Entertainment

INDUSTRI MUSIK: Pantang menyerah didera masalah

News Editor
Selasa, 29 Mei 2012 - 09:56
Bagikan

Masih terngiang pembicaraan pada sebuah santap malam di bibir gedung hotel di pinggiran Kota Kembang, Bandung. Godfather musik cadas Tanah Air, Ong Oen Log alias Log Zhelebour dengan getir namun tetap optimistis mengungkapkan keresahannya. “Industri musik apalagi fisik (kaset atau cakram padat) sudah habis. RBT (Ring Back Tone) podo ae (sama saja). Satu-satunya jalan ya memperbanyak konser,” ujar arek Surabaya yang turun gunung mengawal Jamrud, raksasa musik cadas asal Bandung. Saya tak menjawab, hanya tersenyum lalu buru-buru menghabiskan bir karena dentum musik pembuka konser jazz sudah berdentum. Krisyanto, vokalis Jamrud yang kembali ke grup yang dibesarkan Log nampak siap dengan kaca mata hitam kebesarannya. Industri musik Tanah Air sejak lima tahun terakhir memang tengah mengalami anomali di tengah maraknya konser musisi dalam maupun luar negeri yang per tiketnya bisa seharga uang muka sebuah mobil keluarga atau rumah sederhana. Bukti paling jelas goyahnya pemain di bidang ini adalah raksasa Aquarius Musikindo. Penurunan penjualan produk fisik membuat mereka harus menutup gerai mereka di Bandung (2009), Surabaya dan Jakarta (2010) Penutupan gerai Aquarius di Pondok Indah adalah tamparan yang mengagetkan karena toko CD Aquarius Pondok Indah ini merupakan retail terbesar milik salah satu label raksasa nasional Aquarius Musikindo yang telah dibuka sejak awal 1995. Berharap pada pemerintah? Lebih tepat disebut sebagai upaya diri sendiri. Pemerintah lebih asyik dengan seremoni dan jargon industri kreatif ketika RBT tergilas karut marut penanganan kasus sedot pulsa. Kejaksaan Agung sendiri diketahui telah mengembalikan Berita Acara Perkara (BAP) kasus penyedotan pulsa yang melibatkan petinggi Telkomsel karena dianggap belum lengkap. Kalangan industri rekaman yang tergabung dalam Asosiasi Industri Rekaman Indonesia (ASIRI) sendiri memilih berkelindan mencari peluang untuk tetap bertahan dan berharap tumbuh. Asiri adalah asosiasi yang berdiri sejak 1978 beranggotakan 70 Perusahaan Rekaman di seluruh Indonesia yang memproduksi dan mendistribusikan musik produksi Indonesia serta musik asing. 95% Perusahaan Rekaman aktif di Indonesia adalah anggota ASIRI. Tanpa banyak ribut, sejak tahun lalu Asiri melalui PT Asirindo membuka peluang. Salah satunya dengan menggandeng asosiasi rekaman Malaysia atau Recording Industry Association of Malaysia (RIM) yang dharapkan bisa menjadi 'napas baru' bagi industri yang tengah merana pascamasalah Ring Back Tone (RBT). Direktur PT AS Industri Rekaman Indonesia (Asirindo), Jusak I Sutiono, menyatakan sumber pemasukan utama industri dari RBT sudah mengalami terjun bebas. Dia menyatakan pendapatan RBT paling hanya mencapai 10%. ''Padahal sebelum ada kasus, RBT ini bisa menyumbangkan pemasukan hingga 90% kepada industri,'' kata Jusak yang juga merupakan bos dari perusahaan rekaman Warner Music Indonesia. Kerjasama dengan pihak RIM akan mengatur mengenai pengambilan hak penampilan (performing right). Selain itu kerjasama ini nantinya akan mengembangkan sistem lisensi di Indonesia. Asirindo sendiri adalah perusahaan yang didirikan untuk mengelola hak-hak perusahaan rekaman atas phonogram/master rekaman/karya rekam suara sesuai dengan regulasi hak cipta di Indonesia. Ketua Umum RIM, Norman Abdul Halim, mengatakan, kerjasama bilateral ini diharapkan bisa bermanfaat bagi kedua pihak apalagi menjadi fakta Malaysia adalah pasar besar musik Indonesia. Hingga 2010, pemasukan di dunia musik di Malaysia menembus angka US$25 juta. Dari jumlah tersebut, kata dia, separuhnya masuk ke pihak industri rekaman (sound recording). Separuh lainnya lagi diterima kepada pihak pencipta lagu dan artis. Dari US$25 juta itu ada 10% atau hanya kurang lebih US$600 ribu yang diterima oleh perusahaan rekaman Indonesia. Target Asirindo melalui kerjasama ini hingga lima tahun ke depan bisa diperoleh pemasukan sekitar US$5-6 juta. Terobosan terbaru Asiri adalah menggandeng dua perusahaan pemilik mesin karaoke yang diharapkan menyelamatkan potensi pemasukan atas hak mekanikal sebuah karya lagu. Untuk terobosan kali ini, PT Asirindo melakukan kerjasama dengan PT Adab Alam Electronic dan PT Antelindo Utama. Kerjasama ini berbentuk pemberian lisensi yang dikeluarkan oleh pihak Asirindo. ''Selama ini ada puluhan miliar rupiah dana yang hilang dalam setahun akibat pemakaian lagu asli tanpa izin di mesin-mesin karoke. Kita berharap kerjasama ini bisa menjawab masalah yang kita hadapi sekarang,'' kata Jusak. Lewat kerjasama ini, lanjutnya, mesin-mesin karoke dari dua perusahaan ini akan mendapatkan lisensi dari Asirindo. Mesin-mesin karoke tersebut kemudian akan menggunakan karya rekaman suara atau musik asli. Peruntukkannya, kata Jusak, buat pribadi. Dia juga menjelaskan, bagi mesin karoke di luar dua perusahaan yang bekerjasama dengan Asirindo jika nantinya menggunakan rekaman suara asli dari beberapa musisi bisa dinyatakan ilegal.''Jika ada menggunakan tanpa izin, ini menjadi tindakan melawan hukum.” Rocky Darmawan, perwakilan dari PT Adab Alam Elektronic, sangat gembira dengan adanya kerjasama ini. ''Kami sangat mendukung upaya dari Asirindo untuk memberikan kemudahan dalam mengelola lisensi karya rekaman suara atau musik asli yang dimiliki oleh produser dan perusahaan rekaman.” Sementara Antelindo Utama yang diwakili oleh Ramlan Rusdijanto menilai adanya sistem lisensi ini sangat membantu karena membuat bisnis menjadi lebih aman dari potensi pelanggaran hukum yang terkait dengan masalah hak cipta. ''Harapannya kerjasama ini bisa memberikan keuntungan yang lebih optimal bagi para pemilik karya,'' katanya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : News Editor
Sumber : Algooth Putranto
Bagikan

Tags :


Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro