Bisnis.com, JAKARTA - Pernahkah Anda mendengar Bojonegoro pernah masuk dalam deretan daerah termiskin di Jawa Timur? Ya, Bojonegoro memang pernah masyhur karena kemiskinannya sejak masa kolonial Belanda.
Bahkan, sejarawan Australia C.L.M. Penders menyebutnya sebagai endemic poverty. Kemiskinan Bojonegoro kala itu menjadi studi kasus dalam tulisannya berjudul Bojonegoro: 1900-1942: A Story of Endemic Poverty in North East Java.
Buku tersebut di antaranya mencatat bahwa orang Bojonegoro tidak memiliki jiwa entrepreneur, tidak bisa memanfaatkan modal, serta tidak memiliki pemikiran ekonomi atau bisnis.
Namun, siapa sangka dari daerah miskin, Bojonegoro telah bertransformasi menjadi salah satu daerah dengan perkembangan yang pesat. Pada 2011, pertumbuhan ekonomi mencapai 9,19% atau tertinggi di Provinsi Jawa Timur, juga melampaui pertumbuhan ekonomi Jawa Timur yang saat itu sebesar 7,22%.
Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Rhenald Kasali mengupas proses transformasi Bojonegoro dalam buku terbarunya berjudul Curse to Blessing: Transformasi Bojonegoro Melawan Kutukan Alam. Melalui buku ini, Rhenald menunjukkan Bojonegoro mampu melawan kutukan sumber daya alam berupa potensi migas yang besar. Tanpa tata kelola yang baik, potensi sumber daya alam justru dapat menjadi bencana bagi warganya, bukan lagi berkah seperti yang seharusnya.
Buku setebal 223 halaman itu, bertutur pada kisah Bojonegoro yang bergulir dari kemiskinan yang parah, lalu sejahtera, dan apa yang dilakukan untuk mempertahankan kesejahteraan itu. Rhenald menjelaskan bukan kekayaan alam yang mampu membuat suatu daerah bisa maju dan memberikan kontribusi bagi masyarakatnya.
Namun, ada inovasi dan kreativitas yang terletak di pimpinannya, yakni leadership yang mumpuni. Ini tentu tidak lepas dari adanya mekanisme yang memungkinkan orang-orang terbaik terpilih sebagai pemimpin. Perlu juga kekuataan leadership yang memungkinkan seseorang menjalankan misinya, yaitu perubahan. Hal ini dilihat dari Bojonegoro.
Lima masalah utama yang dihadapi Bojonegoro kala itu seperti jalan rusak, infrastruktur pertanian rusak dan harga pupuk tidak stabil, pendidikan rendah dengan fasilitas yang kurang, angka harapan hidup rendah dan pelayanan kesehatan minus, serta persepsi publik pada pemerintah adalah korup.
Pembangunan sumber daya nanusia, disebut Rhenald, menjadi kunci pesatnya perkembangan Bojonegoro. Misalnya, dengan memberikan beasiswa Rp2 juta kepada tiap siswa, adanya peluang bagi siswa SMK berprestasi mendapatkan beasiswa sekolah ke luar negeri. Pembangunan SDM tidak hanya dilakukan pada masyarakatnya, tetapi juga aparat pemerintah.
Pertumbuhan ekonomi juga ditentukan dengan nilai yang diusung masyarakatnya. Nilai ini ditanamkan melalui Dialog Jumat yang rutin digelar untuk masyarakat menyampaikan keluhannya.
Rhenald Kasali tidak hanya merangkum wawancara dengan Kang Yoto, Bupati Bojonegoro, dalam buku ini. Dia menambahkan, studi kasus di beberapa daerah dan negara lainnya. Meski dalam beberapa bagian penulis menyampaikan beberapa teori, tetapi akan mudah dipahami karena ditulis dengan gaya naratif.
Judul Buku: Curse to Blessing: Transformasi Bojonegoro Melawan Kutukan Alam
Penulis: Rhenald Kasali
Penerbit: Penerbit Mizan
Tebal: 223 halaman
Cetakan: Pertama, November 2016
ISBN: 978-979-433-988-6