Hampir semua genre bisa masuk; mulai dari sejarah, kajian desa-kota, sastra, antropologi, desain, teknologi, komik, hingga novel grafis. /Bisnis-Ilham N
Fashion

Kios Buku Indie, Wadah Alternatif Berkomunitas

Wike Dita Herlinda
Sabtu, 5 November 2016 - 08:00
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - Beberapa tahun belakangan, kios buku indie semakin menjamur di banyak kota di Indonesia. Kehadiran mereka merupakan alternatif seru bagi para pecinta buku untuk mendapatkan koleksi bacaan antimainstream, seperti yang banyak dijual di toko-toko buku mainstream.

Menariknya, sebagian besar kios buku indie tidak hanya didirikan sekadar sebagai wadah berjualan buku. Namun, eksistensi mereka merupakan sarana bagi banyak orang untuk bersosialisasi, berbagi ide, dan menggelar berbagai macam kegiatan.

Itulah sebabnya, tidak jarang kios buku indie sekaligus dijadikan tempat berkomunitas, lengkap dengan sarana seperti kafe, layar untuk memutar film, lahan untuk pertunjukan musik, dan sebagainya.

Tentunya, hal itu berbeda sekali dengan toko buku mainstream, di mana kebanyakan pengunjung datang ke toko hanya untuk membeli barang lalu kembali pulang setelahnya. Tidak ada interaksi personal yang terbangun di dalamnya.

Salah satu kios buku indie yang cukup terkenal adalah C2O Library & Collabtive, yang berdiri di Jalan DR Cipto No. 22 Surabaya. Di sana, selain menawarkan koleksi buku unik yang beragam, juga menjadi tempat berkomunitas banyak anak muda dari berbagai kota.

Anitha Silvia, salah satu penggagass C2O, menjelaskan kios buku tersebut berawal dari konsep perpustakaan partikelir, yang tidak hanya menjual buku dan berbagai pernak-pernik, tetapi juga menjadi tempat berkegiatan kelompok-kelompok indie di Surabaya.

Lalu, bagaimana eksistensi dan perkembangan dari kios buku indie tersebut? Berikut penjelasan perempuan yang akrab disapa Tinta itu:

Sejak kapan kios buku indie ini berdiri?

Sejak pertengahan 2008. Sebenarnya konsep kami lebih ke perpustakaan sih. Namun, kebetulan kami juga menjual buku dan pernak-pernik lainnya.

Apa yang melatarbelakangi?

Karena kami menyadari keterbatasan pilihan buku-buku yang ada di Surabaya, dibandingkan dengan sentra-sentra [penjualan buku] seperti di Jakarta, Bandung, atau Yogyakarta.

Pilihan buku-buku di Surabaya cenderung lebih terbatas, dan lebih didominasi oleh buku-buku populer bertema self help atau bisnis. Sementara itu, buku dengan tema sejarah, sastra, dan sosial cukup sulit ditemukan.

Nah, pada awalnya beberapa dari kami [pengurus C2O] sering ke luar kota dan hobi membeli atau bertukar buku. Ya sudah, dari sana muncul ide kenapa buku-bukunya tidak dikumpulkan saja supaya lebih enak perputaran peminjaman dan pengembaliannya.

Apa tujuan awal pendiriannya?

Tujuan awal pendiriannya adalah untuk mengumpulkan dan menyebarluaskan pengetahuan yang ada di dalam buku-buku yang suah didapat. Padahal, sebenarnya pengetahuan itu bisa kita kumpulkan dari koleksi pribadi yang ‘mengendap’ karena tidak kita ketahui atau sulit dijangkau.

Sulit dijangkau ini dalam arti entah karena memang tidak ada jam buka perpustakaan di Surabaya yang tetap, keanggotaan yang tidak jelas, atau sistem pinjam-meminjam yang tergantung pertemanan, dan sebagainya.

Pada prosesnya, kami berkembang menjadi tidak hanya perpustakaan dan toko buku, tetapi juga komunitas, event space, dan co-working space.

Jadi, kami bukan hanya mengumpulkan, menata, dan berbagi informasi melalui koleksi buku, film, dan media lainnya, tetapi juga memikirkan ekosistem ruangnya guna mendukung orang agar dapat bertukar dan berbagi pengetahuan, ide, belajar, dan bekerja.

Bagaimana cara mengakses bacaan di kios Anda?

Bisa dengan meminjam, boleh juga membaca di tempat, dan bisa juga membeli. Namun, memang untuk judul-judul buku yang hanya boleh dipinjam jauh lebih banyak. Saat ini ada sekitar 7.000 koleksi untuk dipinjam, sementara yang stok untuk dijual sekitar 800-an.

Apa saja genre buku yang ditawarkan di kios Anda?

Hampir semua genre bisa masuk; mulai dari sejarah, kajian desa-kota, sastra, antropologi, desain, teknologi, komik, hingga novel grafis. Katalog kami bisa dilihat melalui c2o-library.net/catalog

Bagaimana mengkurasi buku yang menjadi koleksi di kios Anda?

