Ilustrasi pertunjukkan teater/dok mainteater
Show

Teater Tritik Segaris Putih: Harapan yang Sulit Tergapai

Tisyrin Naufalty Tsani
Jumat, 19 Februari 2016 - 15:00
Bagikan

BERITA tentang kekerasan dan radikalisme seringkali menghiasi layar televisi. Hal-hal semacam itu mungkin saja terjadi karena masalah psikologis yang mendera seseorang, sehingga memicunya untuk berbuat sesuatu yang membahayakan bagi dirinya sendiri maupun orang lain.

Seperti yang terlihat dalam pementasan teater berjudul Tritik Segaris Putih di Bentara Budaya Jakarta belum lama ini, yang berkisah tentang bapak tua yang ditinggal mati istrinya.

Dia tinggal bersama ketiga anaknya yang semuanya adalah perawan tua. Keadaan ekonomi sang bapak sudah jatuh, membuatnya harus berkorban nyawa demi anak-anaknya. Dia pun mati karena minum racun, dan membakar tempat tinggalnya agar anak-anaknya mendapatkan uang untuk bekal masa depan dari asuransi kebakaran.

Menurut Sutradara Tritik Segaris Putih Fathul A. Husein, ada banyak faktor mengapa masalah psikologis dapat timbul dan mengganggu kehidupan seseorang, misalnya saja bermula dari kondisi rumah tangga atau adanya krisis spiritual. Jika seseorang mengalami masalah psikologis, bukan tidak mungkin dia akan membuat keputusan-keputusan tak terduga dalam hidupnya.

“Kalau diteropong dengan seksama, saya kira apa yang terjadi dalam drama mungkin saja ditemukan dalam masyarakat,” kata Sutradara Tritik Segaris Putih Fathul A. Husein belum lama ini.

Karenanya, Fathul mengingatkan agar dalam menjalani kehidupan sehari-hari, perlu untuk ‘meraba’ psikologis masing-masing untuk mengenali masalah yang ada.

Pertunjukan tersebut dipersembahkan oleh Neo Theatre  Bandung. Para pemainnya adalah aktor senior Eka Gandara W. K (Kartawijaya), yang bersanding dengan Retno Dwimarwati (Anastasia), Dedi Warsana (Letnan Hardi), Zulfa Laila (Tiara), Elly Martini (Anita), dan Joko Kurnain (Koswara).

Anggota tim lain yang terlibat adalah Andreas D. Bolo sebagai Pimpinan Produksi, Joko Kurnain dan Yadi Mulyadi sebagai Penata Artistik, Rusli Kustaman sebagai Penata Musik, dan sebagainya.

Tritik Segaris Putih adalah sebuah karya saduran. Fathul sendiri yang menyadurnya dari naskah berjudul asli Facing Death karya August Strindberg. Bagi pria kelahiran Majalengka, 5 Maret 1970 in, judul Tritik Segaris Putih menggambarkan sebuah pengharapan yang ‘jauh’ di sana, semacam misteri yang tak terungkap.

Keluarga yang terjerat kemiskinan dalam kisah yang dipentaskan, tentunya menginginkan sesuatu yang lebih baik, tetapi sesuatu tersebut seakan-akan sangat sulit untuk digapai.

Pertunjukan itupun berhasil mengingatkan kepada penonton agar tak lupa untuk menilik sisi psikologis diri sendiri, demi menemukan masalah apa yang tersimpan. Jika masih ada waktu, dapat memperbaiki masalah agar tidak berujung pada hal-hal yang berbahaya.

Selama menyiapkan Tritik Segaris Putih setidaknya tiga bulan, salah satu tantangannya bagi Fathul adalah merayu Eka Gandara W. K agar bersedia berakting kembali, pria itu terakhir tampil di panggung pada 1994.

Tantangan lainnya adalah mencari pemain pengganti untuk tokoh Tiara, yang akhirnya diperankan Zulfa Laila. Padahal menurut Fathul, dari segi usia dan penampilan, sosok Zulfa kurang tepat.

“Zulfa terlalu muda usianya,” kata pendiri kelompok teater Actors Unlimited dan Neo Theatre. Untungnya hal itu tidak terlalu kentara karena Zulfa berhasil memainkan perannya dengan baik.

Sebelum Tritik Segaris Putih, Fathul pernah menyutradarai antara lain Kembara Kelam / saduran bebas lakon otobiografi Long Day’s Journey Into Night (Eugene O’Neill, 2012), lakon kontemporer Klitemnestra (Tadashi Suzuki, 2012), dan Kuburan Laut / Riders to the Sea (John Millington Synge, 2013).  

Tritik Segaris Putih bercerita tentang kehidupan keluarga Kristen. Bagi pemainnya, ini merupakan tantangan tersendiri untuk mempelajari ciri khas mereka. “Saya banyak nonton film agar memahami kuatnya ciri khas keluarga kristen,” kata salah seorang pemain Retno Dwimarwati.

Dari segi penampilan, para aktris yang pada kehidupan nyata berjilbab juga harus menyiasati penampilan agar tetap tertutup, misalnya dengan menggunakan rambut palsu.

Pertunjukan malam itu diakhiri dengan suasana kebakaran yang tercipta lewat permainan cahaya berwarna jingga dan efek asap yang menegangkan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bagikan

Tags :


Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro