Ilustrasi rumah sakit/bisnis.com
Health

1 Tahun Jokowi- Ma'ruf : Sektor Kesehatan "Meriang"

Mia Chitra Dinisari
Selasa, 20 Oktober 2020 - 22:33
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA - 1 tahun Kabinet Jokowi-Ma'ruf Amin sektor kesehatan nasional diserang "meriang".

Sejumlah masalah kesehatan muncul di tahun kembar 2020 ini.

Yang pertama dan utama tentunya soal virus corona. Virus ini, mencatat kasus pertama, ketika belum genap lima bulan Jokowi-Ma'ruf memimpin. Kini, setelah 7 bulan pandemi, tercatat ada 368.842 kasus positif, dimana 12.783 di antaranya meninggal dunia.

Ketidakmampuan pemerintah menangani virus ini sejak awal banyak dikritik sejumlah kalangan. Keteledoran menyepelekan betapa berbahayanya virus ini sejak sebelum masuk RI menjadi hal yang paling dikritik.

Bahkan, sekelas Menteri Kesehatan Terawan Agus dianggap meremehkan virus ini sejak awal. Hingga kini, Menkes pun kerap dikritik karena jarang tampil di publik memberikan statement kebijakan terkait penanganan covid-19. Alasannya? masih tanda tanya.

1 Tahun Jokowi- Ma'ruf : Sektor Kesehatan "Meriang"

Lambannya penanganan membuat kasus terus naik, bahkan diprediksi sejumlah ahli, angka saat ini masih di bawah fakta di lapangan. Sebab, jumlah orang yang dites masih jauh lebih rendah dibandingkan negara lainnya. Kenaikan jumlah kasus menekan ketersediaan sarana kesehatan. RS Daerah kewalahan, RS Darurat Wisma Atlet kebanjiran pasien hingga terpaksa terus menambah jumlah tower yang dibuka untuk menampung pasien yang dominan OTG ini.

Obat? vaksin? Belum ditemukan. Pemerintah juga terus melobi negara asing untuk memastikan pasokan vaksin di tanah air, dengan negara utama dari China dengan sederet produsen seperti Sinovac, Sinopharm dan CanSino. Belakangan juga mulai PDKT ke Inggris. Rencananya, November 2020, jutaan vaksin darurat dari China akan mulai disuntikkan. Untuk mengejar target itu, sejumlah ahli dan lembaga diterbangkan ke negeri tirai bambu untuk evaluasi dan penilaian.

Tapi di luar upaya vaksinasi itu, wabah tampaknya masih enggan dihalau, dan entah sampai kapan bisa ditangani. Tak ada satupun ahli yang bisa atau berani memprediksinya.

Medio 2020 juga menjadi kabar kurang menyenangkan sektor kesehatan untuk masyarakat penerima jaminan kesehatan nasional, saat Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS Kesehatan menaikkan iuran baru per 1 Juli 2020 sesuai Perpres Nomor 64 Tahun 2020.

Dengan perubahan itu, besaran iuran BPJS Kesehatan yang baru yakni Rp150.000 untuk kelas 1, Rp100.000 untuk kelas dua, sedangkan kelas tiga 

1 Tahun Jokowi- Ma'ruf : Sektor Kesehatan "Meriang"

Rp42.000. Khusus kelas tiga, peserta hanya membayar Rp25.500 dan sisanya sebesar 16.500 ditanggung pemerintah untuk tahun 2020. 

Kenaikan iuran BPJS membuat banyak orang menurunkan kelas, hingga membatalkan kepesertaan. Apalagi di tengah maraknya PHK masal yang membuat orang tak sanggup membayarnya. Ini, tentu menjadi kekawatiran sendiri, dimana kualitas kesehatan masyarakat menurun, pasien penyakit menular dan tidak menular tidak terobati karena masalah biaya. Akibatnya, tingkat kematian bisa membengkak.

Belum kelar urusan pandemi corona, muncul kasus PMK 20 tahun 2020 soal Pelayanan Radiologi Klinik yang meresahkan tenaga medis, dalam hal ini Ikatan Dokter Indonesia.

15 Organisasi Profesi Kedokteran di Indonesia menolak Permenkes yang dinilai akan menurunkan kualitas pelayanan. 

Ketua Majelis Kolegium Kedokteran Indonesia (MKKI) Prof. Dr. dr David S. Perdanakusuma, Sp.BP-RE(K) menitikberatkan pada pasal 11 Permenkes itu dimana disebutkan untuk melakukan aktivitas radiologi dibutuhkan dokter spesialis radiologi. Padahal, tenaga ahli radiolog hanya sebanyak 1.578. 

1 Tahun Jokowi- Ma'ruf : Sektor Kesehatan "Meriang"

Menurut hemat mereka, Permenkes itu dinilai akan mengganggu layanan sekurang-kurangnya 16 bidang medis pada masyarakat. Layanan yang saat ini dijalankan oleh 25.000dokter spesialis dari 15 bidang medis dan juga dokter umum.

Masih menurut Permenkes itu, tanpa kewenangan dari Kolegium radiologi, beberapa fasilitas tidak bisa dijalankan lagi diantaranya USG oleh dokter kebidanan, penilaian pembuluh darah jantung untuk pasien penyempitan pembuluh darah oleh dokter jantung, bahkan tindakan USG dasar oleh dokter umum.

Permenkes itu juga akan mengubah standar pendidikan kedokteran baik spesialis maupun dokter yang berlaku, dan akan diperlukan perubahan pada standar pendidikan radiologi terkait dengan pelayanan klinik yang meliputi diagnostik dan terapi.

Artinya, proses penanganan penyakit akan lebih lamban, dan dan kualitas pelayanan bisa menurun. Bahkan, kini bukan hanya tuntutan pencabutan, tapi kalangan advokat mewakili profesi kesehata  juga berencana mensomasi Menkes Terawan Agus.

Tidak kurang dari 20 Organisasi Profesi dan Kolegium telah memberikan KUASA kepada Advokat Dr. Muhammad Luthfie Hakim, S.H., M.H. dkk. untuk mengajukan Hak Uji Materiil terhadap Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 24 Tahun 2020 tentang Pelayanan Radiologi Klinik (“PMK 24/2020”).

Dalam keterangan tertulis yang diterima Bisnis, SOMASI kepada Menteri Kesehatan segera akan dilayangkan dalam waktu tidak terlalu lama, dan apabila SOMASI tersebut juga tidak dijawab atau diindahkan oleh Menteri Kesehatan maka dengan terpaksa akan dilakukan upaya hukum Permohonan Hak Uji Materiil ke Mahkamah Agung agar PMK 24/2020 a quo dinyatakan tidak sah atau tidak berlaku untuk umum serta memerintahkan Menteri Kesehatan segera mencabutnya.

Ketiga masalah tadi, cukup membuat rapor merah Jokowi-Ma'ruf dalam hal kesehatan nasional. Kini, empat tahun ke depan, menjadi PR tersendiri bagi pemerintah untuk memperbaiki rapor agar menjadi biru.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro