Bisnis.com, MEDAN--Kabupaten Natuna memang tak masuk wilayah gugusan gunung cincin api, namun tak berarti pendakian Gunung Ranai bisa disepelekan.
Sejak tiba di Bandara Ranai, Gunung Ranai telah terlihat kokoh dari kejauhan. Kendati demikian, dalam sehari, sesekali Gunung Ranai terlihat cerah dan berkabut di bagian atasnya.
Uniknya, tak diperlukan izin untuk mendaki. Pengecekan peralatan juga tak dilakukan karena tak ada pihak pengelola yang berjaga. Pendakian pun dimulai dari tanjakan dengan lebar satu kendaraan roda empat.
Kemudian, jalur mulai menyempit dan semakin curam dengan kemiringan hampir 90 derajat. Pendaki harus melewati batu sebagai pijakan dan akar serta batang pohon yang melintang di tengah jalur pendakian. Terlihat pula motor bekas yang tergantung di atas tali yang sebelumnya digunakan untuk mengangkut material guna membangun menara.
Baru mendaki sekira 1 jam, hujan turun cukup deras. Turunnya hujan menambah tantangan pendakian di Gunung Ranai. Pasalnya, jalur pendakian menjadi licin dan lintah kerap terbawa air dan menempel ke kulit.
Semakin tinggi mendaki, batu-batu besar kerap kali berada di tengah jalur pendakian. Hal ini menyebabkan pendaki harus mencari pijakan yang tepat sehingga bisa melewati batu tersebut. Untungnya, di beberapa titik terdapat tambang yang bisa digunakan untuk berpegangan sehingga mudah
melewati batu-batu besar.
Berbeda dengan gunung-gunung populer, tak ada penjual air atau semangka di sepanjang jalur pendakian. Oleh karena itu, pendaki harus membawa bekal makanan dan minuman yang cukup.
Tak ada penjual bukan berarti jalur pendakian bersih dari sampah. Sampah-sampah plastik dari pembungkus makanan dan air minum kemasan dengan mudah ditemui. Begitu pula dengan coretan-coretan di batu besar.
Puncak Gunung Ranai dicapai dengan perjalanan sekira 2 jam yang ditandai dengan menara dan empat batu besar titik tertingginya. Dari atas batu, terlihat pemandangan Ranai mulai dari Masjid Agung juga permukiman dan bibir pantai di sekitarnya meskipun tak terlalu jelas karena langit mendung.
Rudi Harianto (32), pemandu menyebut pendakian gunung biasanya diminati wisatawan asing juga domestik. Meskipun jalur pendakian cukup curam, pendaki ingin menikmati pemandangan dari titik tertinggi di Ranai dan melihat hewan yang terancam punah seperti Elang Ular Natuna dan Kekah, sejenis monyet.
"Sebelumnya pernah ada juga yang dari Jakarta, dari Palembang yang mendaki ke sini," katanya.
Usai menikmati pemandangan di puncak, perjalanan pulang lebih sulit karena pendaki harus bergerak mundur sambil berpegangan pada tambang. Pasalnya, jalur pendakian terlalu curam bila dilalui tanpa alat bantu.
Mendekati titik awal pendakian, perjalanan terhenti karena dua ekor Kekah terlihat di atas dahan. Karena menyadari keberadaan manusia, dua ekor Kekah itu pun bergerak ke pohon lain. Lama pendakian Gunung Ranai secara total memakan waktu selama 5 jam karena harus berteduh akibat hujan. Dengan kondisi fisik yang prima dan cuaca yang cerah, waktu pendakian bisa lebih cepat lagi.