Bisnis.com, JAKARTA—Sekitar pukul 19:30 WIB, Rendy Yusuf Satrya tengah bercengkrama dengan rekan-rekannya di sebuah kafe kawasan Kemang, Jakarta Selatan.
Penampilan Rendy sederhana. Berkaus oblong dan celana selutut. Rambutnya keriting hampir menutupi kuping. Sehari-harinya, Rendy bekerja di perusahaan digital advertising agency di Jakarta.
Hampir setiap pekan, Rendy dan rekan-rekannya nongkrong di kafe tersebut. Bukan hanya sekadar nongkrong biasa tentunya, tetapi banyak hal dibicarakan. Kebetulan, mereka tergabung dalam sebuah komunitas pecinta games yang beredar di era 90-an.
Siapa yang tak kenal ding dong? Games yang terkenal menjadi maniak anak belia hingga dewasa. Salah satu permainannya misalnya Street Fighter yang melekat di benak gamers hingga kini. Bahkan Rendy menjadikan nama komunitas tersebut dengan nama Abuget.
“Abuget kami ambil dari sebuah jurus salah satu pendekar di Street Fighter, Ken. Sebetulnya Ken bukan meneriakan kata Abuget saat berhadapan dengan lawan, tetapi kuping orang Indonesia mendengarnya kata Abuget, ya sudah kami namakan komunitas kami Abuget saja,” paparnya kepada Bisnis belum lama ini.
Selain Rendy, di kafe itu hadir pula Rindradana, seorang mahasiswa S3 di salah satu universitas di Jakarta. Pria berkepala pelontos ini tak kalah dengan Rendy. Dia maniak habis game, terutama game console. Yang sempat membuatnya tak keluar seharian demi menamatkan game tersebut.
Di kafe itu, Rendy dan Rindra banyak bercerita. Dibentuknya komunitas Abuget tak semata sebagai ruang untuk berkumpul. Namun, banyak hal dilakukan yang bermanfaat bagi orang lain khususnya gamers.
Salah satu langkah riil hadirnya komunitas Abuget yaitu dengan kemunculan situs abuget.com. mereka menjadikan ruang tersebut sebagai ajang berbagi pengetahuan tentang games terkini. Berbagai postingan berupa artikel, radio podcast dan video mengenai seluk beluk game dibahas dengan menarik.
Pecinta game bisa mengenang kembali ulasan dari sebuah game. Tetris misalnya, game yang lahir era 80-an yang lahir dari seorang berkebangsaan Rusia, Alexey Pajitnov. Atau nintendo yang belum banyak orang ketahui asal dari lahirnya nama video game tersebut dari perusahaan hotel esek-esek. Dan banyak lagi ulasan yang dibuat berupa video dan radio podcast.
“Di Abuget, kami memberikan informasi ‘semau gue’. Ada yang setuju ataupun tidak itu urusan mereka [pembaca]. Kami berikan informasi sesuai analisa kami sendiri,” papar Rendy yang juga diamini Rindra.
Di tengah perbincangan, tiba-tiba hadir anggota Abuget lain, Visesa Pidada yang lebih akrab dipanggil Sesa. Pria jangkung pehobi basket ini termasuk maniak game juga. Dia baru datang dari kesibukannya selaku staff IT di sebuah perusahaan di Jakarta. Juga berprofesi sebagai kontributor sebuah majalah basket nasional.
Kedatangan Sesa menambah perbincangan malam itu penuh dengan wawasan mengenai game, khususnya video game. Berbagai pengalaman mereka ceritakan satu persatu. Dalam sehari, rerata mereka meluangkan waktu bermain game sekitar 5-6 jam.
Di komunitas Abuget, mereka sebetulnya tidak memaksa untuk menarik sebanyak mungkin anggota. Bahkan istilah anggota sendiri tidak terlalu penting bagi mereka. “Pokoknya siapa saja pecinta video game bisa bergabung dengan kami,” papar Sesa.
Usia anggota yang tergabung dari komunitas Abuget berkisar antara 25-30 tahun. Mereka terdiri dari siswa, mahasiswa hingga berkarir sebagai pegawai kantoran. Tentunya yang masih gemar bermain game.
Kegilaan pecinta game tentunya bukan main-main. Setiap hadir produk game terbaru, mereka mati-matian mendapatkan game tersebut. Sebagaimana gadjet, game juga terus bermunculan. Ketiganya mengaku, koleksi game di rumahnya cukup komplit, dari mulai sega, Nintendo hingga play station.
Demi game, para maniak itu rela menabung untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan. Apalagi, kemunculan play station 4 yang tengah mereka tunggu-tunggu menjadi incaran gamer holic tersebut.
Mereka menjelaskan adanya Abuget ini bisa menjadi bahan edukasi bagi pecinta game khususnya di Tanah Air. Karena dari segi industri, mereka akui cukup besar.
Wajar bila pecinta tidak hanya menikmati permainannya saja, tetapi bisa mendapatkan wacana di balik game yang dimainkan. “Dari hasil kumpul-kumpul di Abuget, banyak yang bisa didapat,” ungkap Rindra.
Kuliner
Ketika Para Maniak Game 90-an Berkumpul
Penulis : Miftahul Khoer
Editor : Bambang Supriyanto