Show

Kisah TKI, artpreneur, dan SALAM TIGA JARI

nurul
Sabtu, 19 Mei 2012 - 16:37
Bagikan

MENOLAK MENIKAH muda. Pilihan itulah yang diambil Sumirah ketika meninggalkan  Desa Cipedang , Kecamatan Bongas,  Kabupaten Indramayu Jawa Barat.

 

Hidup di desa hanya ada dua  pilihan menikah atau bekerja. Anak perempuan di kampung tempatnya tinggal kalau sudah lulus sekolah biasanya langsung menikah.   

 

Ayahnya yang bernama Casum hanya seorang petani dan Mira—nama panggilannya—tidak ingin menikah muda. Anak ketiga dari lima  bersaudara ini justru bertekad untuk membalas jasa dan kasih sayang orangtua serta menyejahterakan hidup keluarga dengan bekerja.

 

Lulus SMA pada 2000,  Sumirah nekad mencari peluang kerja ke luar negri untuk mewujudkan keinginannya itu sekaligus  menghindari paksaan menikah.

 

”Saya bersama teman mendaftar bekerja ke luar negeri dengan tujuan Taiwan. Setelah itu pindah kerja di Hong Kong. Tidak terasa waktu terus berjalan dan tahu-tahu sudah 10 tahun di kota ini,” tuturnya.

 

Ditemui di sela-sela pelatihan entreprneurship Mandiri Sahabatku kelas lanjutan di Hotel Exelcior, Hong Kong, belum lama ini, Mira Hsoe, nama panggungnya di arena pentas seni  tengah mengikuti peltihan yang diselenggarakan PT Bank Mandiri dan Universitas Ciputra Entrepreneurship Center (UCEC). 

 

Sejak menikuti pelatihan di tingkat dasar dia sudah punya satu tujuan yaitu mengembangkan jiwa artreneur-nya.

 

Dia bertekad  fokus mengembangkan bakat seninya tanpa harus nyambi bekerja sebagai pembantu rumah tangga di Hong Kong dan tergantung izin majikan untuk mengembangkan bakat alaminya.

 

 

JADI PENARI

Dikenal sebagai seorang penari , Sumirah  yang dikenal di kalangan Buruh Migran Indonesia (BMI) dengan nama Mira Hsoe ini sudah kerap tampil di berbagai acara di Konjen RI dan mengisi  kegiatan promosi restoran Indonesia di Hong Kong.

 

“Saya sudah tiga kali mengisi acara di So Bali Bali, salah satu  restoran Indonesia di kawasan Soho, HongKong. Saya dan teman-teman menari di depan restoran untuk mempromosikan pariwisata Indonesia sekaligus menjaring tamu masuk restoran mencicipi keunggulan kuliner Indonesia ,” ungkap Mira.

 

Dia memang  suka menari dan memperdalam tari traditional Jawa, Bali dari guru-guru professional di Jogjakarta dan Jawa Tengah. Namun Mira juga belajar tari modern yang dapat memukau penonton karena kecantikan wajah dan tubuhnya yang gemulai.

 

Beberapa prestasi yang pernah diraih Sumirah selama di Hong Kong membuatnya dikenal. Di antaranya, 1 st Runner-up Miss Sahabat Smartone 2009, juara 3 Fashion Show busana kreasi IMWU 2009,  juara 2 Lomba Photography ICA 2009. Juara Harapan 1 Pemilihan Putri Kartini Sanggar Budaya 2009, juara 2 Fashion Batik Cakrawala 2009,  dan  anggota Paskibra 2010.

 

Pada saat ada pengumuman diadakannya lomba Kemilau Mandiri Sahabatku dalam rangka pelatihan keterampilan menjual,  dia mempromosikan keunggulan Bank Mandiri. Ia juga mengajak teman-teman BMI Hong Kong sadar menabung untuk masa depan.

