Bisnis.com, JAKARTA -- Persoalan stunting di Indonesia masih terus jadi sorotan. Stunting atau kurang gizi kronis ini meningkatkan angka kematian bayi dan anak serta menyebabkan penderitanya mudah sakit dan memiliki postur pendek saat dewasa.
Pemilihan makanan dan pola konsumsi yang kurang pas dalam waktu cukup lama menjadi biangnya, sehingga asupan gizi tak terpenuhi. Stunting terjadi mulai janin masih dalam kandungan dan baru tampak saat anak berusia 2 tahun. Kemampuan kognitif penderita berkurang, yang mengakibatkan kerugian ekonomi jangka panjang bagi Indonesia.
WHO menetapkan batas toleransi stunting maksimal 20% atau seperlima dari jumlah keseluruhan balita.
Di Indonesia tercatat 7,8 juta dari 23 juta balita adalah penderita stunting atau sekitar 35,6%. Sebanyak 18,5% kategori sangat pendek dan 17,1% kategori pendek. Akhirnya, WHO menetapkan Indonesia sebagai negara dengan status gizi buruk.
Ahli gizi masyarakat Institut Pertanian Bogor (IPB) Dodik Briyawan menilai, anak Indonesia lebih banyak mengonsumsi makanan sampah alias fast food dan jajanan kaki lima yang sering kali tak mengindahkan aspek kesehatan.
Konsumsi anak terhadap makanan tersebut menyentuh angka 40%, konsumsi makanan dari pangan industri mencapai 20%, dan sisanya mengonsumsi makanan yang dimasak di rumah.
Tidak heran, dengan pola konsumsi seperti itu, anak indonesia terlalu banyak menerima kalori dan natrium, dan di sisi lain kekurangan asupan dari buah dan sayuran.
“Rasa yang manis, gurih, creamy, pasti disukai oleh anak-anak. Namun, berakibat asupan gizi jadi tidak seimbang,” ujar Dodik.
Kandungan natrium tinggi pada makanan yang mengandung banyak garam akan berpotensi membuat anak memiliki penyakit darah tinggi pada masa mendatang.
Sementara itu, kandungan kalori yang tinggi pada makanan manis atau makanan tinggi gula juga menyebabkan kegemukan dan merusak gigi anak. Makanan yang memiliki kadar gula tinggi misalnya berasal dari selai, coklat, permen, dan pemanis.
Dalam situasi ini, peran utama orang tua menjadi paling penting. Sayang, sebagian besar orang tua masih tak paham karena sudah terpengaruh gaya hidup instan.
Lebih buruk lagi, menurut dokter spesialis anak Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Damayanti Rusli, anak yang menderita stunting atau kekurangan gizi pada 2 tahun pertama kehidupan dapat mengalami kerusakan otak yang tidak dapat diperbaiki. “Anak cenderung memiliki IQ tidak lebih dari 90,” katanya.
Permasalahan gizi tidak hanya akan menganggu perkembangan fisik dan kesehatan anak, juga mengancam kecerdasan anak. Dampak buruknya, hal tersebut dapat mengancam masa depan anak.
TIPCEGAH GIZI BURUK
Guna mengantisipasi gizi buruk, sejumlah langkah ini bisa dilakukan orang tua demi tumbuh kembang buah hati yang optimal.
Pertama, biasakan anak makan di rumah sebanyak tiga kali sehari bersama keluarga. Kedua, anak harus memperbanyak konsumsi sayur, dan buah.
Ketiga, kurangi atau hindarkan konsumsi protein dalam bentuk produk industri olahan. Keempat, memperbanyak minum air putih.
Kelima, batasi konsumsi makanan selingan seperti makanan jajanan kaki lima, dan makanan ringan yang biasa digemari anak-anak.
Keenam, membiasakan anak untuk rutin olahraga. Olahraga yang cukup akan membuat asupan gizi dalam tubuh anak dapat diolah dengan lebih baik.