TERKADANG para seniman dapat menemukan inspirasi dari hal-hal sederhana yang ada di dalam kehidupan sehari-hari. Salah satunya adalah dari seporsi mie instan.Ya, siapa sangka makanan yang populer di Indonesia itu dapat menjadi ide dibalik sebuah karya brilian?
Mie instan merefleksikan pola kehidupan manusia modern, yang ingin segala sesuatunya terjadi secara cepat dan mudah. Budaya Apa-apa maunya instan itu pula yang menjadikan konsumsi mie instan di Tanah Air hampir menyamai nasi sebagai makanan pokok.
Berangkat dari fenomena sosial tersebut, kurator muda komunitas Makmur Project Arga Aditya menghelat pameran seni rupa bertajuk Mie Kirin Indonesia, yang merupakan kolaborasi dari enam seniman muda asal Jakarta, Semarang, Surabaya, dan Jogja.
Pameran yang dihelat di House of Sampoerna, Surabaya itu kental akan nafas pesimisme dan sinisme terhadap budaya instan tersebut. Semuanya diramu ke dalam 11 karya artistik, baik berbentuk lukisan, desain grafis, maupun instalasi penuh warna.
Salah satu karya yang dipamerkan adalahSurvivor, karya Danni Febriana. Lukisan dari charcoal di atas kanvas itu menggambarkan potongan tubuh seorang lelaki gagah, yang berdiri hening di antara bulu putih halus yang beterbangan.
Menurut Danni, karyanya merefleksikan tingkat konsumsi mie instan yang begitu tinggi di Indonesia, sehingga masyarakatnya terus menjadi korban ketergantungan derasnya arus impor pangan, khususnya gandum.
"Bagaimanapun, manusia adalah pelaku sekaligus korban. Permintaan atas gandum tidak akan begitu meningkat apabila masyarakatnya tidak konsumtif. Keadaan itulah yang membuat masyarakat Indonesia ketergantungan impor pangan," jelasnya.
Lebih lanjut, dia melihat impor gandumyang merupakan bahan dasar mie instansebagai sesuatu yang membuai lembut bagaikan bulu putih, tetapi terus menghujam tubuh manusia. Namun, sampai kapan manusia tersebut akan terus bertahan?
Tumpah ruahnya pencitraan dari dinding layar televisi memang sangat menggiurkan bagi masyarakat konsumtif. Media seakan menjadi pusat keyakinan baru bagi masyakarakt global. Mereka pun turut menjadi promotor kebutuhan produk mie instan di Indonesia.
Karya lainnya adalahToo Easy to Be Hard, Its You? Milik Dien Firmansyah. Karya ini bercerita tentang pemuda masa kini yang terbuai dengan banyaknya kemudahan, yang menghipnotis banyak orang menjadi pecandu barang-barang instan.
Ada juga karya Replika Altar dari Ragil Surya, yang merupakan sebuah instalasi berbentuk altar sebagai gambaran fenomena konsumtif yang semakin jauh dari logika. Karya ini mengajak penikmatnya untuk menciptakan ruang renung guna melepas nafsu duniawi.
"Saya inign mengajak orang-orang untuk menciptakan ruang tenangnya kembali. Ruang ini menjadi simbol rasa syukur atas limpahan kekayaan hasil bumi Indonesia, sekaligus otokritik tentang suburnya impor gandum di negara ini," tegas Ragil.
Dia pun menyangkutkan karyanya dengan pendekatan sejarah, di mana mie instan dianggapnya sebagai buah yang dilahirkan dan dibangun demi kepentingan politik proyek pangan semasa orde baru.
Karya-karya lainnya yang tidak kalah kritis adalah Disturbing Picture dari Muchlis Fahri,Tuntutlah Ilmu Sampai ke Negeri China dari Byba Dolby S., serta Biasa dari Devy Ika N, yang kesemuanya menggambarkan pola konsumtif masyarakat Indonesia.
Tidak hanya mengkritik, para seniman tersebut juga berupaya memberikan solusi mereka dalam bentuk karya. Selain itu, mereka juga membentuk ruang komunikasi dengan warga dan pengunjung selama pameran berlangsung sepanjang 4-26 Maret.
Melalui karya-karyanya, mereka ingin mengajak masyarakat untuk meningkatkan penggunaan bahan pangan lokal, seperti beras, ketela, dan singkong dalam kehidupan sehari-hari.
Proyek ini dibentuk pada Agustus 2015 dan dipelopori berbagai seniman, akuntan, dan kurator. Tujuannya untuk mengulas berbagai fakta menarik dibalik fenomena populer masyarakat Indonesia, kata sang penggagas, Arga Aditya.
Selain itu, pameran tersebut juga merupakan perwujudan kepedulian generasi muda terhadap bangsanya sendiri. Setiap proyek yang diangkat melalui tahap observasi dari semua pihak yang terlibat, sebelum akhirnya dipresentasikan dalam bentuk pameran seni rupa.