 

“Saya menceritakan kegiatan Bank Mandiri dalam bidang pendidikan, keagamaan, sosial, dan kesenian untuk mendukung para TKI di Hongkong. Banyak teman  yang mengerti,” ungkapnya seolah menjadi duta dari bank plat merah itu.

 

Dia juga menjadi juara satu Program Kemilau Mandiri Sahabatku dengan hadiah uang tunai sebesar Rp 5 juta, disamping berhasil mengajak rekan-rekannya semakin rajin menabung. Hadiah uang tunai yang diperolehnya sebagian untuk amal dan selebihnya masuk untuk tabungan Ongkos Naik Haji orangtua, ungkapnya.

 

Pelatihan entrepreneurship, kata Mira, membuka wawasannya untuk segera keluar dari rutinitasnya sehari-hari sebagai PRT menjadi seorang Artpreneur. Rencangnya.  tahun depan, ia mengembangkan  diri  secara profesinal  di bidang seni tari tradisional.

 

“Saya ingin buka usaha sanggar,  mengajar tari bagi pelajar dari TK hingga SMA bahkan saya berniat menampung anak-anak berbakat seni  di desa untuk belajar menari di padepokan. Saya ingin mengajak masyarakat  mencintai tari tradisional Indonesia dan yakin lewat tari saya justru akan lebih banyak ke mancanegara karena tari adalah bagian industry kreatif yang tengah digalakkan pemerintah,” ungkapnya.

 

Pulang ke Tanah Air seusai kontrak tahun depan, dia akan mengambil kursus di sekolah seni untuk beberapa bulan dan  dalam waktu bersamaan bergabung dengan teman yang membuka usaha salon pengantin di Indramayu untuk mempelajari tat arias dan kecantikan.

 

TRAUMA MENDALAM

Pengalaman pahit sebagai PRT yang sempat membuat trauma mendalam akan terkubur dalam benaknya seiring aktivitasnya sebagai artpreneur.  Sewaktu bekerja di  Taiwan , majikannya yang menjadi  pemilik perkebunan dan pabrik teh  beritikad buruk terhadapnya sehingga dia kabur dari daerah pegunungan tempatnya bekerja.

 

Menjalani kontrak kerja dua  tahun dengan gaji NT 15.800, namun etelah di potong tabungan wajib, asuransi, dan biaya agen,  sisa uang yang terimanya hanya NT 1430. Gajinya itu  dipotong selama 15 bulan dengan kondisi kerja yang melelahkan dan  tak bisa mengembangkan bakatnya seperti di Hong Kong.

 

Membayangkan masa lalunya di Taiwan yang harus kabur dengan bantuan agen kerja illegal dan tinggal berpindah-pindah, Sumirah tak mau menanggung mimpi buruk itu lagi.

 

Dia akhirnya tertangkap  petugas imigrasi karena melanggar izin tinggal di Taiwan dan  sempat di bawa ke penampungan di penjara Mioli City selama dua bulan sebelum dipulangkan ke Indonesia pada 2002 dan kembali bekerja di HongKong yang membesarkannya sebagai seniman tari.

 

Sumirah tidak  akan memperpanjang kontrak kerjanya di Hong Kong meski 7 tahun terakhir popularitasnya sebagai seniman dengan beragam prestasi di raihnya. Popularitas Mira Hsoe alias Sumirah tidak lagi membuatnya terlena, tetapi panggilan untuk menjadi artpreneur yang kini ingin digapainya

 

SALAM TIGA JARI

Mira memang tidak sendirian,karena pelatihan entrepreneurship juga membuat Loly Lope ingin menjadi artpreneur, meretas karier dan bisnis sebagai seniman musik di tanah air. Di antara peserta pelatihan entrepreneurship namanya cukup di kenal sebagai pencipta lagu ‘wajib’ Salam Tiga Jari.

 

Salam Tiga Jari menjadi salah satu  lagu yang dinyanyikan saat mengikuti pelatihan karena dibuat sesuai dengan lambang tiga jari yang diciptakan Ciputra sebagai pendiri UCEC dan penggerak entrepreneurhip di Tanah Air.

