Bisnis.com, JAKARTA - Di dalam proses lelang, harga dari barang atau produk yang dilelang tersebut sering kali sangat fantastis bahkan lebih mahal daripada harga produk itu sendiri.
Kurator dan kolektor Agus Dermawan mengatakan mahalnya harga lelang suatu barang dipicu oleh sejumlah faktor.
Pertama historiografi atau perjalanan sejarah dari benda tersebut. Kedua, tokoh yang ada di balik barang tersebut. Ketiga, keunikan dari konten atau produk yang dilelang.
Agus menyoroti mahalnya surat fisikiawan dunia Albert Einstein. Dikutip dari Reuters, salah satu tulisan tangan Einsten yang memperdebatkan konsep agama, Tuhan, dan pencarian makna.
Tulisan tangan yang disebut sebagai “Surat Tuhan” oleh Balai Lelang Christie tersebut akan ditawarkan sekitar US$1 juta hingga US$1,5 juta atau Rp22,5 miliar pada saat lelang 4 Desember mendatang di New York, Amerika Serikat.
“Selain karena sejarah dan ketokohan Einstein, karya itu mahal karena ada keunikan. Mungkin selama ini Einstein dikenal sebagai ilmuan yang menulis tentang teori fisika tetapi ketika dia menulis sesuatu yang terkait agama, maka itu menjadi unik dan menjadi daya tarik,” tuturnya.
Agus menuturkan biasanya pihak yang berani untuk membeli barang lelang dengan harga fantastis merupakan seseorang yang memiliki satu tujuan tertentu.
Misalnya menjadikan koleksi untuk dimasukan dalam museum pribadi yang suatu saat akan dipublikasikan kembali oleh si pemilik.
“Nggak mungkin dia akan menyimpan barang tersebut pasti akan muncul lagi sebagai suatu asset dari koleksi yang akan dipublikasikan. Ketika dipublikasikan akan memberi kenangan pada kolektor tersebut bahwa dia membelinya seharga nilai tertentu,” ujarnya.
Selain itu, bisa saja suatu saat karya tersebut akan dilelang kembali sehingga koleksinya tersebut bisa menjadi asset. Apalagi biasanya koleksi berupa barang antik dan unik tersebut, semakin lama harganya akan semakin mahal.
Sementara itu, Herdito Sandi Pratama, Ketua Program Studi Pascasarjana Ilmu Filsafat Universitas Indonesia mengatakan mahalnya harga lelang tulisan tangan Einstein tersebut bisa dianggap sebagai gejala fetitisme komoditas. Yaitu ketika suatu benda atau komoditas dianggap memiliki nilai “supramaterial” yang melampaui kenyataan objektifnya.
Hal ini yang sering terjadi di dalam proses lelang sebuah barang atau penjualan produk yang sudah memiliki brand tertentu seperti iPhone. Saat itu yang dibeli oleh bukan lagi soal iPhone tersebut secara objektif melainkan imajinasi atau pemujaan terhadap brand apple yang mendorong orang untuk melakukan hal tersebut.
Demikian pula halnya dalam proses lelang sebuah tulisan antik dari Einstein. Menurutnya yang dinilai hanya lagi isi atau benda itu sendiri melainkan nilai sejarah atau imajinasi masyarakat mengenai produk tersebut, dalam hal ini tulisan tangan dari seorang Albert Einstein.
“Konsumen berani menaksir harga tulisan tangan Einstein dengan begitu fantastis bukan hanya karena soal isi tulisannya, bahkan saya tidak yakin tulisan Einstein tentang ini (sains dan agama) merupakan yang terbaik, meski dia terpengaruh beberapa filsuf seperti Spinoza. Tapi karena yang bicara Einstein seorang ilmuan yang sudah direpresentasikan sebagai ikon global, maka “nilai” tulisan itu jadi ditaksir tinggi,” tuturnya.
Apalagi sambungya, diskursus mengenai relasi sains-agama berkembang pesat terutama setelah ilmu-ilmu modern tumbuh mapan pada abad ke 17 hingga 20 sehingga sudah banyak filsuf dan ilmuwan yang menulis hal tersebut secara lebih rinci.