Bisnis.com, YOGYAKARTA--Ratusan seniman lintas komunitas seni di Yogyakarta berkolaborasi menggelar pentas drama kolosal luar ruangan "Njemparing Rasa" dengan lakon kisah Sumantri dan Sukasrana.
Total hampir 300 seniman muda dari berbagai unsur kesenian dan dari berbagai kantong senidi Yogyakarta terlibat, mulai dari pelaku seni teater, seni tari, seni tradisi, maupun sastra.
Pentas yang digelar di Lapangan Grha Sabha Pramana, Universitas Gadjah Mada, pada Minggu (12/10) tersebut mengangkat tema "Menarik Busur Sejarah Membidik Masa Depan".
Dikisahkan bahwa Sumantri adalah anak dari Resi Suwandagni dari petapaan Argasekar. Sifat nyawijj antara Sumantri dengan adiknya, Sukasrana, membuat adiknya tak rela ditinggal kakaknha karena sebenarnya Sukasrana mengetahui kesaktian Sumantri belumlah matang.
Oleh sebab itu, ketika Sukasrana ditinggal pergi Sumantri untuk mengabdi pada Negeri Mayapada, ia pun nekat menyusul.
Pada suatu waktu, Negeri Mayapada dengan Raja Prabu Citrawijaya menggelar sayembara untuk mencarikan jodoh bagi anaknya, Putri Citrawati. Sayembara itu pun diikuti oleh 1.000 raja dari berbagai Negeri.
Sumantri kemudian menjadi pemenang sayembara tersebut dan berhak menikahi Putri Citrawati. Tapi ternyata Sumantri adalah utusan Prabu Arjuna Sasrabahu sehingga hal itu membuat kecewa Putri Citrawati. Oleh karena iu, Putri Citrawati meminta Sumantri bertanding dengan rajanya karena ia lebih memilih Sumantri sebagai suamk.
Dalam pentas berdurasi 2 jam 15 menit tersebut, kisah diatas diceritakan oleh Sukasrana yang diduga tewas di tangan Sumantri, adiknya. Sukasrana ternyata masih sehat dan segar bugar serta hadir pada masa sekarang untuk menceritakan kembali kisah sesungguhnya tentang masa silamnya.
Oleh karena itulah pentas drama kolosal tersebut dibuka dengan cuplikan adegan sehari-hari yang terjadi di ibu kota Jakarta.
Pentas drama ini juga memadukan unsur tradisional dengan teknologi kekinian, termasuk dalam cuplikan layar dan tata musik yang digunakan.
Kepala Dinas Kebudayaan DIY GBPH Yudaningrat mengemukakan ide menggelar pentas drama kolosal tersebut bermula dari kegelisahan atas situasi kebangsaan saat ini yang cenderung hanya mengikuti arus zaman.
Di sisi lain, masih minimnya jumlah pertunjukan kolosal outdoor yang besar dan inovatif juga mendorong pemerintah menggandeng para pelau seni untuk menggelar pentas "Njemparing Rasa".
Selain ratusan pemain pendukung, gelaran drama kolosal luar ruangan tersebut menggunakan tata artistik, lighting, dan multimedia dengan melibatkan para perupa dan digital-artist ahli sehingga memunculkan ursur kemegahan pentas tersebut.
Pimpinan Produksi drama kolosal "Njemparing Rasa" Suharmono menyebutkan total dana yang dianggarkan untuk pentas besar tersebut mencapai Rp600 juta.
Namun demikian, pada saat realisasi pihaknya hanya menghabiskan dana Rp400 juta.
"Dana dari Dinas Kebudayaan DIY, mereka mendanai dan bekerjasama dengan PKKH UGM. Tapi pada prakteknya ada beberapa item yang tidak digunakan sehingga hanya kepakai Rp400 juta. Jadi sisanya kami kembalikan lagi," ujarnya.
Dia mengakui proses persiapan pentas drama kolosal "Njemparing Rasa" telah dirancang sejak 2013. "Persiapannya 1 tahun, terutama persiapan naskah dan lain-lain. Kalau latihan 2 bulan," katanya.