Bisnis.com, JAKARTA - Lama seseorang bermukim di suatu kota tidak menjamin kedalaman pengetahuannya mengenai lingkungan tempatnya tinggal. Banyak orang yang tinggal sejak lahir di suatu wilayah, tapi seumur hidupnya belum pernah menjelajahi pelosok daerahnya.
Mengeksplorasi suatu daerah pun tidak harus dilakukan dengan menggunakan kendaraan. Seseorang dapat berjalan kaki untuk menapaki sebuah kota dan menemukan banyak hal baru yang membuka cakrawala pengetahuannya.
Itulah yang dilakukan sekelompok anak muda di Surabaya, melalui program Manic Street Walkers (MSW). Program tersebut dikelola oleh C2O Library & Collabtive yang merupakan sebuah perpustakaan pertikelir di Kota Buaya.
Pendiri MSW Anitha Silvia menjelaskan bahwa program tersebut dibentuk untuk mengakomodasi warga Ibukota Jawa Timur dalam mengenal kotanya lebih baik di tengah keterbatasan sarana transportasi publik yang layak.
Surabaya, sebagai kota terbesar kedua di Indonesia, ternyata belum memiliki transportasi publik yang layak. Berjalan kaki menjadi alternatif yang memungkinkan karena minimnya durasi operasional dan jumlah transportasi publik di Surabaya, jelasnya.
Menurut perempuan asal Jakarta yang tinggal di Surabaya sejak 2001 itu, masih jarang masyarakat yang mengeksplorasi kekayaan budaya dan keindahan yang ditawarkan kota pelabuhan tersibuk di Indonesia Timur itu.
Padahal, lanjutnya, Surabaya memiliki topografi yang landai, sehingga memudahkan mobilitas para pejalan kaki dan pesepeda. Kota yang berusia 723 tahun tersebut memiliki narasi yang berlimpah sebagai kota pelabuhan dan bekas kota kolonial.
Selain itu, Surabaya memiliki denyut kehidupan yang aktif selama 24 jam dan 365 hari dalam setahun. Sehingga, banyak sekali yang bisa dipelajari di Surabaya dengan hanya berjalan kaki, katanya.
Lebih lanjut, perempuan yang akrab disapa Tinta itu menjelaskan bahwa MSW bukanlah komunitas, sehingga berbeda dengan komunitas pejalan kaki di kota lain seperti Jakarta on Foot dari DKI dan Aleut dari Bandung.
Karena sifatnya yang merupakan sebuah program, MSW memiliki karakter khas yang meliputi riset multidisiplin tentang Surabaya; termasuk arsitektur, studi urban, budaya, antropologi, sosiologi, desain, politik, kuliner, dan sebagainya.
Riset dilakukan melalui studi pustaka; seperti observasi partisipan dengan berjalan kaki dan membuat proyek bersama warga lokal, berkolaborasi dengan sejarahwan, arsitek, seniman, desainer, atau ahli kuliner dalam memproduksi tema tur berjalan kaki.
Riset dan tur yang dilakukan bersama-sama ini adalah materi dasar untuk bisa direspons atau dikembangkan menjadi festival kota, pameran seni, publikasi buku/jurnal/koran, maupun peta mutakhir kota, papar Anitha.
KEGIATAN RUTIN
MSW menawarkan program tur rutin terbuka sekali dalam sebulan. Bulan ini, rute jalan kaki yang akan dilewati adalah kawasan Eropa yang meliputi perjalanan ke bangunan karya Bapak Arsitektur Modern Hendrik Peter Berlage.
Selain itu, tur kawasan Eropa juga akan menjelajahi kantor pos Kebonrojo, Gereja Kepanjen, Masjid Kemayoran, Dejavasche Bank Museum, hingga ke menara jam yang legendari di kantor gubernur Jawa Timur.
Kami mempelajari dan menikmati aktivitas sehari-hari warga Kota Surabaya. Untuk itu, kami mengutamakan tur pada hari dan jam kerja, sebab pada masa itulah Surabaya dapat dirasakan sebagai kota kerja seperti kata Howard Dick, sejarahwan asal Australia.
Ada beberapa rute jelajah yang menjadi favorit di Surabaya, yaitu kawasan Tanjung Perak, Kota Lama, Kampung Arab, dan Pecinan yang karakter dan suasananya sangat hidup dan khas pada hari dan jam kerja.
Ada pula rute-rute perkampungan dan pasar, seperti Kampung Keputran, Pasar Keputran, Kampung Genteng, Kampung Plampitan, Kampung Peneleh, dan Kampung Tambak Bayan yang bisa dijelajahi pada siang hari untuk memudahkan observasi detail dan aktivitas warga.
[Rute] Kuliner juga menjadi favorit, karena Surabaya kaya akan kuliner. Kami juga membuat rute berdasarkan buku, seperti rute Pecinan dari buku Kembang Jepunkarya Renny Silado dan rute Penyambung Lidah Rakyat Indonesiadari buku Soekarno.
Selain eksplorasi kekayaan kota dengan berjalan kaki, MSW memiliki berbagai program lain seperti diskusi dan pameran. Virus jelajah kota dengan jalan kaki pun kerap ditularkan peserta MSW jika sedang berada di luar kota.
Sejak Agustus tahun lalu, MSW juga membuat program baru yang bernama Surabaya Johnny Walker (SJW). Berbeda dengan MSW, SJW adalah tur jalan kaki berbayar sebagai program subsidi silang untuk kegiatan C2O Library & Coblative yang gratis dan terbuka untuk umum.
Untuk SJW, pesertanya biasanya adalah turis asing yang transit di Surabaya selama sehari sebelum melanjutkan perjalanan ke tempat lain seperti Bromo, Ijen, Bali, atau Jogja. Mereka sangat tertarik dengan rute yang kami tawarkan. Program ini potensial untuk dikembangkan.
Meski banyak menarik minat generasi muda, program MSW tak jarang menuai tantangan dalam perjalanannya. Salah satunya adalah iklim Surabaya yang sangat panas dan membuat banyak orang tidak betah berlama-lama di bawah terik Matahari.
Tantangannya adalah bagaimana kita merespons matahari. Pemerintah Kota Surabaya bisa membangun infrasturktur untuk pedestrian yang memanfaatkan matahari, seperti panel surya, sebagai peneduh trotoar, usul Anitha.
Harus diakui, masyarakat urban di Indonesia semakin lama semakin melupakan tradisi berjalan kaki. Padahal, dengan berjalan kaki, seseorang dapat mengenal kotanya dan bisa memahami permasalahan perkotaan, mulai infrastukrtur hingga sosial budaya lebih baik.
Sesekali, sempatkanlah waktu untuk menapaki kota Anda. Dapatkanlah inspirasi baru, mulai dari pertemuan dengan warga lokal hingga menemukanvernacular designyang sebenarnya banyak bertebaran di jalanan.
Selamat jalan-jalan!