Bisnis.com, JAKARTA - Dalam dunia penerbangan, dikenal istilah critical eleven, sebelas menit paling kritis di dalam pesawat—tiga menit setelah take off dan delapan menit sebelum landing—karena secara statistik 80% kecelakaan pesawat umumnya terjadi dalam rentang waktu sebelas menit itu.
Istilah ini ternyata diketahui Ika Natassa dari seorang teman yang kebetulan mantan pramugari saat kami sedang mengobrol sambil makan siang lima tahun yang lalu. Istilah yang terus melekat di kepalanya membuat penulis novel Ika Natassa merasa harus bisa menjadikannya sebuah cerita.
Tak lama setelah itu, ketika sedang browsing menggunakan ponsel sambil menunggu di bandara, Ika menemukan artikel tentang sebuah aplikasi bernama We Met On A Plane. Aplikasi ini memfasilitasi orang-orang yang ingin reconnect dengan orang asing yang bertemu di pesawat atau bandara dan mungkin lupa bertukar contact details namun ingin bertemu lagi.
Dan tiba-tiba muncullah ide untuk menulis cerita tentang seorang lelaki dan seorang perempuan yang bertemu di pesawat, dan pertemuan mereka itu saya gambarkan sebagai critical eleven: tiga menit pertama kritis sifatnya karena saat itulah kesan pertama terbentuk, lalu ada delapan menit sebelum berpisah—delapan menit ketika senyum, tindak tanduk, dan ekspresi wajah orang tersebut jelas bercerita apakah itu akan jadi awal sesuatu ataukah justru menjadi perpisahan.
Dua tahun setelah itu, naskah novel Critical Eleven selesai dengan 65,159 kata di 339 halaman. Dua insan manusia bernama Ale dan Anya dengan 11 menit kritis yang menjadi awal perjalanan mereka.
Preorder novel Critical Eleven sold out dalam 11 menit, dan dalam hitungan hari setelah itu, Ika dihubungi oleh banyak produser untuk mengadaptasinya menjadi film.
“Ketika seorang penulis menyetujui movie deal, rasanya exciting tetapi juga menakutkan pada saat yang sama karena buat saya sama seperti 'mempercayakan' bayi saya di tangan orang lain,” kata Ika.
Berbulan-bulan setelah mempertimbangkan ke tangan siapa novelnya akan berlabuh, akhirnya Ika memutuskan untuk memberikannya ke Chand Parwez Servia dari Starvision, yang begitu memahami dan mendalami makna dan hati dari cerita ini.
“Namanya juga adaptasi, pasti ada yang berbeda. Satu hal yang harus kami jaga, yaitu adegan inti dan yang dirasakan pembaca saat membaca bukunya. Harus sama atau bahkan lebih,” kata Ika.