Bisnis.com, JAKARTA - Sudah menjadi rahasia umum bahwa semakin banyak warga Indonesia yang kecanduan gadget.
Komunikasi via ponsel pintar maupun media sosial saat ini seolah-olah menggantikan bentuk komunikasi riil antarmanusia, bahkan pada mereka yang berasal dari lingkungan sosial yang sama.
Candu gadget itu pula yang banyak ditengarai sebagai penyebab merenggangnya hubungan personal antaranggota keluarga. Bahkan, semakin banyak interaksi tatap muka dan dari hati ke hati antarkeluarga yang tergeser oleh komunikasi via teknologi informasi (TI).
Banyak orang tua yang lebih mementingkan perkembangan yang terjadi di ponsel mereka, mulai dari bangun tidur hingga akan tidur lagi, ketimbang meluangkan waktu untuk sekadar berbincang langsung dengan buah hatinya. Demikian pula sebaliknya.
Berdasarkan penelitian Global Web Index, dari total 248,64 juta warga Indonesia, 55 juta di antaranya merupakan pengguna internet. Itu berarti penetrasi internet di negara ini telah mencapai 27%.
Sementara itu, pengguna media sosial (medsos) di Tanah Air menembus sekitar 43,81 juta jiwa. Itu berarti penetrasi medsos di Indonesia telah mencapai 18%.
Adapun, total pelanggan provider ponsel mencapai 269,98 juta. Itu berarti penetrasinya menyentuh 109%.
Psikolog klinis dan forensik Kasandra Putranto mengungkapkan orang Indonesia sangat terkenal gemar menghabiskan waktu menggunakan smartphone dan sangat aktif di jejaring media sosial dibandingkan dengan rerata orang dari luar negeri.
Di luar negeri, ketika orang tua bertemu dengan anaknya, mereka akan meninggalkan handphone sejenak untuk berinteraksi dengan anaknya.
"Di sini sebaliknya, baik anak maupun ortu masing-masing sibuk dengan HP-nya saat ketemu. Masing-masing punya minimal satu gadget," tuturnya.
Ditemui di sela-sela kampanye Lovermula dari PT Combibphar di Jakarta Pusat belum lama ini, Kasandra tidak menyangkal bahwa gadget memang mempermudah komunikasi, kehidupan sosial, serta akses terhadap informasi dengan cepat.
Namun, gadget juga dapat menimbulkan efek ketergantungan serta membuat seseorang menjadi lupa dengan sekelilingnya, termasuk dengan keluarga, pasangan, dan teman-temannya sendiri.
"Kecanduan gadget ini pula yang menyebabkan tradisi menjenguk kerabat maupun keluarga yang sedang sakit tergantikan oleh tren mengirim pesan get well soon atau sejenisnya," tutur pemilik PT Kasandra Persona Prawacana itu.
Di kota besar, memudarnya budaya menjenguk dan memberi perhatian kepada keluarga yang sedang sakit turut dipicu oleh faktor kesibukan dan kemacetan, konflik di dalam tubuh keluarga itu sendiri, maupun nosocomephobia (phobia rumah sakit).
Padahal, menurut Kasandra, perawatan yang disampaikan dengan kasih sayang dan kehangatan dalam keluarga merupakan faktor krusial yang dapat mempercepat proses penyembuhan seseorang yang tengah sakit.
Orang yang sedang sakit pada umumnya akan mengalami kemunduran performa secara fisik, mental, maupun sosial. Nah, pada saat itulah dia membutuhkan perhatian langsung. Bukan sekadar dijenguk, tapi kehangatan, kepedulian, dan dukungan secara mental.
Kehangatan dan kasih sayang keluarga berimplikasi langsung terhadap proses penyembuhan. Sebab, keduanya dapat menurunkan tekanan darah dalam kondisi stress, memperbaiki kesehatan lebih cepat dari efek obat, dan menurunkan keparahan penyakit hingga 16%.
Sementara itu, Vice President Consumer Health & Wellness Combiphar Weitarsa Hendarto menambahkan dalam proses penyembuhan, seseorang membutuhkan kombinasi perawatan obat yang tepat dan sentuhan perhatian dari orang-orang terekat, khususnya keluarga.
"Penting bagi kita untuk memberikan kehangatan, perhatian, dan kasih sayang yang tulus dengan orang atau lingkungan sekitar, terlebih ketika orang yang kita cintai sedang jatuh sakit. Jutaan pesan melalui gadget tidak akan bisa menggantikan kehangatan itu," tuturnya.
Dia mengatakan keluarga memiliki peran besar dalam proses penyembuhan, karena keluarga dapat memberikan dukungan emosional yang membantu pasien untuk mengatasi tekanan penyakitnya, dan membantu meringankan stress yang disebabkan oleh penyakit.
"Selain itu peran keluarga juga dapat membuat konteks praktis, sosial, dan emosional untuk perawatan diri, sehingga memudahkan pasien dalam mencapai pemulihan kesehatan mereka," imbuhnya.
Jadi, jika selama ini Anda masih abai dengan interaksi riil antaranggota keluarga, sebisa mungkin mulai sekarang upayakan perubahan.
Jadikan komunikasi dan dukungan emosional sebagai value keluarga yang tidak bisa tergantikan oleh gadget dan medsos.