Bisnis.com, JAKARTA- Meskipun keindahan batik telah diakui sebagai warisan kemanusiaan untuk budaya lisan dan nonbendawi oleh UNESCO, tidak semua orang memahami pemaknaan sakral dan unsur filosofis dibalik setiap garis dan motif yang terkandung di dalamnya.
Kebanyakan orang mengenal batik sebagai corak yang ditulis di atas medium kain untuk sandang. Memang, hal tersebut tidak salah karena batik merupakan seni kronogram yang memvisualisasikan berbagai kronologi dalam peradaban manusia.
Untuk lebih mengejewantahkan pemaknaan di dalam motifnya, batik memang sebaiknya dituangkan ke dalam wujud bendawi yang lekat dengan kehidupan umat manusia. Itulah mengapa busana kerap dipilih sebagai medium seni batik.
Namun, sebenarnya masih banyak benda-benda lain yang dekat dengan kehidupan manusia yang dapat dijadikan sebagai medium membatik. Salah satunya adalah lantai, yang menjadi pijakan langkah kaki di hampir setiap tempat.
Kesakralan makna yang terkandung dalam garis-garis motif batik dapat dituangkan ke dalam lantai guna menambah kharisma hunian, tempat kerja, atau bangunan lainnya. Namun, perlu diperhatikan, pemilihan motif yang dapat digunakan untuk lantai pun tidak sembarangan.
Tidak semua produsen mampu mengejewantahkan batik ke dalam mediumtilesecara tepat, tanpa mengurangi intepretasi dari karya seni yang bernilai tinggi tersebut. Salah satu yang telah beberapa kali menerjemahkan batik ke dalam lantai adalah Niro Ceramic Indonesia.
Adapun, penasehat yang digandeng untuk mewujudkan batik bermedium lantai tersebut adalah tim dari mendiang maestro batik Indonesia, Iwan Tirta. Meski hanya untuk pijakan kaki, tema yang diangkat tidak sembarangan, yaituSwatantra.
Penggunaantilekini menjadi suatu bagian tak terpisahkan dari gaya hidup modern. Untuk itu, kami ingin mengombinasikannya dengan sesuatu yang istimewa, yang merefleksikan kekayaan budaya nasional, sekaligus keindahan danpassion, kata CEO Nero, Willie Low.
Sementara itu, CEO Iwan Tirta Private Collection Johannes Bima menjelaskan kolaborasi tersebut merupakan salah satu kulminasi dari kreativitas dan pemikiran mendalam untuk menerjemahkan batik ke dalam medium yang berbeda.
Perpaduan aset desain, keahlian, dancraftmanshipdari kedua mitra ini menghasilkan karya yang tidak hanya indah secara visual, tapi saya yakin merupakan salah satu terobosan di Indonesia, imbuhnya.
PERLAMBANG KEMANDIRIAN
Lantas, apakahSwatantraitu? Creative Director Iwan Tirta Private Collection Era Soekamto menjelaskanSwatantradalam bahasa Sansekerta berarti mandiri dan merupakan perlambang dari sebuah peradaban yanginggil.
Sebagaimana karakter utama atausignaturedari setiap desain batik dari tangan mendiang Iwan Tirta, selalu ada nuansa transendental atau ke-Tuhan-an di dalamnya. Motif-motif transendental tersebut masih dilestarikan oleh keraton Jogja dan Solo hingga saat ini.
Almarhum Iwan Tirta memiliki perpustakaan yang merangkum lebih dari 13.000 motif batik. Melalui karya-karyanya, beliau ingin mempreservasi sebuah peradaban yang dekat dengan Tuhan, jelas Era tentang makna filosofisSwatantra.
Swatantra, di sisi lain, juga merupakan konsep bangunan abad IX, termasuk berbagai candi Hindu dan Budha yang ada di Tanah Air. Jika diperhatikan, konsep bangunan candi selalu berbentuk segi empat untuk menggambarkan 4 arah dan 8 titik mata angin.
Setiap candi besar, terutama di Jogja, pasti memiliki konsepSwatantratersebut. Hal itu menjelaskan mengapa bangunan candijika dilihat dari atas udaraselalu berbentuk simetris seperti sebuahMandala.
Jadi, makna dariSwatantraini adalah kemandirian, yang menjadi inspirasi bagi banyak orang bahwa [Indonesia] ini adalah bangsa yang mandiri, tidak selalu ikut-ikutan bangsa asing. Kita punya jati diri, punya filosofi, dan kemapanan sendiri, tutur Era.
Terdapat 4 motif yang digunakan dalam lantaiSwatantrayang kharismatik tersebut. Pertama,Kawung Cakra Ningratyang merupakan perlambang bunga kehidupan dan suatu bentuk geometris sakral, dan interpretasi dari konsep perjalanan menuju cahaya (light upon light).
Kawung Cakra Ningratterdiri dari empat bagian dan sebuah inti di tengah, yang melambangkan lima arah utama ajaran Buddha. Motifkawungdikombinasikan dengancakraatau bunga berkelopak delapan yang melambangkan energi positif, kebijakan, dan keadilan.
Motif kedua adalahMandala Cakra Ningrat, atau motif yang ditemukan pada banyak relief bangunan-bangunan kuno yang ada di berbagai penjuru Nusantara.Mandalaberarti lingkaran dan merupakan simbol spiritual hubungan mikrokosmos dan makrokosmos.
Ketiga adalah motifKupu Kawung, alias salah satu motif batik geometris tertua yang melambangkan kebijaksanaan. Empat bagiankawungdan intinya dipercaya sebagai lambang lima arah utama ajaran Buddha.
Motifkawungdikombinasikan dengan bentuk kupu-kupu untuk melambangkan keindahan dalam proses kehidupan. Setiap proses yang terjadi dipercaya tidak saja mengadirkan keindahan, tapi juga mengantarkan seseorang menjadi pribadi yang lebih baik.
Adapun, motif terakhir adalahSawunggaling Tarung, yang merupakan perlambang keagungan raja-raja di Jawa dengan menggabungkan karakteristik ayam jago dan burung merak sebagai filosofi kekuasaan lembut (soft power) pada seorang pemimpin.
Pada koleksi lantaiSwatantratersebut,Sawunggalingdigambarkan sedang melakukan pertarungan untuk melambangkan bahwa kemenangan dan kemashyuran diperoleh dengan jiwa seorang pemimpin yang bijak dan cinta kasih.
Dengan memahami makna filosofis dalam motif batik, siapapun dapat merasakan kharisma yang terkandung di dalamnya. Apalagi, jika makna mendalam itu terwujud di dalam hal-hal sepele yang tanpa kita sadari lekat di dalam kehidupan sehari-hari, seperti lantai.