 

Tanda salam entrepreneur itu membentuk tiga jari berupa huruf  “E” yang memiliki arti ekonomi sejahtera, empati sesama, dan ekspresi diri.

 

Lily Lope menciptakan lagu itu setelah terinspirasi dengan berbagai materi dan kisah sukses pengusaha di berbagai belahan dunia yang diperolehnya saat mengikuti pelatihan.

 

“Saya bersenandung dan direkam pakai handphone lalu terciptalah lagu empat bait yang mencerminkan spirit entrepreneurship. Kini,  setiap pembukaan pelatihan laguku dinyanyikan lho,” ujar perempuan yang memiliki nama asli Dian Lili Hartati saat menceritakan proses penciptaan lagunya di sela-sela istirahat saat pelatihan.

 

Dia mengaku memang sejak kecil suka music dan nama Lily Lope merupakan nama populer dijejaring Face Book (FB). “Itu  nama asli sesuai KTP Indonesia tapi kalau KTP Hongkong dan pasport namaku Lili Hartatik,” ujarnya.

Dia mahir menciptakan  lagu, puisi dan tulisan. Proses karya seninya mengalir saja sambil mengerjakan tugas rutin sebagai PRT di rumah majikannya. Tanpa menggunakan alat musik, cukup dengan mengandalkan alat rekaman di handphone.

 

”Waktu  masak, nyuci dan mandi,  nada lagu itu saya nyanyikan untuk kesempurnaan!,” katanya bangga.

 

Perempuan berambut panjang kelahiran Muncar Banyuwangi Jawa Timur 21 Oktober 1982 itu mengaku menyukai dunia seni. Lingkungan keluarga besarnya di kampung halamannya merupakan para seniman.

 

Pelatihan Ciputra Entrepreneurship tahap dua yang diikutinya membuat Lily yang akan pulang pertengahan tahun ini akan mengembangkan Artpreneurship. Anak kedelapan dari sembilan bersaudara pasangan Pariah (65) dan Setu (67) ini  setibanya  di Indonesia akan membuat rekaman sendiri bersama teman-teman seniman di daerahnya.

 

Dia juga akan menyusul suaminya, Indra, 34, yang kini bekerja di Bali sebagai guru les. Di benak Lily sudah  ada rencana bisnis untuk mengembangkan bisnis pendidikan terutama untuk anak ekspatriat di Bali, ucap perempuan yang bisa berbahasa Inggris dan Canton.

 

Diakuinya  selama tinggal di Hong Kong Lily sudah menjalani empat kali perpanjangan kontrak kerja dengan  gaji HK$4000  dan libur empat kali dalam sebulan.Faktor kebutuhan ekonomi yang mendesaknya untuk mengadu peruntungan nasib di rantau. Kedua orang tuanya saat ini menderita sakit karena korban tabrakan lalu lintas saat mengendarai sepeda motor di Banyuwangi.

 

”Saya butuh biaya untuk membantu pengobatan orang tua. Ibu saya sempat gegar otak dan hingga masih kesulitan diajak bicara,” kisahnya.

 

Selain menciptakan lagu, Lily juga piawai menulis yang dituangkannya dalam blog. Diakuinya sejak, remaja dirinya hobi menulis di situs internet dan b bergabung dengan Cafe Decosta sejak 2005 yang menjadi penampung inspirasi tulisannya.

 

”Setelah ikut pelatihan entrepreneurship sekarang sudah bisa action mewujudkan impian!” tandasnya.

 

Mira dan Lily yang jelas tidak ingin terlena dengan  penghasilan  yang diperolehnya di perantauan. Industri kreatif yang tengah dikembangkan pemerintah di tanah air menjadi harapan keduanya untuk menjadi pengusaha di bidang seni.

 

 

BACA PULA ARTIKEL LAINNYA:

MORE ARTICLES:

+ JANGAN LEWATKAN5 Kanal TERPOPULER Bisnis.com

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : nurul
Bagikan

Tags :


Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro