Bisnis.com, JAKARTA -- Gabungan hobi meramu tanaman herbal dan dorongan untuk menyembuhkan sakit orang tuanya menjadikan Gita Adinda Nasution, mahasiswi semester VI jurusan Farmasi Universitas Sumatera Utara, Medan ini menjadi pengusaha dengan omset miliaran rupiah.
Dia meracik tanaman tebu menjadi ramuan Kolagit yang diklaim ampuh mengobati penyakit diabetes. Ramuan Kolagit, singkatan dari Kopi Gula Gita, itu kini banyak diburu orang sehingga membuat bisnisnya makin moncer.
“Untuk mengobati penyakit gula itu saya justru pakai bahan tebu yang dibentuk menjadi gula dan racikan herbal,” kata pemenang I Wirausaha Muda Mandiri Kelompok Mahasiswa 2014 itu.
Kolagit ditemukan setelah dia bereksperimen hingga hampir 15 kali dengan aneka bahan tanaman seperti mengkudu dan mahkota dewa sejak masih duduk di kelas VI SD. Resep Kolagit baru dia temukan sekitar tahun 2008, ketika Gita masih SMP.
Ide bisnis memang bisa datang dari mana saja mulai dari keprihatinan akan masalah sehari-hari, hobi, adanya peluang pasar, hingga karena adanya tekanan hidup.
Awal bisnis Gita karena tak tega melihat ayahnya yang terus digerogoti diabetes hingga tak sanggup berjalan dan penglihatannya terganggu.
Berangkat dari gagasan bahwa banyak penyakit bisa diatasi dengan mencari penawar dari racunnya sendiri, seperti penyakit polio yang menggunakan vaksin polio, Gita mulai meneliti tanaman tebu.
Dia sibuk berkutat dengan buku di saat anak-anak seusianya justru asik bermain.
“Kalau kita punya kemauan kita bisa pelajari soal racik meracik obat meski saya belum kuliah di bidang farmasi saat itu,” ujarnya.
Singkat kata, ramuan tebu berbentuk bubuk itu diujicobakan kepada ayahnya. Setelah 1,5 tahun meminum obat Kolagit yang tampak seperti kopi itu, sang ayah mulai terlihat sembuh hingga tak lagi mengkonsumsi obat.
“Tubuhnya sudah gemuk dan enggak ada lagi gejala diabetes, dia bebas makan makanan kesukaannya, durian dan es krim,” kata dara berkaca mata tebal itu dengan mata berbinar.
Produknya beberapa kali menjuarai perlombaan wirausaha seperti yang digelar Student Entrepreneurship Center USU. Hadiah uang Rp8 juta yang didapatnya dijadikan modal bisnis untuk beli alat produksi dan membayar tenaga kerja.
Karena mulai banyak permintaan, Kolagit akhirnya jadi bisnis dan mulai dia kembangkan sejak 2013. Dibanderol Rp150 ribu per kotak ukuran 800 gram, sehari Gita bisa memproduksi hingga 40 kotak.
Namun harga itu tak berlaku tetap. Kadang-kadang dia melepas produknya secara gratis untuk membantu penderita diabetes dari kalangan yang tidak mampu.
“Ada tanggungjawab sosialnya juga, saya buat subsidi silang. Saya ingin agar produk ini bisa bermanfaat,” tambahnya.
Kini bisnis Gita mulai meroket. Dalam sehari permintaan yang masuk bisa sampai 150 orang. Dia mengaku kesulitan memenuhi permintaan itu karena keterbatasan SDM.
Dia memang memberdayakan keluarga dan 12 orang tetangga untuk packing dan pemasaran, tapi produksi obat masih dilakukan sendiri oleh Gita.
“Kami membuat obat sesuai pemesanan, customize sesuai klasifikasinya. Jadi saya harus tahu dulu keluhannya apa, kondisinya bagaimana, dari situ saya tentukan racikan herbal yang tepat,” ungkap gadis kelahiran 2 Juli 1994 itu.
Dari segi pasar, bisnis Kolagit memang menjanjikan. Tahun lalu, gadis berkerudung ini bisa mengantongi omset Rp1,2 miliar. Selain belum banyak pemain sejenis, jumlah penderita diabetes di Indonesia sangat besar. Diabetes termasuk yang paling banyak menyebabkan kematian dan korbannya bisa siapa saja mulai dari usia 3 tahun hingga lansia.
Saat ini Gita sedang berjuang untuk mengurus hak paten Kolagit agar bisa memasarkannya secara lebih luas. Dia berujar sudah pernah mengurusnya namun dia merasa dipersulit oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan.
Harapannya dalam waktu dekat dia ingin membuka apotek dan toko di daerah pelosok untuk mempermudah pengiriman.