Fashion

Perancang Nonita Respati Eksplorasi Batik Kudus

Reni Efita
Jumat, 4 Oktober 2013 - 15:04
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Perancang mode Nonita Respati pemilik brand Purana mempunyai tantangan baru untuk mengeksplorasi batik Kudus yang warna klasik agar cocok untuk anak muda.

“Saya melihat batik Kudus seperti lukisan. Tanpa dipotong saja sudah indah. Saya merancang busana untuk orang yang sudah tahu gayanya sendiri yang tidak didikte oleh tren,” kata Nonita.

Motif batik Kudus berbeda dengan motif kain batik Solo yang daerah asal orang tua Nonita. Kalau kedua ujung kain batik Solo disatukan, maka motifnya bisa ketemu, sedangkan motif kain batik Kudus tidak bisa. Oleh karena itu, katanya, untuk memotong pola kain batik Kudus mempunyai tantang baru supaya tidak salah potong motifnya.

Nonita yang sudah berkecimpung dalam fashion sejak lima tahun yang lalu itu digandeng oleh Djarum Apresiasi Budaya untuk merancang batik Kudus hasil binaannya menjadi busana yang modern.

Renitasari, Direktur Djarum Apresiasi Budaya mengandeng perancang muda itu untuk mengolah batik Kudus warna klasik menjadi busana modern yang sesuai karakter Purana. Tujuannya untuk mengenalkan batik Kudus kepada kelompok muda di Ibu Kota, guna melestarikan batik tradisional yang sudah hampir punah itu.

Batik Kudus, kata Nonita, merupakan batik klasik dengan warna dasar hitam, merah, merah marun, sogan, cokelat. Meski warna dasarnya hitam, namun ada juga ada sentuhan warna terang, sehingga bisa ditampilkan secara modern.

Motih-motif batik Kudus yang dirancangnya itu adalah motif burung hong, burung merak, dan kupu-kupu.

Sementara Brand Purana, kata Nonita, merupakan busana yang menggunakan kain-kain tradisional yang pengerjaannya melibatkan tangan, tapi penampilannya modern. Misalnya, batik, jumputan, dan tie dye. Motifnya dia rancang sendiri. Kebanyakan bentuk geometris dengan warna-warna cerah.

Batik Kudus yang berwarna klasik itu dipadukannya dengan warna terang yang menjadi karakter Purana, supaya bisa dipakai oleh anak muda tanpa memaksakan.

Tie dye bermotif genteng dan dot yang berwarna cerah dipadukannya dengan batik Kudus yang warna klasik. Lalu ditambahkannya batu-batuan pada busana coktail, sehingga tampil lebih gaya.

Dia juga merancang busana yang terdiri dari tiga potong. Busana itu dibayangkannya dipakai oleh perempuan perkotaan yang sibuk bekerja dari pagi sampai malam dengan aktivitas yang berbeda- beda. Busana itu dirancang agak longgar, supaya si pemakai yang aktif itu bebas bergerak.

Busana dari kain batik Kudus itu diperagakan oleh finalis-finalis Putra Putri Batik Nusantara 2013 di Teater Jakarta, TIM, 2 Oktober. Lalu pada rangkaian pameran Eksobatika di Grand Indonesia Shoping Town, Kamis sore (3/10/2013).

Sejarah

Menurut situs muriabatikkudus.com, pada era tahun 1935 batik Kudus sudah mulai ada dan berkembang pesat pada era 1970-an. Corak dan motif batik Kudus sangat beragam karena pada masa itu pengrajin batik Kudus ada yang dari etnis keturunan China dan pengrajin penduduk asli.

Batik Kudus coraknya lebih condong ke batik pesisiran ada kemiripan dengan batik Pekalongan maupun Lasem karena secara geografis Kudus berdekatan. Batik Kudus yang dibuat oleh pengrajin China dikenal dengan batik nyonya atau batik saudagaran, yang mempunyai ciri khas kehalusan dan kerumitannya dengan isen-isennya. Dan kebanyakan dipakai oleh kalangan menengah ke atas, motif yang dibuat coraknya lebih ke arah perpaduan antara batik pesisir dan batik mataraman (warna sogan).

Batik Kudus yang dibuat oleh pengrajin asli Kudus atau pribumi dipengaruhi oleh budaya sekitar dan coraknya juga dipengaruhi batik pesisiran. Motif yang dibuat mempunyai arti ataupun kegunaan misalnya untuk acara akad nikah ada corak Kudusan seperti busana kelir, burung merak dan ada pula motif yang bernafaskan budaya Islam atau motif Islamic Kaligrafi. Motif yang bernafaskan kaligrafi karena dipengaruhi sejarah walisongo yang berada di Kudus yaitu Sunan Kudus (Syech Dja’far Shodiq) dan Sunan Muria (Raden Umar Said), corak yang bernafaskan Islam karena pengrajin batik banyak berkembang disekitar wilayah Sunan Kudus atau dikenal dengan Kudus Kulon.

Salah satu motif yang juga sangat dikenal di Kudus adalah motif kapal kandas menurut sejarah yang dituturkan juru kunci Gunung Muria ada kaitan dengan sejarah kapal dampo awang milik Sampokong yang kandas di Gunung Muria, menurut sejarahnya pada masa itu terjadi perdebatan antara Sunan Muria (Raden Umar Said) dengan Sampokong.

Menurut Sampokong gunung yang dilewati adalah merupakan lautan tetapi Sunan Muria keyakinan itu adalah gunung sampai akhirnya kapal Dampo Awang kandas di Gunung Muria. Kapal tersebut membawa rempah-rempah dan tanaman obat-obatan yang sampai sekarang tumbuh subur di Gunung Muria salah satunya adalah buah parijoto yang diyakini oleh masyarakat sekitar untuk acara 7 bulanan supaya anaknya bagus rupawan.

Di Gunung Muria ada pula pohon Pakis Haji yang pada zaman Sunan Muria dipakai sebagai salah satu tongkat Sunan Muria dan sampai sekarang kayu pakis haji diyakini oleh masyarakat sekitar bisa mengusir hama salah satunya tikus, karena motif tersebut mempunyai alur seperti ular dan ukiran seperti kaligrafi.

Pada era 80-an Batik Kudus mengalami kemunduran karena sudah tidak ada pengrajin yang berproduksi lagi karena adanya perkembangan batik printing maka pengrajin batik Kudus banyak yang gulung tikar dan akhirnya masyarakat Kudus lebih senang bekerja sebagai buruh pabrik rokok.

Beberapa tahun terakhir ini, Djarum Apresiasi Budaya berupa membangkitkan batik Kudus. Ia pernah pekerjasama dengan Rumah Pesona Kain. Teranyer, ia mengandeng perancang mode Nonita Respati untuk merancang batik Kudus menjadi busana coctail yang tampil muda.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Reni Efita
Editor : Sepudin Zuhri
Bagikan

Tags :


Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro