Bisnis.com, JAKARTA - Sebagai tempat bersolek kaum hawa, studio kecantikan umumnya didesain dengan gaya khas feminin. Tetapi tidak bagi studio kecantikan Winda Studio Art (WSA) di Jalan Petogogan II, Jakarta Selatan. Studio ini tampil dengan desain interior gaya maskulin, bertolak belakang dengan sifat kewanitaan pada studio kecantikan biasanya.
Menempati lantai III bangunan ruko, pintu masuk studio tersebut tampil dengan kesan lawas. Hal itu terlihat dari pintu berdesain klasik, lampu tempel, dan dua bingkai menu bekas jendela kayu.
Di bagian dalam studio, kesan serupa juga hadir pada ruang resepsionisnya. Bagian dinding ruang tersebut didesain dengan parket kayu. Sedangkan meja penerima tamu tampil dengan gaya Skandinavia. Di langit-langitnya terpasang lampu dekorasi bercahaya temaram kekuning-kuningan. Alhasil kesan hangat pun tercipta pada area tersebut.
Dengan ukuran secara keseluruhan 20x 6 meter, studio ini memiliki tiga ruang untuk layanan perawatan kecantikan yaitu ruang nail art, make up artis, dan eyebrows embroidery. Konsepnya open space sehingga tiap-tiap ruang langsung terhubung satu dengan lainnya.
Hampir seluruh lantai studio ini menggunakan material vinyl dengan motif kayu. Adapun pada elemen dindingnya dicat abu-abu cerah. Kemudian material-material unfinished juga tampak pada sudut-sudut interior studio, entah itu material furnitur maupun dekorasi.
Desainer Interior Dimas Suryono menuturkan studio ini didesain dengan sentuhan industrial maskulin. Sentuhan-sentuhan itu terwakili antara lain lewat ekspos kayu di bagian elemen-elemen interior dan detail-detail unfinished pada materialnya.
Mengenai kayu, selain mempertegas kesan industrial, kesan kayu juga berguna untuk menghangatkan suasana. Sebab motif-motif kayu dengan warna khasnya dapat memberikan efek hangat pada ruangan.
Untuk material lantai Dimas menggunakan vinyl karena proses pengerjaannya lebih mudah dan cepat serta motif kayunya kuat. Sebab jika menggunakan material asli membutuhkan waktu tak sebentar untuk pengerjaannya. Selain itu kayu-kayu asli sulit didapat dan harganya cenderung mahal.
Di antara ruang-ruang studio, yang cukup menarik perhatian adalah ruang nail art. Ruang ini paling mencolok karena kursi-kursi bergaya Skandinavia-nya tampil dengan merah mencolok.Kemudian padabagian dindingnya, dibuat mural bergambar sepasang sayap penuh warna dominan merah. Walhasil ruang tersebut menjadi tempat yang Instragamable sehingga mengundang siapa saja untuk berswafoto di area itu.
Soal area mural tersebut, Dimas menyebutnya sebagai IG spot. Dirancang demikian agar pengunjung yang datang tertarik untuk mengabadikan momen di area tersebut. Dimas mengatakan, tempat usaha sudah seharusnya memiliki area unik yang memancing konsumen untuk berfoto-foto di sana.
“Tujuannya selain mereka [konsumen] buat swafoto. Secara tidak langsung dengan mereka foto di sana [area swafoto] akan mempromosikan tempat tersebut.”
Desainer interior yang juga pengajar di salah satu universitas swasta di Jakarta ini menambahkan lantaran keterbatasan lahan, studio ini dirancang dengan konsep open space. Di mana satu ruang dengan ruang lainnya tidak disekat tetapi langsung terhubung. Hal tersebut dilakukan demi mendapatkan kesan luas pada ruang dan memudahkan arus sirkulasi orang-orang di dalamnya.
MASKULIN
Dia beralasan kenapa mendesain studio kecantikan ini dengan sentuhan industrial maskulin. Menurutnya studio kecantikan umumnya tampil dengan sentuhan feminin untuk menyesuaikan pangsa pasarnya yakni kaum hawa. Ketika desainnya dibuat feminin pula maka pengunjung tidak terkesan ketika datang ke studio kecantikan ini.
Namun, begitu studio kecantikan ini didesain dengan sentuhan macho, konsumen akan lebih terkesan karena desainnya yang kontras dengan sifat feminin mereka.
“Desain interior adalah sesuatu yang gampang diingat. Ketika ada konsumen datang, mereka bisa langsung ingat karena studio kecantikan ini unik desainnya kecowok-cowokan. Selain itu trennya sekarang ini memang lagi ke industrial minimalis dan Skandinavia,” tuturnya.
Dalam mendesain interior Dimas juga tak lupa memperhatikan aspek lingkungan. Untuk itu, dia menggunakan material-material daur ulang seperti pada furnitur dan material-material lainnya. Pada meja rias, Dimas tidak membeli yang baru melainkan menggunakan perabotan warisan neneknya.
“Gaya mejanya art deco dan tidak saya ubah sedikit pun supaya kesan vintage-nya kuat,” ujarnya.
Selain itu, Dimas memanfaatkan dua pintu jendela bekas untuk dijadikan bingkai daftar harga layanan kecantikan di studio ini. Posisi panel ini dia taruh tepat di depan pintu masuk supaya pengunjung ketika datang dapat langsung melihatnya.
Di area resepsionis, Dimas memanfaatkan parket-parket kayu sisa-sisa proyek interiornya. Hal yang sama juga dilakukan Dimas ketika merespon bagian langit-langit. Dimas menaruh dua panel kayu dekorasi dari yang berasal dari daun pintu bekas.
“Langit-langitnya saat saya bongkar langsung ke lantai berikutnya. Dalam industrial seharusnya langit-langitnya diekspos. Makanya saya ganti dengan panel kayu tersebut. Saya gunakan material-material daur ulang supaya ramah lingkungan,” tuturnya.
Satu lagi, dia juga menaruh cermin pada tiap ruangan di studio ini. Di samping berfungsi untuk para konsumen berkaca, dengan bentuknya yang unik cermin tersebut dihadirkan sebagai elemen dekoratif mempercantik ruangan.
Sementara di area konsultasi, Dimas menaruh perabotan-perabotan karya desainer lokal, salah satunya kursi rotan. Dimas mengatakan, sebagai desainer aspek lokalitas tak boleh diabaikan. Bagaimana pun, imbuhnya, produk-produk desainer-desainer lokal mesti diangkat pamornya.