Bisnis.com, JAKARTA - World Allergy Organization menyatakan bahwa anak lebih berisiko mengalami alergi dibanding orang yang lebih tua, dengan angka prevalensi pada anak sebesar 4-6% sementara pada orang dewasa hanya 1-3%.
Anak lebih berisiko mengalami alergi jika memiliki riwayat penyakit atopik dalam keluarga seperti dermatitis atopik, asma, dan atau rhinitis alergi dari setidaknya salah satu orangtua atau saudara kandung. Selain faktor genetik, beberapa anak juga lebih berisiko mengalami alergi jika dilahirkan melalui operasi caesar, penggunaan antibiotik saat persalinan, hingga terpapar asap rokok.
Lebih spesifik lagi, data dari Allergy & Asthma Foundation of America menyatakan bahwa alergi protein susu sapi merupakan salah satu alergi makanan yang paling banyak terjadi pada anak-anak. Studi di beberapa negara di seluruh dunia menunjukkan prevalensi alergi protein susu sapi pada anak-anak di tahun pertama kehidupan sekitar 2% sampai 7,5%. Angka ini tentunya diikuti resiko yang mungkin mengancam si Kecil di masa depan
Prof. DR. Budi Setiabudiawan, dr., SpA(K), M.Kes, Konsultan Alergi Imunologi Anak menjelaskan, “Gejala akibat alergi susu sapi ini dapat menyerang sistem gastrointestinal (50-60%), kulit (50-60%), dan juga sistem pernapasan (20-30%). Reaksi alergi dapat timbul berupa eksim pada kulit, mengi pada saluran napas, kolik, diare berdarah, hingga konstipasi. Jika tidak segera ditangani dan dibiarkan, keadaan ini dapat menganggu optimalisasi tumbuh kembang si Kecil dan memberi dampak jangka panjang terhadap kesehatan di usia dewasa.” ujarnya seperti dirilis dalam siaran persnya
Prof. Budi menjelaskan ada berbagai macam gangguan tumbuh kembang yang mungkin terjadi pada si Kecil jika alerginya tidak tertangani dengan baik. Anak bisa tumbuh menjadi picky eaters sehingga mempengaruhi berat badan ideal dan juga pertumbuhan fisiknya. Gangguan hormon akibat alergi juga berisiko memunculkan kegemukan atau obesitas, yang jika tidak dikendalikan akan meningkatkan risiko penyakit jantung koroner dan diabetes di masa depan.
Dilanjutkan Prof. Budi alergi protein susu sapi ini relatif lebih sulit ditangani karena alergen tidak selalu berbentuk susu, melainkan berbagai makanan olahan yang mengandung susu sapi. Oleh sebab itu kondisi ini memerlukan ketanggapan orangtua untuk mencermati kandungan dalam berbagai makanan dan menangani reaksi alergi pada si Kecil dengan cepat.
Tidak hanya secara fisik, alergi protein susu sapi juga berkaitan erat dengan aspek psikologis orangtua dan si Kecil. Alergi protein susu sapi dapat memengaruhi keceriaan si Kecil, karena ia merasa dibatasi dalam memilih makanan dan merasa berbeda dengan teman-teman seusia. Hal ini dapat menyebabkan stres pada si Kecil, terutama saat ia harus mengambil keputusan sendiri tentang makanan yang boleh atau tidak boleh dimakan.
Orangtua pun merasakan dampak signifikan pada tingkat stres. Dalam artikel ilmiahnya, Walkner, Warren, dan Gupta (2015) memaparkan berbagai temuan penelitian bahwa alergi pada salah satu anggota keluarga secara signifikan mempengaruhi menu makan untuk keluarga, yang pada akhirnya mempengaruhi perencanaan belanja mereka juga. Tak hanya cemas memperhatikan tumbuh kembang si Kecil, orangtua juga menghadapi beban ekonomi, seperti biaya pengobatan dan penyembuhan terhadap reaksi alergi yang dialami oleh si Kecil dan juga beberapa gangguan dari dampak jangka panjang alergi.