Tentunya ada banyak subyektivitas pemilik sebagai kuratornya, tetapi kami memikirkan juga apa yang diinginkan oleh pengunjung.

Apa manfaat membeli/membaca di kios buku indie dibandingkan dengan toko buku yang sudah mainstream?

Sebenarnya, kalau dari segi selera, batasan antara mainstream dan indie itu tidak terlalu saklek. Sebab, buku merupakan produk yang unik dan setiap produk berbeda-beda.

Jadi, ada saja kemungkinan buku yang yang menurut kami keren, tetapi tidak tersedia di perpustakaan/toko kami, tapi tersedianya di toko buku besar karena berbagai alasan seperti harga, ketersediaan, pola distribusi, dan sebagainya.

Begitu pula sebaliknya, ada buku yang mungkin kami miliki tetapi tidak dijual di toko-toko lainnya. Misalnya buku dari beberapa penerbit kecil seperti Marjin Kiri atau Komunitas Bambu, yang tidak banyak dijual di toko buku besar, karena rotasi raknya jauh lebih cepat.

Demikian juga, biaya potongan konsinyasi [toko buku besar] yang lebih tinggi, antara 40%-50%. Sementara itu, kios buku indie berhubungan langsung dengan penerbit dan memberi potongan konsinyasi yang lebih kecil, sekitar 30%-an. Bagi kami, karena kami tidak menangani produk sebanyak di toko buku besar, hal tersebut mungkin untuk kami lakukan.

Selain itu, dengan skala yang lebih kecil, pekerja yang lebih sedikit, dan adanya sistem keanggotaan, banyak kegiatan yang bisa kami lakukan seperti workshop, diskusi, pemutaran film, dan sebagainya. Hal itu membuat interaksi dengan pengunjung menjadi lebih personal.

Bagaimana Anda melihat perkembangan kios buku indie di Indonesia?

Saya rasa terus bertumbuh. Memang ada yang berkembang, ada juga yang pada akhirnya tumbang. Namun, kalau dibilang melesu saya rasa enggak juga kok.

Bagaimana Anda melihat potensi/prospek dari kios buku indie?

Selalu ada prospek yang cerah, terutama karena distributor besar sekarang hanya memberi ruang kepada buku-buku yang lebih terjamin populer atau saleable. Padahal, bukan berarti buku-buku yang tidak saleable tidak diminati orang.

Hanya saja memang perlu waktu lebih lama untuk memperkenalkan buku-buku minoritas ini. Nah, buku-buku semacam inilah yang biasanya enggan diambil oleh toko-toko buku besar karena tinggi risikonya [kemungkinan lama lakunya].

Salah satu alasan utama pengunjung datang ke C2O adalah karena mereka dapat menemukan buku-buku dan materi-materi yang kurang mendapatkan perhatian atau tepat di toko-toko buku besar itu tadi.

Misalnya, banyak penerbit indie tercekik dengan biaya konsinyasi yang tinggi dan distribusi yang terpusat di Jakarta. Dengan berhubungan langsung dengan penerbit, mereka bisa mengurangi banyak biaya dan menjalin komunikasi dan hubungan yang baik antara penerbit dan pembaca.

Apa tantangan mengelola kios buku indie?

Sama saja seperti tantangan usaha mikro pada umumnya, seperti perizinan, sulitnya memasuki lingkar distribusi utama, pajak yang tinggi untuk buku, dan sebagainya.

Dari mana saja mendapatkan koleksi bukunya? 

Awalnya dari koleksi pribadi. Lalu banyak orang yang juga menyumbangkan koleksi-koleksi mereka pada kami, karena buku itu kan sebenarnya perawatannya cukup susah untuk negara tropis seperti Indonesia.

Sehingga, banyak orang yang pindah tugas hanya setahun, tetapi ketika pulang buku-bukunya mangkrak, kena hujan, banjir, lapuk, dan sebagainya. Jadi, kami memasang informasi menerima buku-buku bekas. Daripada dibuang, lebih baik dimanfaatkan.

Donasi buku yang dirasa tidak sesuai dengan koleksi kami akan diserahkan ke perpustakaan lainnya atau kami jual. Kami menerima cukup banyak sekali sumbangan.

Berapa rata-rata peminat/pengunjungnya?

Pengunjug sehari-hari sekitar 30-an orang, tetapi kalau sedang ada acara bisa mencapai 50-100 orang.

Siapa segmentasi pasarnya?

Yang sering datang awalnya adalah para mahasiswa dan pekerja usia 18—35 tahun, tetapi sekarang sudah lebih bervariasi.

Apalagi, setelah kami juga mengembangkan co-working  space. Banyak pelajar, mahasiswa, dan pekerja menyewa C2O untuk mengerjakan tugas, kerja kelompok, rapat, seminar, pemutaran film, dan sebagainya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Fatkhul Maskur
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro