Bisnis.com, JAKARTA – Kasus video viral tentang herbal yang diklaim oleh Hadi Pranoto bisa menyembuhkan penyakit corona mendorong Ikatan Dokter Indonesia (IDI) untuk melakukan verifikasi atas profil narasumber yang diwawancarai oleh pesohor Anji melalui channel Youtube miliknya tersebut
Menurut Ketua IDI Daeng Mohammad Faqih, konten yang ditayangkan dalam video tersebut tidak sesuai dengan keilmuan yang para pakar kesehatan sampaikan tentang covid 19. Dia menegaskan, herbal atau obat apapun perlu pembuktian ilmiah bisa menyembuhkan atau tidak sehingga harus melalui tahapan penelitian.
“Dalam hal ini, kita harus merujuk kepada Badan POM sebagai pemegang otoritas,” tuturnya melalui siaran pers, Rabu (5/8/2020).
Menurut Daeng, sejauh ini belum ada pernyataan dari Badan POM bahwa herbal yang dibuat oleh Hadi Pranoto tersebut efektif menyembuhkan Covid. Dia menegaskan, kesahihan obat herbal itu harus merujuk pada Badan POM yang memiliki kewenangan untuk memberikan informasi tentang khasiat suatu obat atau herbal.
“Kalau Badan POM tidak menyebutkan, berarti memang tidak demikian,” tuturnya.
Daeng menyarankan, bagi masyarakat yang suka membaca, khususnya suka mengkonsumsi jurnal, apabila ada kasus seperti ini lagi bisa dikonfirmasikan melalui referensi-referensi ilmiah tersebut agar tidak mudah mempercayai suatu informasi dari sumber yang tidak valid.
“Namun jika sulit, bisa langsung menghubungi Badan POM melalui kanal-kanal komunikasi seperti website,” imbuhnya.
Guru Besar Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran, Bandung, Deddy Mulyana menegaskan bahwa Badan POM bisa dijadikan rujukan legal untuk obat-obatan yang beredar di masyarakat.
“Itu cara yang paling aman. Dan masyarakat perlu hati-hati juga karena banyak produk yang dipalsukan juga beredar di pasaran.”
Menurutnya, viralnya video Anji tersebut bisa dilihat dari dua faktor dari sisi psikologi komunikasi. Pertama, tayangannya sangat “eye catching” karena menjadi kebutuhan semua orang sehingga menarik perhatian publik.
“Banyak juga hoaks yang beredar sebelumnya, namun hanya ini yang dilaporkan dan menjadi besar. Sebab tingkat kepentingannya sangat tinggi, menyangkut hidup mati seseorang.”
Faktor kedua, tambahnya, yang menyampaikan adalah seorang pesohor yang tentunya punya penggemar alias lovers dan pembenci alias haters. Hal ini menambah bobot daya tariknya dan mampu menarik atensi masyarakat.
Dia memerinci, sebuah tayangan bukan hanya hasil karya seseorang, tetapi merupakan sebuah konstruksi sosial. Dalam kondisi seperti itu, seseorang tidak bisa langsung menghakimi seseorang hanya karena sebuah tayangan.
“Misalnya, seseorang dipanggil dengan sebutan profesor, padahal masih doktor. Ini sebagai bentuk penghormatan. Kita perlu tahu, apakah gelar tersebut adalah pengakuan narasumber, atau pihak lain?” tuturnya.
Menurutnya, kalau herbal yang dimaksud Hadi Pranoto tersebut adalah untuk meningkatkan imunitas, sehingga bisa menghindarkan orang dari paparan Covid 19, masih bisa diterima. Namun kalau diklaim bisa mengobati, tentu harus dibuktikan secara ilmiah.
Deddy juga mengingatkan saat ini, literasi digital masyarakat juga sangat rendah. Secara demografi dan statistik, faktanya penduduk Indonesia masih rendah dalam hal literasi. Terbukti lantaran masyarakat Indonesia umumnya hanya membaca 27 halaman buku per tahun. Dan kita berada di urutan ke-61 dari 62 negara yang disurvei berdasarkan tingkat literasinya.
“Sehingga dampak rendahnya kemampuan literasi ini mempengaruhi rendahnya daya kritis seseorang terhadap suatu isu,” tegasnya.