Bisnis.com, JAKARTA - Beberapa bulan lalu, muncul laporan kejadian radang jantung pasca vaksinasi covid dengan platform mRNA (produk Pfizer dan Moderna).
Sampai Juni 2021, dari sekitar 300 juta suntikan vaksin, dilaporkan kejadian radang jantung pada 1.226 kasus atau 0,0004%.
Laporan dari Swedia, menyatakan bahwa radang yang terjadi, umumnya adalah ringan dan sembuh dengan baik.
Beberapa hari ini, kembali dilaporkan kejadian radang jantung pada anak-anak usia 6-11 tahun di Amerika setelah pemberian vaksinasi produk Pfizer.
Salah satu isi Jurnal Nature Review yang terbit daring pada 9 Desember 2021 kemarin, membahas khusus tentang Myocarditis paska vaksinasi mRNA Covid. Dugaan penyebabnya adalah varian genetik yang membuat otot jantung bersifat hiperimunitas. Pada kondisi ini, bila terjadi rangsangan pada otot jantung, mudah terjadi radang.
Ahli patologi klinis Tonang Dw Ardyanto menjelaskan masalah tersebut. Menurutnya, setelah divaksin, terbentuk antibodi Covid. Kebetulan, diduga antibodi covid ini cocok dengan struktur otot jantung. Karena sifatnya hiperimunitas, maka ikatan antibodi dengan otot jantung tadi memicu radang. Terjadilah radang otot jantung.
Karena sifatnya terjadi berbasis ikatan antibodi tersebut, maka ada tata laksana pengelolaan, agar radangnya mereda. Dengan penanganan yang tepat, maka diharapkan radangnya dapat diredakan.
Sebelum ada era covid, prevalensi radang otot jantung adalah sekitar 1-10 per 100.000 orang per tahun. Angka kesembuhannya lebih dari 80%.
Setelah era covid, angka kejadian radang otot jantung dan kerusakan sel jantung akibat penyakit covid adalah 1.000 - 4.000 per 100.000 pasien. Angka kesembuhannya bervariasi antara 30-80%.
Sedangkan laporan kejadian radang otot jantung akibat vaksin mRNA Covid adalah 0,3 - 0,5 per 100.000 penerima vaksin. Angka kesembuhan lebih dari 99%.
Orang yang mengalami variasi genetik, kemudian terjadi hiperimunitas otot jantung, berisiko lebih tinggi mengalami radang otot jantung bila terinfeksi covid.
Secara sederhana, bila terinfeksi covid, maka risiko terjadinya radang otot jantung akibat terinfeksi covid adalah 2.000 - 13.000 kali lipat lebih besar daripada yang paska vaksinasi.
Begitu juga, pemberian vaksinasi covid, menurunkan risiko radang otot jantung dan kerusakan sel jantung 1.000 pada masyarakat umum.
Untuk tahu risiko terjadinya reaksi paska suntikan vaksinasi, maka ada proses skrinning. IDAI sudah merumuskan beberapa kondisi yang harus menjadi perhatian (foto ke 4). Bila ada kondisi tersebut, maka keputusan pemberian vaksinasi, dilakukan oleh Dokter yang merawat dan vaksinasi dilakukan di rumah sakit.
Ada juga beberapa kondisi yang sifatnya kontra-indikasi (foto ke 5) yang karenanya anak-anak terkait tidak direkomendasikan mendapatkan vaksinasi covid.
Adanya rumusan tersebut, sebagai upaya untuk meminimalkan risiko terjadinya reaksi paska suntikan.
Sampai saat ini, BPOM baru mengijinkan vaksinasi kepada anak-anak 12-17 tahun dengan produk Pfizer dan Sinovac. Sedangkan kepada anak-anak 6-11 tahun, yang diijnkan baru Sinovac. Semua itu tentu dengan pertimbangan manfaat sebesar-besarnya dengan risiko sekecil-kecilnya.
Karena itu, tentu saja, pemerintah harus menyiapkan sistem mitigasi bila ternyata nanti tetap terjadi reaksi paska suntikan. Hal tersebut harus didukung semua pihak agar vaksinasi bisa berjalan lancar.
"Yang disepakati tentunya adalah berusaha mendapatkan manfaat maksimal, dengan menjaga risikonya tetap minimal.
Manfaat itu juga harus disadari, tidak cukup personal, tapi ukurannya harus komunal. Maka ada kewajiban sosial menghadapi pandemi ini, termasuk dalam hal vaksinasi," ujarnya dikutip dari akun facebooknya.