Bisnis.com, JAKARTA – Para ilmuwan menemukan bagaimana covid-19 bisa menyebabkan kematian pada penderitanya.
Peneliti telah mengamati bagaimana enzim dalam kasus covid-19 mirip dengan racun ular membahayakan organ tubuh, sehingga meningkatkan kemungkinan kematian. Terman ini dapat memiliki arti penting dalam pengembangan terapi baru untuk mengobati COVID-19.
Melansir Express, Kamis (26/8/2021), para peneliti percaya sekresi enzim sPLA2-IIA pada pasien COVID-19 bisa menjadi prediktor terpenting kematian pada pasien. sPLA2-IIA, yang memiliki kesamaan dengan enzim aktif dalam racun ular berbisa, ditemukan dalam konsentrasi rendah pada individu yang sehat dan telah lama diketahui memainkan peran penting dalam pertahanan melawan infeksi bakteri. Namun, ketika enzim bersirkulasi pada tingkat tinggi, ia memiliki kapasitas untuk merusak organ vital tubuh, menurut Dr Floyd Chilton, penulis senior penelitian ini.
“Ini adalah kurva resistensi penyakit versus toleransi inang berbentuk lonceng. Dengan kata lain, enzim ini mencoba untuk membunuh virus tetapi pada titik-titik tertentu dia dilepaskan dalam jumlah yang sangat tinggi sehingga memperburuk kondisi, menghancurkan membran sel pasien dan berkontribusi pada kegagalan organ multipel dan kematian.” kata Dr Chilton.
Rekan penulis studi Maurizio Del Poeta, seorang profesor terkemuka di Departemen Mikrobiologi dan Imunologi di Sekolah Kedokteran Renaissance di Universitas Stony Brook, mengatakan penelitian tersebut mendukung target baru untuk mengurangi kematian akibat COVID-19.
“Gagasan untuk mengidentifikasi faktor prognostik potensial pada pasien COVID-19 berasal dari Dokter Chilton. Dia pertama kali menghubungi kami musim gugur yang lalu dengan ide untuk menganalisis lipid dan metabolit dalam sampel darah paten COVID-19." katanya.
Untuk penelitian ini, del Poeta dan timnya mengumpulkan sampel plasma darah dan mengambil data dari 127 pasien yang dirawat di rumah sakit. Tim juga mengambil data dari kelompok kedua yang terdiri dari 154 sampel pasien.
“Berbeda dengan kebanyakan penelitian yang direncanakan dengan baik selama bertahun-tahun, ini terjadi secara real time di lantai ICU.” katanya.
Menggunakan algoritma, tim menganalisis data pasien untuk menguraikan antara enzim biokimia yang berbeda serta metabolit lipid. Peneliti mengidentifikasi pola spesifik metabolit yang ada pada individu yang meninggal karena penyakit tersebut.
Justin Snider, asisten profesor peneliti, mengatakan, metabolit yang muncul ke permukaan mengungkapkan disfungsi energi sel dan enzim sPLA2-IIA tingkat tinggi.
Kebanyakan orang sehat memiliki tingkat sirkulasi enzim sPLA2-IIA, biasanya sekitar setengah nanogram per mililiter. Para peneliti mengamati bahwa pasien COVID-19 yang meninggal dunia, memiliki kadar sPLA2-IIA lebih besar dari 10 nanogram per mililiter.
Chilton menambahkan, banyak pasien yang meninggal karena COVID-19 memiliki beberapa tingkat enzim tertinggi yang pernah dilaporkan.
“Ini berbagi homologi urutan tinggi dengan enzim aktif dalam racun ular berbisa dan, seperti racun yang mengalir ke seluruh tubuh,dia memiliki kapasitas untuk mengikat reseptor di sambungan neuromuskular dan berpotensi menonaktifkan fungsi otot-otot ini.” jelasnya.
Sekitar sepertiga orang mengembangkan long COVID, dan banyak dari mereka adalah orang aktif yang sekarang tidak dapat berjalan bahkan dalam jarak 100 yard.