Bisnis.com, JAKARTA -- Artis Happy Salma tampil total memainkan monolog berjudul Inggit di Teater Jakarta, Taman Ismail Marzuki, Sabtu (10/5/2014) malam.
Monolog yang ditulis penyair Ahda Imran dan disutradarai Wawan Sofwan tersebut disadur dari buku karya Ramadhan KH berjudul Kuantar Kau ke Gerbang.
Monolog Inggit mengisahkan masa hidup Presiden Sukarno. Happy Salma tampil seolah dia berperan sebagai Inggit Garnasih, salah satu istri dari Sukarno.
Monolog tersebut sebenarnya merupakan penampilan terakhir Happy Salma di panggung untuk pementasan Inggit. Dia berusaha tampil semaksimal mungkin setelah sebelumnya penampilan hanya digelar di tempat terbuka, komunitas, dan undangan kampus saja.
"Perbedaan penampilan pamungkas ini terlihat dari segi artistik dan skema panggung yang lebih besar. Saya berusaha bermain sebagus mungkin," paparnya usai penampilan digelar.
Inggit merupakan perempuan asal Bandung yang diperistri seorang pria bernama Kang Uci. Pada masa Sukarno kuliah di Institut Teknologi Bandung, Sukarno menumpang tinggal di rumah Inggit dan Kang Uci.
Inggit terpukau dengan kegagahan dan kepintaran Sukarno. Hingga suatu waktu, Sukarno berhasil merebut Inggit dari Kang Uci dan mempersuntingnya. Padahal, Sukarno sebelumnya sudah menikah dengan Utari, putri dari Cokroaminoto.
Happy Salma benar-benar menghipnotis penonton malam itu. Dia dengan detail menceritakan tentang kehidupan Sukarno dan berhasil membawa penonton seolah terlibat dalam kisah tersebut.
Sukarno rela menceraikan Utari hanya untuk menikahi Inggit. Bahkan, saking cintanya terhadap Inggit, Sukarno memberanikan diri mengakui keinginannya menikah dengan Inggit kepada Kang Uci, suaminya.
Kang Uci pun pasrah dan menerima cerai dengan Inggit. Dia membiarkan Inggit jatuh ke pelukan Sukarno yang umurnya terpaut cukup jauh.
Hidup Sukarno dan Inggit pun dimulai. Sebuah keluarga kecil, sederhana namun menyimpan impian besar memerdekakan Indonesia dari pemerintahan Hindia Belanda pada saat itu.
Ahda Imran, sang penulis naskah ingin menampilkan sosok Inggit yang dilupakan. Padahal jasanya terhadap Sukarno cukup besar.
Kesetiaan Inggit pada Sukarno benar-benar dikisahkan Happy Salma dengan baik. Bagaimana Inggit banting tulang membiayai Sukarno kuliah, mengadakan rapat-rapat gerakan bawah tanah, hingga rela hidup perih dan terasing gegara sikap politik Sukarno saat itu.
"Tetapi Inggit tak pernah lelah dan terus berusaha memberikan semangat kepada sang suami Singa Podium itu," kata Ahda.
Di sinilah barangkali, Ahda Imran ingin menunjukan bahwa Inggit, perempuan Sunda, polos, yang tidak memiliki ilmu tinggi seperti suaminya, Sukarno, memberikan sumbangsih besar terhadap semangat dan perjuangannya.
Beberapa kali Sukarno dibuang ke Bengkulu, Ende, Surabaya dan kota lainnya membuat Inggit tak patah arang. Bahkan Inggit terus memberikan bantuan bacaan yang diselundupkan ketika Sukarno dipenjara di sel kecil seukuran tubuhnya, di penjara Banceuy Bandung.
Namun, selama menikah dengan Inggit, Sukarno akhirnya sadar diri. Dia merasa ingin punya anak kandung, meskipun sebelumnya, keduanya telah memiliki anak angkat yakni Kartika dan Omi.
Ketika diasingkan di Bengkulu, Inggit dan Sukarno kembali menerima seorang perempuan muda cantik bernama Fatmawati untuk tinggal bersama. Dan menjadikannya seolah anak mereka sendiri.
Di situlah benih cinta Sukarno kembali bersemi. Inggit menceritakan bahwa Sukarno jatuh hati dan ingin menikah dengan Fatmawati. Sukarno berharap bisa memiliki anak dari Fatmawati. Meskipun serasa ditusuk dari belakang, akhirnya Inggit merelakan Sukarno menikahi Fatmawati yang dalam pementasan monolog tersebut bernama Fatimah.
"Mungkin ini adalah karmaku. Dulu ketika aku bersuami dengan Kang Uci, aku berselingkuh dengan Sukarno. Dan sekarang inilah kenyataannya," ujar Happy.
Inggit pun sadar betul, alasan Sukarno menginginkan pernikahannya dengan Fatmawati didasarkan karena dirinya tidak pernah bisa memberikan keturunan.
Namun, yang ingin disampaikan dalam kisah tersebut bukan hanya semata-mata kisah tentang kepemimpinan Sukarno yang cerdas, berwibawa, gagah dan perkasa. Baik Ahda maupun Happy Salma mengaku, monolog Inggit ingin memberikan pesan bahwa di balik kesuksesan Sukarno, ada sosok perempuan setia menemani hidupnya.
Pementasan berdurasi 120 menit itupun mendapat apresiasi besar dari tamu-tamu yang hadir. Sayang, keluarga Sukarno dari Fatmawati, kata Happy Salma, tidak datang ke penampilan monolog tersebut.
"Padahal kami sudah mengundang pihak keluarga Sukarno," paparnya.
"Penampilan" Inggit malam itu, benar-benar memukau dengan aksi Happy Salma serta musikalitas dan koreografi yang menghanyutkan.
"Saya benar-benar latihan sungguh-sungguh untuk penampilan ini," papar Happy.