Bisnis.com, PEKANBARU-Jauh sebelum Indonesia merencanakan proyek rel kereta api yang melintasi Provinsi Riau, orang Jepang sudah lebih dulu membuatnya saat masa penjajahan.
Jejak kereta api di Riau salah satunya bisa ditemukan di Taman Makam Pahlawan Kerja di Jalan Kaharuddin Nasution, Kecamatan Bukit Raya, kawasan Simpang Tiga, Pekanbaru.
Lokasinya tidak jauh dari Bandara Sultan Syarif Kasim II dan berdekatan dengan Rumah Makan Pondok Patin HM Yunus, rumah makan khas melayu yang terkenal itu. Di kompleks makam yang kecil itu, ada semacam tugu dari batu, yang diukir oleh Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Riau R. H. Soebrantas Siswanto pada 10 November 1978.
wahai kusuma bangsa
anda diboyong Jepang penguasa
bekerja, bekerja, bekerja
nasibmu dihina papa
jasamu tak kulit terurai tulang
di sini anda rehat bersama
tanpa tahu keluarga
tak ada nama dan upacara
namun jasamu dikenang bangsa
andalah pahlawan kerja
ya Allah keharibaanMu kami persembahkan mereka
ampunilah, rahmatilah mereka
Demikian tulis tugu itu. Di belakang tugu itu ada sekitar 20 makam pahlawan kerja asal Pekanbaru yang turut mengerjakan pembangunan rel kereta api dari Pekanbaru, Riau menuju Muaro Sijunjung, Sumatra Barat sepanjang 200 kilometer.
Di belakang makam-makam itu, ada sebuah lokomotif hitam bernomor C 3322 yang menjadi saksi bisu bahwa memang pernah ada kereta api di Riau.
Di bawah loko itu ada relief peta jalur rel kereta api Pekanbaru-Muaro Sijunjung, beserta ilustrasi betapa menderitanya para pekerja paksa (romusha) yang diperintahkan Jepang untuk membangun rel kereta tersebut.
“Di sini tempat dimakamkan romusha. Kalau pagi, ada orang yang membersihkan, sapu-sapu. Kalau di sebelah kompleks makam ini, hanya makam warga biasa,” ujar Purwadi, penjaga makam warga ketika ditemui Bisnis sedang merapikan makam, Sabtu (21/12/2013).
Dari penelusuran Bisnis, ribuan pekerja paksa tidak hanya warga setempat (orang Riau), tapi kebanyakkan justru didatangkan dari luar daerah terutama dari Jawa. Konon, Jepang berlaku sangat kejam sehingga banyak pekerja yang tewas mengenaskan.
Penjajah Jepang membangun rel kereta ini sekitar 1943 dan selesai pada 1945. Kereta api dibutuhkan untuk mengangkut batu bara dari Muaro Sijunjung ke Pekanbaru. Namun kini tidak ada sisa rel kereta sama sekali di Pekanbaru, akibat sudah dijarah warga.
Keberadaan kereta api di Riau dibenarkan oleh Yanuar, Kepala Bidang Infrastruktur dan Lingkungan Hidup (Bidang III) dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Pemerintah Provinsi Riau.
“Kita sudah pernah ada kereta api di Riau ini, waktu penjajahan Jepang. Begitu hebatnya orang Jepang, dia bikin kereta api. Sekarang sudah jaman merdeka, bikin rel sudah ngga dipikir lagi [oleh Indonesia],” ujarnya.
Ironis memang. Kini, setelah 68 tahun Indonesia merdeka dan lepas dari penjajahan Jepang, justru tidak nampak keseriusan pemerintah untuk membangun rel kereta api di Riau.
Sebelumnya, Bappenas memang pernah memasukkan proyek rel kereta api dari Rantau Prapat-Dumai-Duri-Teluk Kuantan-Muaro, yang diperkirakan membutuhkan investasi hingga US$3,78 miliar.
Proyek itu masuk skema kerja sama pemerintah-swasta (Public Private Partnership) atau PPP Book Bappenas 2012. Proyek ini rencana awalnya ditender 2014 dan ditargetkan beroperasi 2019.
Rel kereta api ini rencananya akan menghubungkan Sumatra Utara, Riau, hingga Sumatra Barat sepanjang 246 kilometer. Namun hingga kini, tidak ada tanda-tanda kemajuan proyek.
Yanuar mengatakan kebutuhan rel kereta api yang akan digunakan untuk mengangkut sawit dan batu bara itu, sudah sangat mendesak. Pasalnya, saat ini hasil bumi tersebut diangkut oleh kendaraan berat yang mengakibatkan jalan provinsi yang dilaluinya jadi rusak.
“Tapi proyek rel kereta api ini, jujur kami ini [Bappeda Riau] seperti menggapai daerah yang gelap. Ngga tahu apa yang mau kita kejar. Kalau kementerian bersungguh-sungguh [mau membangun], sebenarnya kami lebih bersungguh-sungguh,” ujarnya.
Sementara itu, dari Jakarta diketahui bahwa Direktur Pengembangan Kerja Sama Pemerintah dan Swasta Bappenas Bastary Pandji Indra mengatakan pembangunan proyek rel kereta api tersebut merupakan kewenangan dari provinsi, dalam hal ini Provinsi Riau.
Bastary mengatakan pemerintah dalam hal ini Bappenas selalu melakukan pengawasan pada setiap proyek yang terkait dengan PPP, seperti kemajuan proyek dan kendalanya.
“Kami selalu mengevaluasi setiap tahun, kalau tidak ada kemajuan itu akan kita drop, dan sampai sekarang tidak ada kemajuan dari proyek tersebut [proyek rel kereta api di Riau] dan tahun ini akan kita drop,” ungkap Bastary.
Memang, hingga kini terbukti setelah lama direncanakan dalam PPP Book 2012, belum ada investor baik dari lokal maupun asing yang menunjukkan minatnya terhadap proyek ini. Proyek ini pun akhirnya benar-benar dihapuskan dalam PPP Book 2013.
Dengan demikian, apakah kereta api di Riau akan benar-benar tinggal sejarah? Berapa lama lagi warga Sumatra, khususnya warga Riau, harus menunggu terwujudnya (kembali) kereta api di sini? Wallahualam.