Bisnis.com, JAKARTA – Kurangnya kesiapan menghadapi erupsi Gunung Bromo dinilai ikut berkontribusi terhadap penurunan kunjungan wisatawan ke kawasan tersebut.
Ketua Digdoyo Badan Pimpinan Cabang Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI)Kabupaten Probolinggo Digdoyo Djamaludin mengakui meskipun tanda-tanda erupsi sudah terlihat jauh-jauh hari, pada kenyataannya kesiapan menghadapi hal tersebut masih kurang.
Di saat perlu adanya promosi terpadu dan berkesinambungan, peraturan yang dikeluarkan oleh Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) justru berbenturan dengan kepentingan wisata.
“Yang saya tahu waktu pertama gempa tremor, skalanya masih 3-16, ini sudah dikatakan aktif tremor, gempa, digambarkan sangat menakutkan. Padahal 30 itu baru dikatakan awas. Ini belum sampai sana,” kata Digdoyo.
Informasi yang menyebutkan bahwa Bromo ditutup tidak memberi informasi tambahan bahwa para wisatawan tetap dapat menikmati matahari terbit Bromo di radius yang aman. Kendati terdapat larangan untuk memasuki kawasan 2,5 Km dari bibir kawah, masih terdapat sejumlah view point yang masih aman.
Bromo yang masuk wilayah beberapa kabupaten yaitu kab. Probolinggo, kab. Pasuruan, kab. Lumajang, dan kabupaten Malang memiliki beberapa view point aman diantaranya Seruni point, Mentigen, B29, Bukit Cinta, serta Bukit King Kong.
Gunung Bromo, yang masuk ke dalam kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) saat ini mendapatkan predikat sebagai salah satu gunung terindah di dunia oleh situs lonelyplanet.com. Peringkat satu masih dipegang oleh Gunung Elbrus di Rusia, kedua adalah Gunung Olympus di Yunani, dan ketiga adalah Gunung Bromo.
Sementara itu, siklus erupsi 5 tahunan di Gunung Bromo juga berpeluang mendapatkan predikat lain, yaitu kepulan asap gunung berapi terindah di dunia. “Fenomena langka yang ada di Bromo sekarang ini sebetulnya membuat banyak sekali wisatawan asing antusias datang ke sini. Inilah sebenarnya saat- saat yang indah untuk menikmati Bromo.”