Bisnis.com, JAKARTA - Ikatan Dokter Indonesia mengeluarkan pedoman bagi dokter dalam aktivitas di media sosial. Para dokter didorong untuk mengedepankan integritas dan etika profesi dalam beraktivitas di media sosial.
Surat Keputusan Majelis Kehormatan Etik Kedokteran No 029/PB/K.MKEK/04/2021 tentang Fatwa Etik Dokter Dalam Aktivitas Media Sosial ditekan Ketua Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Pukovisa Prawiroharjo pada 30 April 2021.
Adapun fatwa ini berisikan 13 poin penting terkait aktivitas di media sosial. Pertama, dokter diminta untuk menyadari sisi positif dan negatif aktivitas media sosial dalam keseluruhan upaya kesehatan serta mematuhi aturan yang berlaku.
Kedua, dokter selalu mengedepankan nilai integritas, profesionalisme, kesejawatan, kesantunan dan etika profesi pada aktivitasnya di media sosial.
Ketiga, penggunaan media sosial sebagai upaya kesehatan promotif dan preventif bernilai etika tinggi dan perlu diapresiasi selama kebenaran ilmiah, etika umum serta peraturan perundangan yang berlaku.
Keempat, dokter diminta untuk memberantas hoax atau informasi keliru. Akan tetapi dokter juga harus menyadari potensi perdebatan dengan masyarakat.
Dalam perdebatan tersebut, dokter diminta harus mampu mengendalikan diri serta tidak membalas dengan keburukan serta menjaga marwah luhur profesi.
Para dokter juga diminta melapor ke otoritas media sosial melalui fitur yang ada apabila terdapat pernyataan yang merendahkan sosok dokter, tenaga kesehatan maupun organisasi dan profesi.
Pada poin kelima, dokter dilarang untuk mempromosikan diri secara berlebihan. Mereka juga diminta mengiklankan suatu produk dan jasa sesuai KS MKEK Pusat INI No 022/PB/K.MKEK/07/2020 tentang Fatwa Etika Dokter Beriklan dan Berjualan Multi Level Marketing yang diterbitkan 28 Juli 2020.
Keenam, pada penggunaan media sosial untuk tujuan konsultasi suatu kasus kedokteran, dokter harus menggunakan fitur enkripsi end to end, menggunakan jalur pribadi atau grup khusus yang hanya berisikan dokter.
Selain itu, para dokter diminta mengikuti peraturan perundangan dan etika profesi saat memuat gambar. Adapun gambar yang dimuat tidak boleh membuka secara langsung maupun tidak langsung identitas pasien, rahasia kedokteran dan privasi pasien maupun privasi sesama dokter dan nakes.
“Dalam menampilkan kondisi klinis pasien atau hasil pemeriksaan penunjang pasien untuk tujuan pendidikan, hanya boleh dilakukan atas persetujuan pasien serta identitas pasien seperti wajah dan nama yang dikaburkan,” tulis poin ketujuh.
Kondisi itu dikecualikan pada penggunaan media sosial dengan maksud konsultasi suatu kasus kedokteran.
Di sisi lain, pengguna media sosial dengan tujuan memberikan edukasi kesehatan bagi masyarakat, dokter diminta membuat akun terpisah dengan akun pertemanan agar terfokus.
“Bila akun yang sama juga digunakan untuk pertemanan, maka dokter harus memahami dan mengelola ekspektasi masyarakat terhadap profesi kedokteran,” bunyi poin kedelapan.
Kesembilan, pada penggunaan media sosial dengan tujuan edukasi ilmu kedokteran dan kesehatan yang terbatas pada dokter dan tenaga kesehatan, diminta menggunakan akun terpisah dan memilah sasaran informasi khusus dokter atau nakes.
Sementara itu, pada penggunaan medsos dengan tujuan pertemanan, dokter dapat bebas berekspresi sebagai hak privat sesuai ketentuan etika umum.
Majelis Kehormatan Etik Kedokteran juga meminta dokter perlu selektif memasukan pasiennya ke daftar teman pada akun pertemanan. Hal ini dapat mempengaruhi hubungan dokter-pasien.
Pada poin ke-12, dokter dapat membalas dengan baik dan wajar pujian dari pasien atas pelayanan medisnya. Akan tetapi sebaiknya dokter tidak mendesain pujian mengatasnamakan pasien kepada dirinya yang dikirim ke publik. Hal ini dapat dinilai sebagai tindakan memuji diri secara berlebihan.
Para dokter juga diminta saling mengingatkan sesama apabila sejawat melakukan kekeliruan. Teguran ini dapat disampaikan secara pribadi. Namun bila dokter tersebut tidak bersedia diingatkan dan memperbaiki perilaku aktivitasnya di media sosial, maka dokter dapat melaporkan kepada MKEK.
“Fatwa etik kedokteran ini mengikat seluruh dokter di Indonesia. MKEK semua tingkatan agar melakukan sosialisasi,” tulis aturan itu.