Bisnis.com, JAKARTA – Sebagai negara penyumbang sampah plastik terbesar kedua di dunia, Indonesia diminta bijak dalam mengelola sampah plastik.
Berdasarkan data Asosiasi Industri Plastik Indonesia (INAPLAS) dan Badan Pusat Statistik (BPS), sampah plastik di Indonesia mencapai 64 juta ton per tahun dimana sebanyak 3,2 juta ton merupakan sampah plastik yang dibuang ke laut. Kantong plastik yang terbuang ke lingkungan sebanyak 10 miliar lembar per tahun atau sebanyak 85.000 ton kantong plastik.
Guru Besar Pengelolaan Udara dan Limbah Institut Teknologi Bandung Enri Damanhuri mengatakan bahwa kunci dari persoalan sampah adalah pada pengelolaannya, bukan murni kesalahan penggunaan.
Jika ditelisik, terangnya, konsumsi plastik di Indonesia sebenarnya terbilang masih kecil, yakni 22 kilogram (kg) per kapita per tahun. Angka ini lebih rendah dari negara-negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, Vietnam, Thailand, dan Filipina yang sudah mencapai sekitar 30 kg—60 kg per kapita per tahun.
“Sementara konsumsi plastik di Jepang 140 kg per kapita per tahun, tetapi [pengelolaannya] tertib. Ya, itu kekurangannya [ketertiban pengelolaan sampah di Indonesia],” ujarnya, baru-baru ini.
Pengelolaan sampah, lanjut Enri, merupakan tugas dari seluruh pihak. Namun, penanganannya dapat dimulai dari individu masing-masing. Sebab, faktor utama sampah berasal dari perilaku masyarakat yang semakin konsumtif, di samping minimnya kesadaran dan pola pikir.
“Jangan memusuhi sampah [plastik]. Yang salah itu manusia. Kita enggak bisa mundur jadi manusia daun,” terangnya.
Enri menjelaskan, dari segi pengelolaan sampah plastik secara luas, diperlukan adanya konsep extended producer responsibility (EPR). Konsep ini didesain untuk mengintegrasikan biaya-biaya lingkungan ke dalam proses produksi suatu barang sampai produk dapat dipakai lagi sehingga biaya lingkungan menjadi komponen harga pasar produk tersebut.
“Konsep extended producer responsibility (EPR), dimana perusahaan yang menggunakan plastik mengumpulkan dana bersama membuat suatu badan. Badan inilah yang membiayai recycling. Ini yang terjadi di negara-negara lain, seperti Korea dan Jepang,” terangnya.