjebatani ketika sebuah museum ingin mengadakan event untuk menarik pengunjung.
Seperti diketahui, Museum Nasional memiliki lebih dari 140.000 koleksi sejarah. Dia tidak ingin kondisi seperti kebanyakan museum di Indonesia yang hanya memajang koleksiannya tanpa bermanfaat untuk orang banyak.
Yudhi punya pengalaman ketika dirinya berada di posisi sebagai pengunjung yang dipandu kurator museum.
Menurutnya, banyak cerita menarik dari museum untuk diangkat dalam sebuah event dari koleksi sejarah. Dia mengatakan setiap koleksi bisa digali untuk diinformasikan ke pengunjung yang tentunya bisa lebih menarik
Yudhi menambahkan salah satu pekerjaan rumah yang harus diselesaikan pihak museum adalah cara bagaimana berkomunikasi dengan pengunjung.
Informasi dan ilmu pengetahuan yang ada di museum menjadi kabur jika proses interaksi pihak museum dengan pengunjung tidak tersampaikan.
Selama ini, lanjut Yudhi, kelemahan museum di Indonesia hanya mengandalkan pemandu yang seolah merekam dan menjelaskan informasi seadanya kepada pengunjung.
Para pemandu tidak memiliki kedalaman pengetahuan yang dimiliki seperti kurator museum. Yang lebih disayangkan, pihak kuratornya pun tidak terlibat untuk menjelaskan koleksi apa yang dimiliki museum.
“Story telling skill pihak museum masih kurang. Sehingga pengunjung banyak yang kurang tertarik. Padahal dari segi sumber daya manusia, museum memiliki antropolog, arkeolog, sejarawan dan ahli rawat. Untuk itu program Akhir Pekan at Museum berindikasi menggaet pengunjung lebih banyak lagi,” paparnya.