Alih-alih, sedekah justru akan membawa kepada kemakmuran bersama.
Referensi

BUKU: Menjadi Kaya Tanpa Riba

Ipak Ayu H Nurcaya
Minggu, 13 Desember 2015 - 16:44
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA -- Mengapa hanya sedikit orang yang dapat membangun kekayaan? Mengapa bangsa Indonesia masih dianggap miskin padahal negerinya kaya raya?

Menjadi kaya atau miskin bukan tergantung dari sedikit atau banyaknya uang atau aset yang dimiliki hari ini.

Menjadi kaya atau miskin ditentukan oleh cara hidup dan cara bermain.

Menjadi kaya atau miskin adalah persoalan karakter.

Membangun kekayaan dapat dimulai dari detik ini juga, tidak peduli seperti apa keadaan kita sekarang.

Hal tersebut diungkapkan Heppy Trenggono, Presiden Indonesian Islamic Business Forum (IIBF) sekaligus CEO United Balimuda Group – perusahaan di bidang perkebunan kelapa sawit, dalam bukunya yang berjudul 9 Pertanyaan Fundamental; Strategi Membangun Kekayaan Tanpa Riba .

Menurutnya, ada tiga hal mendasar yang menjadi masalah dalam dunia usaha di Indonesia.

Pertama, pola pikir entrepreneurship pada masyarakat Indonesia masih rendah. Hasrat membangun usaha seharusnya tidak hanya dimiliki oleh pengusaha, tetapi semua orang, termasuk pemerintah. Padahal, hanya pemerintah atau pemimpin yang berjiwa enterpreneur saja yang tahu cara membangun kekayaan negaranya. Entrepreneurship yang rendah menyebabkan pertumbuhan pengusaha di Indonesia sangat lamban.

Kedua, tingginya angka kejatuhan bisnis. Di Amerika Serikat (yang memiliki pertumbuhan usaha 11%), dari 100 bisnis yang tumbuh, hanya 4% yang mampu mencapai umur sampai 10 tahun.

Sementara itu, sebanyak 50% usaha jatuh pada tahun kedua berbisnis dan 80% bangkrut pada tahun kelima. Di Indonesia, angka kejatuhan bisnis lebih banyak lagi karena beberapa faktor internal dan eksternal yang menekan kehidupan bisnis. Sebanyak 70% pebisnis di Indonesia tidak kompeten mengatur keuangan. Padahal, menguasai keuangan adalah keterampilan pokok yang harus dimiliki oleh pebisnis setelah keterampilan menjual.

Ketiga, ketidakjelasan nilai yang dibela. Ketidakjelasan ini berpengaruh pada sikap dan keberpihakan warga negara terhadap sesuatu, termasuk pada produk lokal. Tidak adanya pembelaan terhadap produk lokal menyebabkan banyak usaha yang akhirnya mati. Seharusnya masyarakat didorong untuk membeli produk bukan karena murah atau lebih canggih, tetapi karena buatan dalam negeri.

Buku setebal 130 halaman tersebut memuat sembilan pertanyaan mendasar bagi mereka yang ingin terlibat di dalam dunia usaha atau yang ingin memperbaiki kembali usahanya.

Dalam buku ini, penulis yang tampaknya memiliki ideologi hukum Islam cukup kuat ini tidak hanya menyibak jawaban-jawaban atas sembilan pertanyaan tersebut, tetapi juga memberi arahan cara mengelola harta dan mendapatkan keuntungan sesuai dengan ajaran Islam. Riba dalam Islam adalah sesuatu yang haram dan tidak pantas untuk diperjuangkan oleh seseorang.

Sang penulis memberikan cara-cara jitu bagi pengusaha agar menjauhkan harta dari riba dan mendekatkan harta tersebut dengan sedekah. Meskipun praktek sedekah adalah mengeluarkan sebagian harta, tetapi melakukannya bukanlah hal yang akan membawa kepada kemiskinan.

Alih-alih, sedekah justru akan membawa kepada kemakmuran bersama. Intinya, buku ini mengajak kita mengelola diri dan menjadi pribadi yang kaya raya. Dengan berbagai pertanyaan yang diungkapkan sang penulis, buku ini sangat cocok dibaca oleh mereka yang belum kaya dan ingin kaya, juga untuk mereka sudah kaya dan yang ingin tetap kaya.

Selamat membaca!

Judul: 9 Pertanyaan Fundamental, Strategi Membangun Kekayaan Tanpa Riba

Penulis : H. Heppy Trenggono

Penerbit : Esensi Erlangga Group, Jakarta

Edisi I : 2015

Halaman : 130 Halaman

ISBN : 978-602-759-684-9

Editor : Fatkhul Maskur
Sumber : Bisnis Indonesia, Minggu (13/12/2015)
Bagikan

Tags :


Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro