Bisnis.com, JAKARTA - Salah jalur subway, lebih pas untuk menggambarkan perjalanan saya ini. Hanya bermodal nekat dan metrocard, saya bersemangat menyambangi Wall Street, kawasan masyur pusat finansial terbesar dunia di Kota New York.
Tak jauh dari tempat saya menginap di W 26 Street at 7 Avenue, saya berjalan ke stasiun subway di sekitaran 34 St. Subway merupakan alat transportasi kereta bawah tanah yang cukup nyaman.
Menggunakan jasa subway ini, penumpang cukup memiliki metrocard. Bentuknya seperti kartu ATM, tetapi lebih tipis dan memiliki pita magnetik. Saat masuk ke jalur subway, metrocard tinggal kita gesek.
Selain dapat digunakan untuk naik moda kereta, metrocard dapat pula dipakai saat menaiki bus. Harga metrocard dengan durasi selama tujuh hari unlimited sekitar US$30.
Saya sempat bertanya ke petugas penjaga arah jalur kereta menuju Wall St. Saya naik kereta nomor A. Belakangan saya tahu kereta yang saya tumpangi itu, salah jalur. Semestinya, saya naik kereta nomor itu dengan arah ke downtown, tetapi saya memilih jalur uptown.
Saya tersadar salah kereta, setelah hampir 30 menit kereta melaju. Dari jalur 34 St, kereta meluncur hingga jalur 175 St. Saat perasaan tak nyaman muncul, saya memilih turun di 175 St.
Stasiun kereta di 175 St relatif sepi. Belakangan juga saya baru tahu, kalau jalur kereta itu menuju ke kawasan Bronx. Mendengar nama Bronx, saya langsung teringat dengan area ‘keras’ tempat lahirnya petinju-petinju top dunia di Amerika Serikat.
Oleh petugas stasiun, saya diminta kembali menggunakan kereta yang sama nomor A ke arah downtown, lalu turun Fulton St.
Berbekal selembar kertas yang diberikan petugas itu, saya kembali melaju menggunakan kereta.
Enaknya menggunakan subway, sama halnya ketika kita menggunakan Transjakarta. Selama masih berada di area stasiun, kita bisa naik turun kereta ke mana saja tanpa harus membayar lagi atau memotong saldo di metrocard.
Kereta terus melaju menuju Fulton St Lagi-lagi, muncul perasaan kurang yakin setelah subway beberapa kali berhenti di stasiun.
Guna memastikan, saya memilih turun di West 4 St. Ternyata, saya sudah berada di jalur yang benar. Hanya sekitar 2—3 perhentian lagi, saya sampai di Fulton St.
Akhirnya, saya kembali naik subway berikutnya. Dari balik jendela, saya lega ketika melihat nama Fulton St terpampang di tembok stasiun. Dari stasiun itu, saya pindah ke jalur 5, mengambil kereta ke Wall St.
Belum sempat lima menit di dalam kereta, stasiun Wall St sudah di depan mata.
Keluar dari stasiun Wall St, jalan Broadway sudah membentang. Inilah bagian dari pusat keuangan dunia yang begitu melegenda.
Dari kawasan itu, saya dengan mudah menjangkau beberapa titik mulai dari New York Stock Exchange (NYSE), patung banteng yang dikenal dengan nama bullish, dan 9/11 Memorial.
Patung bullish dikenal sebagai ikon pelaku saham. Bullish menggambarkan harapan pelaku saham agar harga saham terus menyodok naik dan memberi keuntungan.
Tak jauh dari sekitar kawasan itu, saya juga dapat menjangkau National Museum of the American Indian. Lokasinya tak jauh dari Battery Park, sebuah taman kota yang langsung menghadap ke Hudson River.
Duduk di taman ini, pandangan kita langsung menjangkau Patung Liberty yang tak kalah melegenda. Melihat denyutnya, Wall St memang bukan lagi kawasan finansial. Wall St sudah menjadi tempat tujuan wisata berbagai turis dunia. Dalam hati saya begitu beruntung tersesat di Wall St.