Bisnis.com, JAKARTA - Pada masanya, Raden Ajeng Kartini berjuang membuka akses pendidikan bagi perempuan pribumi.
Pada abad digital, kartini-kartini baru menyingsingkan lengan baju, mendirikan perusahaan sambil menghapus stigma bahwa bidang-bidang tertentu hanya bisa dimasuki oleh lawan jenisnya.
Contoh nyata dari kartini abad digital tampak pada diri dan kiprah seorang Hanifa Ambadar, Founder dan CEO PT Daily Dinamika Kreasi, atau lebih dikenal dengan nama Female Daily Network.
Sebagai sebuah komunitas dan forum perempuan terbesar di Indonesia, Female Daily kini memiliki lebih dari 465 ribu anggota yang tersebar di seluruh negeri. Jumlah anggota yang mencapai ratusan ribu tersebut sekaligus menjadikannya acuan dan kiblat utama kaum hawa Nusantara dalam hal fashion dan kecantikan.
Female Daily berawal dari hobi Hanifa menulis blog mulai 1999. Pada 2005 saat menempuh pendidikan Master di Amerika Serikat, banyak kawan di Indonesia yang meminta review produk-produk kencantikan dan fashion yang sedang tenar di Negeri Paman Sam.
Dari situ Hanifa memutuskan untuk membuat blog khusus yang membahas kecantikan dan fashion. Semakin lama pembaca blognya semakin banyak.
Pada 2007 Hanifa meluncurkan forum yang menjadi cikal-bakal Female Daily. Saat kembali ke Indonesia pada 2008, Hanifa mulai serius mengelola forum tersebut hingga akhirnya memutuskan membuka kantor dan merekrut karyawan pada 2009.
Hanifa bercerita, menjadi pendiri sebuah perusahaan teknologi dan media merupakan titik balik penting dalam perjalanan hidupnya. Melalui nilai-nilai yang disebarkan Female Daily, Hanifa berupaya mengangkat pemberdayaan perempuan sekaligus menghapus stigma negatif tentang perempuan dan citra kecantikan.
Menurut Hanifa, secara kapasitas dan kemampuan sebenarnya tidak ada batasan bagi perempuan untuk berperan di dunia teknologi seperti halnya laki-laki.
Namun demikian, dia pernah mengalami kondisi saat sebuah perusahaan venture capital menaruh keraguan pada Female Daily karena tiga foundernya perempuan, yakni Hanifa, Affi Assegaf dan Novita Imelda. Hal itu terjadi di masa-masa awal Female Daily berdiri sekitar 2010 hingga 2011.
"Mereka bilang, sepertinya kami harus ada satu laki-laki di manajemen yang bisa mengimbangi dan terutama bisa fokus di bidang teknologinya. Waktu itu kami memang melihat ada kebutuhan satu orang yang skillful di tech-nya, tapi kan tidak harus laki-laki," jelas Hanifa saat berbincang dengan Bisnis, di kantornya belum lama ini.
Karena satu dan lain hal, Hanifa dan dua rekannya memutuskan untuk tidak mengambil investasi dari perusahaan venture capital tersebut. Namun setelah kejadian itu, dia mengaku tidak pernah lagi mengalami perlakuan berbeda terkait perempuan dan kiprahnya di dunia teknologi.
Justru menjadi perempuan yang bekerja di bidang teknologi menurut Hanifa ada keuntungan tersendiri. Berdasar pengalaman Hanifa, setiap menghadiri konferensi startup atau perusahaan teknologi, perempuan selalu menjadi perhatian utama karena jumlahnya yang relatif sedikit. Dengan banyaknya sorotan pada pelaku perempuan, lebih mudah baginya untuk menemukan kesempatan-kesempatan mengembangkan perusahaan.
Hanifa tidak menampik bahwa secara proporsi, perempuan di bidang teknologi masih belum bisa mengimbangi jumlah pelaku laki-laki. Namun, teknologi itu sendiri sebenarnya juga membuka akses pengetahuan dan pemahaman secara merata ke seluruh lapisan masyarakat. Sehingga semakin hari, semakin banyak perempuan yang bekerja di bidang teknologi atau yang mendirikan startup.
"Perempuan Indonesia itu bisa berkarya, walaupun mungkin ada tahapan di mana dia mau berhenti dulu dan fokus mengurusi anak. Tetapi intinya jangan berhenti gara-gara berkeluarga," ujar Hanifa.
Di Female Daily, sebagian besar karyawannya adalah perempuan. Hanya ada 20 laki-laki dari total 75 karyawan. Hal itu semata-mata karena Female Daily bergerak di area yang sangat perempuan, yakni kecantikan dan fashion. Awalnya, Hanifa memiliki keinginan agar seluruh karyawan Female Daily adalah perempuan. Namun untuk menangani hal-hal teknis di bidang pengembangan teknologi, agak sulit menemukan perempuan yang kompeten.
Ke depan, Hanifa berkeinginan mengembangkan Female Daily menjadi e-commerce yang menjadi wadah produk-produk kecantikan di samping situs review dan forum yang selama ini sudah berjalan.
Hanifa melanjutkan, untuk menjadi kartini abad digital, perempuan harus tidak pernah lelah belajar dan membuka diri terhadap pengetahuan baru. Perempuan yang terpacu untuk memperkaya diri dan perannya baik sebagai ibu, istri dan profesional.
"Kalau perempuan berdaya, keluarganya juga bisa terpacu untuk maju. Perempuan juga harus membantu perempuan lain, jangan saling menjatuhkan," ujar Hanifa.