Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah memutuskan akan memulai vaksinasi Covid-19 pada pekan kedua Januari 2021. Untuk gelombang pertama vaksinasi dilakukan pada Rabu, 13 Januari 2021.
Meski tinggal menghitung hari, tetapi vaksin produksi Sinovac belum memiliki fatwa halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Menanggapi hal tersebut, Ketua MUI Bidang Fatwa KH Asrorun Niam mengatakan bahwa MUI telah merampungkan proses audit lapangan pada Selasa (5/1/2021).
“Alhamdulillah, Selasa tim auditor MUI telah menuntaskan pelaksanaan audit lapangan terhadap vaksin Sinovac. Mulai di perusahaan Sinovac di Beijing dan yang terakhir di Biofarma Bandung," ungkap Kiai Niam, dalam keterangan yang diterima Bisnis, Kamis (7/1/2021)
Menurut Kiai Niam, selanjutnya Komisi Fatwa akan melaksanakan sidang pleno untuk membahas aspek syar'i. Sidang Pleno tersebut dilaksanakan pasca menerima laporan, penjelasan, dan pendalaman dari tim auditor.
"Dalam kasempatan pertama, tim auditor akan merampungkan kajiannya dan akan dilaporkan ke dalam," ujarnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika (LPPOM) MUI, Muti Arintawati mengatakan status kehalalan vaksin Sinovac akan diputuskan MUI sebelum 13 Januari 2021.
“Insya Allah,” jawab singkat Muti ketika dikonfirmasi, Rabu (6/1/2021).
Muti menceritakan proses auditing vaksin Sinovac di China pada 2020 lalu. Dikatakan Muti, MUI diwakili dua orang ke pabrik vaksin Sinovac. Satu dari LPPOM, satu dari Komisi Fatwa. Di sana, tim LPPOM meneliti proses produksi dan bahan-bahan vaksin yang digunakan.
“Namun, karena produsen membeli bahan-bahan vaksin dari pihak ketiga, maka perlu ada informasi dari perusahaan setelah audit lokasi dilakukan,” terangnya.
Muti mengatakan, cepat atau lambatnya proses sertifikasi halal ditentukan oleh keseriusan produsen vaksin dalam memenuhi sistem jaminan halal (SJH).
Mengapa vaksin atau obat harus halal? Muti Arintawati mengungkapkan dalam Islam obat itu prinsipnya harus halal. Namun, dalam kondisi tertentu atau darurat diperbolehkan berobat dengan yang tidak halal.
“Misalnya tidak ada pilihan lainnya dan dapat menyebabkan kematian itu diperbolehkan dalam fatwa MUI,” jelasnya.