Show

Wajah-wajah satir dari China

Inria Zulfikar
Kamis, 10 November 2011 - 17:06
Bagikan

JAKARTA:Wajah-wajah itu tak sekedar wajah manusia. Dalam wajah yang tentu saja khas wajah orang China, digambarkan berbagai kegiatan sehari-hari, seperti petani, kehidupan di kota dan di desa. Tapi penuh satir. Inilah lukisan karya Xiao Hong, perupa berdarah Mongolia kelahiran 1966.Xiao Hong adalah alumnus jurusan Seni dan Desain Universitas Tshinghua dan dia adalah salah seorang dari jajaran pelukis kontemporer China paling populer dalam dekade pertama milenium kedua."Sejumlah pengamat menyebut bahwa kepopuleran Xiao Hong semata-mata karena lukisan periode terakhirnya yang banyak mengolah wajah," kata kritikus seni rupa Agus Dermawan.Namun pengamat seni rupa kontemporer China, Zhao Li, meyakini bahwa kekuatan karya terakhir Xiao Hong adalah akumulasi dari pencapaian optimal fase sebelumnya. Fase itu disebut  seri "Untuk Membangun Kembali Para Penyedia" yang dikerjakan pada 1994-1999. Kemudian fase "Jalan Luas Menuju Langit" (1999-2001) dan fase "Langit  Cerah" (2001-2003).Fase wajah mulai dikerjakan Xiao Hong pada 2003 sampai kini yang dia sebut fase "Pemuda Intelektual." Dalam kanvasnya dia menampilkan wajah manusia anonim sebagai persoalan utama atau subject matter. "Kebanyakan murid-murid saya dan selebihnya teman-teman saya," kata Xiao Hong menjelaskan ihwal modelnya.Wajah itu sebagai latar bagi pikiran yang ingin dikemukakan, sehingga bisa dikatakan wajah adalah bidang gambar yang memuat mozaik banyak hal, seperti ekonomi, sosial, politik, budaya.Hal itu ditunjukkan dalam pameran tunggalnya di Jakarta. Pameran bertajuk "Face" yang diselenggarakan oleh Linda Gallery ini berlangsung 30 oktober- 6 November di Museum Nasional, kemudian dilanjutkan pada 7 November hingga 30 November di Linda Gallery di Pasific Palace Jakarta."Saya sudah dua kali datang ke Indonesia. Tahun lalu saya berkunjung ke Jakarta dan Bali. Tahun ini saya datang untuk berpameran," kata Xiao Hong.Pada kanvas yang rata-rata berukuran di atas 150 cm, terlihat sebongkah  kepala yang diblow-up dengan wajah menghadap ke depan. Matanya terbuka lebar, dengan bulatan hitam yang kadang  sengaja tidak ditampilkan.Bibirnya tersenyum, menyimpan berbagai makna. Hidungnya bagus seperti hidung orang China pada umumnya. Telinganya digambarkan seolah terus mendengar dan kulitnya terlihat bersih.Tapi elemen wajah berada di latar wajah yang membeku. Wajah ini digambarkan keras seperti batu, kadang tampak seperti arca atau wajah hantu. Di permukaan wajah itu bertaburan warna monokrom merah, kuning, hijau, biru, coklat, abu-abu yang merupakan potongan gambar berbagai peristiwa.Xiao Hong melukiskan di pipi, hidung, kepala, dagu dan bidang wajah lainnya seperti anak muda yang berdemo penuh heroik di lapangan Tianamen, tentara, sebarisan biksu yang sedang berdoa, pendeta sedang memberikan petuah, sekelompok buruh China yang menuntut haknya.Pada lukisan lain Xiao Hong melukiskan petani dengan ayunan cangkulnya, Dewi Kwan Im yang indah auranya,  gadis China berbusana Barat yang sensual dengan sepatu tinggi.Ada juga lukisan yang memunculkan citra pemain musik tradisional China, anak-anak yang berangkat ke sekolah, bahkan Kaisar Chin Zhehuang yang duduk gagah di singgasana.Bagi  Xiao Hong, wajah adalah lapangan yang diliputi halimun. Di kepala itulah perasaan diolah, dan pikiran digerakkan. Kenangan disimpan, masa depan dirancang dan dipikirkan.Namun, semua isi kepala itu, bagi anak muda China seperti Xiao Hong, selalu terbalut kabut. Di dalam kabut itu itulah sekali-sekali tampak samar-samar gagasan, pikiran, perasaan, sejarah, filsafat dan cita-cita.Tak bisa dipungkiri, lukisan Xiao Hong dalam kosmologi seni kontemporer China masuk dalam kategori satir, karya yang menampilkan metafor dengan niat menyindir. Wajah-wajah membeku intelektual muda merupakan sindiran bagi para penguasa yang dulu pernah mematikan gerak generasi baru.Mozaik peristiwa yang menempel, teredam dan terbenam di kepala para intelektual muda merupakan sindiran bagi penguasa yang dulu pernah "melarang" generasi baru merancang masa depan dan "melarang" generasi baru melihat realitas sejarah.Apa yang ditampilkan Xiao Hong merupakan pencerahan seni rupa China yang heboh dengan bahasa ungkap seni kontemporer. "Pada ujungnya isu-isu masyarakat justru digunakan oleh para perupa kontemporer untuk mencari keuntungan personal. Dengan begitu seni kontemporer tidak lagi bersifat sosial," kata Xiao Hong.Untunglah, sekarang masuk abad 21. Karya-karya Xiao Hong yang penuh sindiran itu sepenuhnya  masuk kategori seni kontemporer yang bersifat sosial, sehingga aman. (faa) 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Inria Zulfikar
Editor : Dara Aziliya
Bagikan

Tags :


Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro