Bisnis.com, MANGUPURA - Indonesia Pavilion membuat ajang Annual Meeting IMF-World Bank Group 2018 di Nusa Dua seolah memiliki dua sisi dunia yang kontras. Di luar area dan venue pertemuan, semua terasa formal dan berjalan cepat.
Namun, di dalam pavilion ini dunia seakan berjalan lambat dan lebih manusiawi. Suasana perumahan tradisional dan tampilan foto-foto tentang Indonesia seakan memanggil pengunjung untuk berhenti dan menikmati bahkan membayangkan keindahan Indonesia.
Indonesia Pavilion memang menjadi sebuah oase bagi delegasi bahkan awak media. Bangunan semi permanen di areal Westin Hotel ini memiliki luas 2.700 meter persegi. Dibangun dengan konstruksi menggunakan bahan baku bambu dan kayu. Total membutuhkan sebanyak 2.000 unit bambu untuk membangun area ini.
Indonesia Pavilion menampilkan banyak hal menarik tentang Indonesia dari segi pembangunan, bisnis, proyek-proyek strategis nasional, wisata hingga kekayaan seni budaya serta kerajinan tangan khas Indonesia. Tak hanya itu, berbagai faktor pendukung investasi yang dapat menarik para investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia juga ditampilkan
Di dalamnya, kita akan melihat miniatur keberhasilan Indonesia. Ada area tematik seperti BUMN hall, area workshop, pameran, VIP lounge, coffee shop hingga Invesment lounge. Ketika masuk, kita akan melihat penawaran peluang investasi di seluruh Tanah Air. Masuk lebih ke tengah, akan melihat sebuah konstruksi berbahan batu bata yang ditengahnya terdapat seorang pembatik.
Lebih ke dalam lagi, karya-karya milik BUMN seperti miniatur jembatan hingga produk militer dipamerkan. Menjorok lebih ke dalam lagi, terdapat perajin topeng, batik dan tenun Sumba.
Arsitek Han Awal n Partner Resha Khambali menuturkan Indonesia Pavilion dibangun selama 25 hari dari idealnya 3-4 bulan. Han Awal n Partner dan BUMN konstruksi yang membangun, sedangkan principalnya adalah Yori Antar.
"Ini seperti Roro Jonggrang, kami sangat apresiasi untuk membangun Indonesia Pavilion ini," jelasnya kepada Bisnis, Selasa (9/10/2018).
Konsep arsitektur Indonesia Pavilion adalah mengenalkan jati diri Indonesia sebagai negara yang kaya akan keragaman budaya. Model konstruksinya dibuat berbeda dengan gaya stan pameran instansi pemerintah. Resha menjelaskan semua ukiran dan bahan baku terbuat dari alam dan bisa didaur ulang.
Bahan baku kayu juga spesifik dari bambu yang pertumbuhannya tidak menbutuhkan jangka waktu berpuluh tahun untuk tumbuh lajimnya pohon di hutan. Arsitek dan konstruktur Indonesia Pavilion juga sudah memikirkan paska perhelatan akan dapat digunakan di tempat lain.
Paviliun ini diharapkan menjadi jendela pertama bagi delegasi yang hadir dan mengenal Indonesia secara singkat. Sebanyak 150 pelaku UMKM dari 64 kabupaten kota seluruh Indonesia dilibatkan untuk memamerkan karyanya. Salah satunya adalah tenun dari Klungkung yang per lembarnya dijual seharga Rp9 juta.
Menteri BUMN Rini Soemarno menegaskan paviliun ini merupakan hasil kolaborasi BUMN dan Bekraf. Keberadaanya guna mengenalkan Indonesia kepada delegasi 189 negara.
"Kamu ingin mempresentasikan kepada visitor melihat sekilas bagaimana kekayaan dan cantiknya Indonesia dan kemampuan Indonesia," jelasnya usai mengunjungi paviliun.
Staf Khusus I Menteri BUMN Sahala Lumban Gaol memaparkan Indonesia tidak hanya akan berupaya menjadi tuan rumah yang baik dalam ajang Annual Meeting IMF & World Bank Group 2018, tetapi juga mempromosikan sejumlah prestasi sebagai negara.
Seluruh keberhasilan tersebut akan ditampilkan dalam Indonesia Pavilion yang akan menyuguhkan berbagai hal tentang pembangunan, bisnis, proyek-proyek strategis, kawasan wisata, seni budaya hingga kerajinan Indonesia.
"Kami ingin menceritakan bahwa Indonesia ini sudah maju dan merupakan negara besar dengan kemajuan infrastruktur. Kami ingin orang Indonesia bangga dengan semua keberhasilan ini," jelasnya.
Apapun motivasi pembanguannya, Indonesia Pavilion telah mengadopsi pedoman hidup orang Jawa, yakni Ngelmu Pring atau belajar dengan bambu.
Salah satu kutipan yang dipopulerkan grup musik asal Jawa demikian, “Pring kuwi suket, dhuwur tur jejeg rejeki seret ora usah podo buneg”. Artinya adalah, walaupun bambu adalah masuk dalam keluarga rumput namun dapat berdiri tegak, walaupun rejeki sedang seret hendaknya jangan terlalu suntuk.
Bambu dianggap sebagai representasi menjalani hidup. Akarnya yang kuat bisa dimaknai hidup harus tegar, batangnya yang lentur bisa dijadikan pedoman manusia harus terus lentur untuk beradaptasi. Peran Indonesia di kancah ekonomi global juga seperti bambu, yang lentur, adaptif tetapi memiliki akar kuat budaya dan dibutuhkan dalam ajang Annual Meeting IMF-World Bank Group 2018.