“Si Kecil yang memiliki alergi protein susu sapi rentan mengalami stres dan kecemasan berlebih karena keterbatasan mereka. Tidak maksimalnya kondisi si Kecil bisa jadi membuatnya kurang ceria dan mengalami gangguan bersosialisasi karena tidak bisa selalu hadir di sekolah dan bermain dengan teman-temannya. Jika orangtua tidak menangani alergi protein susu sapi pada si Kecil dengan tepat, maka si Kecil bisa tumbuh menjadi anak yang kaku, pencemas dan menghindari pergaulan,” ungkap psikolog anak dan keluarga, Anna Surti Ariani S.Psi., M.Si., Psi.
Anna Surti melanjutkan reaksi alergi yang dialami oleh si Kecil juga dapat membuatnya kurang tidur sehingga tubuh mudah lelah dan sulit konsentrasi ketika belajar. Ini pastinya akan menurunkan rasa percaya diri si Kecil di lingkungan sosial.
Setelah berhasil mengedukasi lebih dari 13 juta bunda tahun 2016 lalu melalui kampanye Bunda Tanggap Alergi dengan 3K, yaitu Kenali, Konsultasikan, Kendalikan, tahun ini Nutricia Sarihusada kembali meluncurkan kampanye yang sama dengan lebih masif dan menyentuh topik yang lebih luas. Kampanye ini hadir untuk memberikan pemahaman yang tepat bagi orangtua, khususnya para Bunda di Indonesia mengenai tanggap alergi:
· Kenali – Kenali risiko dan gejala alergi yang dialami si Kecil. Orangtua dapat mengakses www.alergianak.com untuk memahami lebih jauh tentang alergi. Orangtua juga harus mengenali diri sendiri, sifat si Kecil, bahkan lingkungan sekitar mereka untuk mengelola tantangan yang dihadapi dengan pola asuh yang tepat.
· Konsultasikan – Konsultasikan ke dokter agar si Kecil memeroleh diagnosis dan penganganan yang tepat. Bila perlu, orangtua bisa mengajak anggota keluarga lain saat berkonsultasi agar tantangan bisa dihadapi bersama.
· Kendalikan – Kendalikan penyebab alergi dengan asupan nutrisi yang tepat. Ubah gaya hidup sesuai dengan kebutuhan alergi si Kecil dan pintar-pintar mencari alternatif kudapan untuk si Kecil.
Zeinda Rismandari, Allergy Care Manager Nutricia Sarihusada menjelaskan “Orangtua perlu mewaspadai alergi protein susu sapi pada si Kecil sejak dini, termasuk dampak fisik maupun psikis yang mungkin timbul dan memengaruhi tumbuh kembangnya. Sayangnya alergi seringkali luput dari perhatian orangtua karena dianggap sebagai hal sepele.”
Bunda Tanggap Alergi dengan 3K tahun ini berfokus pada edukasi berkelanjutan bagi orangtua tentang tanggap alergi agar si Kecil yang memiliki alergi protein susu sapi pun bisa tetap ceria menghadapi hari dan tumbuh sehat seperti teman seusianya. Oleh karena itu selain tetap bekerja sama dengan UKK Alergi Imunologi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Nutricia Sarihusada juga menggandeng psikolog untuk mengangkat dampak psikologis yang ditimbulkan oleh alergi.
“Berbeda dengan tahun lalu, kami berharap bisa menjangkau lebih banyak orang tua melalui seminar di 10 kota dan jalan sehat di 2 kota besar. Edukasi lewat media massa terselenggara melalui gathering di 3 kota, talkshow di radio dan televisi, serta iklan layanan masyarakat yang memudahkan masyarakat untuk lebih memahami alergi. Di ranah digital, orangtua bisa mengakses situs www.alergianak.com yang kini telah diperbarui agar lebih ramah pengguna.” lanjut Zeinda.