Bisnis.com, JAKARTA - Selama ini batik identik dengan Jawa Tengah dan DI Yogyakarta. Padahal, banyak daerah lain di Pulau Jawa yang memiliki keragaman karya batik yang tidak kalah menarik untuk diekspose. Salah satunya adalah Jawa Timur.
Tak banyak yang tahu bahwa provinsi beribukota Surabaya itu diam-diam memiliki perkembangan industri batik yang bergairah, dan tidak kalah kompetitif dari mitra-mitra mereka di Jawa Tengah dan DIY.
Tidak hanya itu, batik-batik dari Jawa Timur memiliki daya tarik seni yang tidak kalah bernilai. Berangkat dari niat untuk saling berbagi mengenai perkembangan batik tulis di Jawa Timur, Komunitas Batik Lukis Jawa Timur menggelar pameran bertajuk Laras.
Pameran yang digelar di galeri House of Sampoerna sepanjang 7—29 April tersebut menyibak kekayaan budaya dan industri batik, khususnya dari tiga kota di Jatim, yaitu; Madiun, Ponorogo, dan Surabaya.
Selama ini, ketiga kota tersebut memang tidak dikenal luas sebagai kota batik. Namun, bukan berarti para seniman batik di kota-kota tersebut turut mati suri. Terbukti, melalui pameran tersebut, 10 pembatik lukis asal Jatim mampu mempresentasikan 30 karya batik lukis apik.
Para anggota Komunitas Batik Lukis Jatim itu a.l. Basuki Ratna K, Firman Batik Teyeng, Guntur Sasono, Heru Susanto, Imam Subandi, Pengky Gunawan, Prima Amri, Suharwedi, Tjiplies Pudji Lestari, dan Yudi.
Dalam pergelaran yang mereka helat, tema Laras dipilih sebagai refleksi peleburan presepsi dalam seni, sehingga tercipta kolaborasi estetika dalam berkarya. Masing-masing pembatik memberi kontribusi ragam latar belakang yang berbeda dalam penciptaan motif khas.
“Tidak seperti umumnya batik konvensional, pengerjaan karya batik lukis yang dipamerkan mengeksplorasi media yang beragam serta teknik membatik kontemporer yang berbeda-beda,” papar Tjiplies.
Dalam pameran tersebut, pembatik asal Surabaya itu menampilkan karya yang cukup unik. Alih-alih melakukan proses pencelupan selayaknya teknik pewarnaan pada batik konvensional, Tjiplies menggunakan kuas untuk menorehkan motif floral di atas kain sutra.
“Proses lorot yang diaplikasikan pun tidak selamanya mengikuti metode konvensional. Saya memanfaatkan panas dari setrika sebagai alternatif cara me-lorot-kan malam, yaitu dengan menggunakan alat kertas koran di atas kain sutra bermalam sebelum disetrika,” jelasnya.
Di lain pihak, Firman Batik Teyeng lebih mengeksplorasi motif-motifnya dengan medium kain dan peralatan yang telah terpengaruh proses oksidasi alias berkarat. Secara unik, dia menggunakan besi berkarat untuk mencetak motif pada kain mori basah.
Hasilnya, dia menciptakan karya batik bermotif abstrak yang unik dan segar. Menurutnya, proses pengaratan pada logam yang tidak terprediksi justru menjai tantangan menarik untuk dieksplorasi seluas-luasnya guna menciptakan aksen tabrak warna pada pola batik.
Sekadar catatan, Komunitas Batik Lukis Jatim dimotori oleh Guntur Sasono, Nusa Amin, dan Prima Amri. Meskipun demikian, saat ini jumlah anggota komunitas tersebut telah berkembang pesat hingga puluhan orang.
Adapun, Laras menandai kali kedua komunitas tersebut menggelar pameran karya batik asli Jatim. Melalui pameran terbarunya, mereka berharap agar masyarakat membuka wawasan baru tentang batik.
Sebab, batik tidak hanya bisa dimanfaatkan untuk sandang, tetapi juga sebagai sarana mengekspresikan diri terhadap kecintaan nilai-nilai seni dan tradisi bangsa.